Inflasi Dampak fluktuasi harga pangan hewani asal ternak terhadap inflasi di kabupaten Bogor

Harga S 1 S P 1 E 1 P E D Jumlah Q 1 Q Sumber : Firdaus, 2009 Gambar 5 Ilustrasi Perubahan Harga Komoditas dari Sisi Penawaran 2. Perubahan sisi permintaan Permintaan komoditas pangan pada individu bersifat inelastis, dimana peningkatan tingkat harga, relatif tidak berpengaruh terhadap jumlah permintaan. Namun, peningkatan jumlah populasi akan menyebabkan peningkatan jumlah permintaan secara agregat, sehingga mempengaruhi perubahan harga dari sisi permintaan. Peningkatan permintaan ini tidak disertai dengan peningkatan penawaran, karena komoditas peternakan pada umunya membutuhkan time lag dalam produksinya. Kondisi ini mengakibatkan naiknya harga komoditas pangan hewani asal ternak. Pendapatan masyarakat juga mempengaruhi perubahan harga komoditas pangan hewani asal ternak dari sisi permintaan. Hal ini dikarenakan ketika pendapatan meningkat, orang akan cenderung mengubah pola konsumsinya. Perubahan pola konsumsi yang pada umunya terjadi yaitu perubahan konsumsi beralih ke makanan yang mempunyai kelezatan yang lebih tinggi. Menurut Buckle et al. 1985, jenis bahan makanan yang dikonsumsi akan berubah dari serealia biji-bijian ke makanan yang bersumber dari ternak, mengandung lemak, atau karbohidrat sederhana. Ilustrasi mengenai perubahan harga komoditas pangan hewani asal ternak dari sisi permintaan ditampilkan pada gambar berikut: 15 Harga D 1 S P 1 D E 1 P E 0 Q Q 1 Jumlah Sumber : Firdaus, 2009 Gambar 6 Ilustrasi Perubahan Harga Komoditas dari Sisi Permintaan

2.5 Keterkaitan Harga Komoditas Pangan dan Inflasi

Penelitian yang dilakukan oleh Furlong dan Ingenito 1996 menyatakan bahwa harga komoditas mempunyai hubungan yang kuat dengan inflasi. Penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa fluktuasi harga komoditas pangan dapat dijadikan indikator dalam inflasi. Hal ini dikarenakan harga komoditas pangan dapat merespon dengan cepat guncangan shock yang terjadi dalam perekonomian, baik guncangan ekonomi economic shock seperti peningkatan permintaan, maupun guncangan bukan ekonomi non economic shock seperti bencana alam. Jogwanich dan Park 2009 juga telah melakukan penelitian mengenai inflasi di 9 negara berkembang di Asia, diantaranya Indonesia. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa inflasi merupakan tantangan makroekonomi terbesar bagi negara-negara berkembang. Laju inflasi tersebut disebabkan sebagian besar oleh adanya guncangan harga pada komoditas pangan. Di negara berkembang, masyarakat akan mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi konsumsi pangan. Akibatnya, kenaikan harga pada komoditas pangan akan menurunkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat.

2.6 Vector Autoregression VAR

Menurut Hadi 2003, VAR merupakan metode non-struktural yang dapat digunakan dalam memahami adanya hubungan timbal balik interrelationship antara variabel-variabel ekonomi, seperti ketika kita mempunyai beberapa variabel di dalam data time series maka kita perlu menganalisis saling ketergantungan antarvariabel tersebut. Model VAR dibangun untuk memudahkan dalam menyelesaikan permasalahan yang terlalu kompleks jika dijelaskan dengan teori ekonomi, atau dalam simplifikasi dari teori yang terlalu kompleks. Oleh karena itu, model VAR merupakan model non-struktural atau tidak teoritis. Pada umumnya, konsep VAR mirip dengan konsep persamaan simultan, dimana masing-masing variabelnya bisa saling mempengaruhi. Perbedaannya, dalam VAR, masing-masing variabel dijelaskan oleh lag-nya sendiri, nilai saat ini serta nilai masa lampaunya. Untuk menghindari kesalahan dalam penentuan variabel eksogen dan endogennya, semua variabel dalam model VAR diperlakukan sebagai variabel endogen, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan model dengan variabel eksogen dan endogen yang saling mempengaruhi Mardiyanto, 2000. Menurut Firdaus 2011 terdapat beberapa keunggulan dari metode VAR diantaranya: 1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks multivariat sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu. 2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindarkan parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan. 3. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antarvariabel di dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen. 4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul, termasuk gejala perbedaan palsu spurious variable di dalam model ekonometrika konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah.