susu segar masih direspon negatif hingga mendekati titik kestabilan masing- masing. Namun, pada komoditas hati sapi mulai direspon positif hingga
mendekati kestabilan pada periode ke-8 yaitu sebesar 1. Adapun titik kestabilan daging sapi has yaitu pada periode ke-11 sebesar 13.4, daging sapi bistik pada
periode ke-9 sebesar 4.9, daging sapi murni pada periode ke-11 sebesar 47, daging kambingdomba pada periode ke-11 sebesar 1.1, telur ayam ras pada
periode ke-9 sebesar 22.2, serta susu segar pada periode ke-8 sebesar 11.5. Guncangan harga pada komoditas daging ayam broiler karkas, telur ayam
buras, dan telur itik direspon positif oleh inflasi pada periode ke-2 hingga mendekati kestabilan. Kestabilan komoditas daging ayam broiler karkas mulai
didekati pada periode ke-11 sebesar 16.5, telur ayam buras pada periode ke-11 sebesar 16.8, serta telur itik pada periode ke-10 sebesar 9.7. Hasil analisis
impuls response model VECM pada 24 periode ke depan dari periode penelitian dapat dilihat pada Lampiran 7.
Dari hasil analisis IRF dapat disimpulkan bahwa pada 24 periode ke depan dari periode penelitian, guncangan harga komoditas daging ayam broiler karkas,
hati sapi, telur ayam buras, dan telur itik sebesar satu standar deviasi yang terjadi pada periode ke-24 akan berdampak pada peningkatan inflasi Kabupaten Bogor.
Sebaliknya, guncangan harga komoditas daging sapi has, daging sapi bistik, daging sapi murni, daging kambingdomba, telur ayam ras, serta susu segar
sebesar satu standar deviasi yang terjadi pada periode ke-24 akan berdampak pada penurunan inflasi Kabupaten Bogor.
6.7 Analisis Forecast Error Variance Decomposition FEVD
Analisis Forecast Error Variance Decomposition FEVD digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi dari guncangan harga pada masing-masing
komoditas pangan hewani asal ternak yang diteliti dalam menjelaskan keragaman inflasi di Kabupaten Bogor. Dari hasil analisis FEVD juga dapat diketahui
komoditas pangan hewani yang paling dominan dalam mempengaruhi inflasi di Kabupaten Bogor. Hasil analisis FEVD pada 24 periode ke depan dari periode
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 8.
57 Berdasarkan hasil analisis FEVD, pada periode ke-1 keragaman inflasi
Kabupaten Bogor masih dijelaskan 100 oleh inflasi itu sendiri. Pada periode ke- 2, keragaman inflasi dijelaskan 91.60 oleh inflasi, dan mulai dijelaskan pula
oleh variabel-variabel lain, yaitu sebesar 0.46 dijelaskan oleh daging ayam broiler karkas, 0.87 oleh daging sapi has, 0.44 dijelaskan oleh daging sapi
bistik, 2.48 oleh daging sapi murni, dan 0.57 dijelaskan oleh hati sapi. Selain itu, variabel lainnya, daging kambingdomba menjelaskan inflasi sebesar 0.16,
telur ayam ras sebesar 1.82, telur ayam buras sebesar 0.44, telur itik sebesar 0.56, dan susu segar sebesar 0.58.
Pada akhir periode ke-24, kontribusi inflasi Kabupaten Bogor dalam menjelaskan keragaman inflasi Kabupaten Bogor sendiri sudah berkurang menjadi
74.83, sementara variabel lainnya cenderung meningkat. Dua komoditas pangan hewani asal ternak yang paling dominan dalam menjelaskan keragaman inflasi
Kabupaten Bogor yaitu daging sapi murni sebesar 14.74 dan telur ayam ras sebesar 3.32. Hal ini diduga karena kedua komoditas tersebut mempunyai efek
pengganda pada industri makanan setengah jadi dan makanan jadi. Telur ayam ras digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan roti, kue dan makanan jadi
lainnya, sedangkan daging sapi murni digunakan untuk pembuatan nugget, bakso, sosis, serta produk makanan jadi lainnya, seperti soto. Oleh karena itu, kenaikan
harga daging sapi murni dan telur ayam ras akan berdampak pada naiknya harga produk makanan pada umumnya.
Telur ayam buras, daging ayam broiler karkas dan daging sapi has menempati urutan ke-3, 4, dan 5 dalam menjelaskan keragaman inflasi Kabupaten
Bogor, dengan presentase berturut-turut sebesar 1.85, 1.35, dan 1.95. Telur ayam buras merupakan substitusi dari telur ayam ras, sehingga perubahan harga
keduanya memiliki pengaruh terhadap industri makanan. Daging ayam broiler merupakan sumber protein pangan hewani yang paling mudah didapatkan di
Kabupaten Bogor. Hal ini menyebabkan nilai konsumsi daging ayam broiler di Kabupaten Bogor relatif besar. Kontribusi daging sapi has dalam menjelaskan
keragaman inflasi Kabupaten Bogor diduga karena daging sapi has masih dianggap sebagai barang mewah.