Analisis Deskriptif Metode Analisis Data
hortikultura dan daging sapi Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, 2013a. Hal ini dikarenakan pada tahun-tahun sebelumnya, harga-harga pangan relatif turun
pada periode menjelang puasa, sehingga kenaikan harga pada periode puasa dianggap wajar. Namun, pada periode menjelang puasa tahun 2013, harga-harga
pangan sudah relatif meningkat akibat kenaikan harga BBM, sehingga pada periode puasa kenaikan harga pangan dirasakan tinggi.
Kebutuhan daging sapi di Indonesia dipenuhi dari produksi dalam negeri dan impor Riyanto, 2010. Mulai tahun 2012 pemerintah mengeluarkan kebijakan
pemangkasan kuota impor dalam rangka menuju swasembada daging tahun 2014. Kebijakan pemangkasan kuota impor tersebut berdampak pada berkurangnya
pasokan daging sapi di pasar Permana, 2013. Pada Agustus 2013, produksi daging sapi di Indonesia mencapai 36 770 000 ton, lebih kecil dari kebutuhannya
yaitu 45 300 000 ton Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, 2013b. Dengan adanya kebijakan pemangkasan kuota impor, defisit daging sapi sebesar 8 530 000
ton pada bulan Agustus 2013 tidak dapat dipenuhi. Hal ini mengakibatkan harga daging sapi meningkat.
Faktor teknis juga mempengaruhi produksi daging sapi, salah satunya perlu kehati-hatian dalam proses distribusi. Menurut Priyanto dan Hafid 2005,
penanganan yang tidak baik sebelum pemotongan menyebabkan stress yang berakibat menurunkan kualitas dan kuantitas karkas yang dihasilkan. Adapun
kuota impor sapi dan daging sapi di Indonesia ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Kuota Impor Sapi dan Daging Sapi di Indonesia tahun 2009-2013
Tahun Sapi ribu ekor
Daging sapi beku ribu ton 2009
765 110
2010 521
120 2011
560 100
2012 283
41 2013
276 32
Sumber: Kementerian Pertanian, 2013
Pada umumnya, harga terendah daging sapi terjadi pada Januari-Maret 2010. Hal ini diduga karena stok daging sapi nasional, baik dari produksi dalam negeri
maupun impor masih relatif banyak, sehingga kekurangan pasokan pada satu daerah masih bisa dipenuhi dari daerah lain. Dalam hal ini, permasalahan daging
sapi terjadi pada proses distribusi. Lokasi antara sentra produksi dan konsumsi
37 daging sapi yang berbeda serta distribusi dalam bentuk hewan ternak sapi bukan
daging sapi menimbulkan biaya transportasi yang lebih mahal Ilham dan Yusdja, 2004, Prastowo et al., 2008. Naiknya biaya transportasi menyebabkan naiknya
harga pada setiap periode. Periode Januari-Maret 2010 merupakan periode awal penelitian, sehingga memungkinkan biaya transportasi belum mengalami
kenaikan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Burhani 2013 yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi volatilitas harga daging sapi
potong di Indonesia yaitu volatilitas satu periode sebelumnya dan varian harga satu periode sebelumnya. Pendugaan produksi dan konsumsi daging sapi di
Kabupaten Bogor tahun 2008-2012 ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8 Pendugaan Produksi dan Konsumsi Daging Sapi di Kabupaten Bogor
tahun 2008-2012
Tahun Produksi kg
Konsumsi kg Selisih Produksi dan Konsumsi kg
2008 8 311 289
11 849 619.60 -3 538 330.60
2009 11 153 409
10 749 987.70 403 421.30
2010 10 790 992
11 734 180.79 -943 188.79
2011 9 299 322
9 780 421.34 -481 099.34
2012 8 477 289
7 712 281.99 765 007.01
Sumber: BPS Kab. Bogor dan Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor 2013 diolah Keterangan: Konsumsi daging sapi diperoleh dari rata-rata konsumsi daging sapi per kapita per
tahun dikali jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun yang berlaku
Harga daging sapi sesuai bagiannya dibedakan menjadi tiga, yaitu daging sapi has, daging sapi bistik, dan daging sapi murni. Pembedaan harga didasarkan
pada karakteristik daging sapi. Daging sapi yang mempunyai tekstur paling lembut yaitu daging sapi has, karena dihasilkan dari bagian otot-otot yang jarang
digunakan untuk bekerja. Daging sapi bistik merupakan daging sapi dengan tekstur halus dan tidak liat. Sedangkan daging sapi murni yaitu daging sapi
dengan tekstur kasar dan liat. Adapun perkembangan harga daging sapi dijelaskan masing-masing oleh grafik.