Pangan Hewani Asal Ternak
17 Adapun kelemahan dari metode VAR diantaranya Gujarati, 2003:
1. VAR dianggap ateoritis tidak berdasarkan teori karena menggunakan lebih
sedikit informasi dan teori terdahulu. 2.
VAR tidak sesuai jika digunakan untuk menganalisis implikasi kebijakan. Hal ini dikarenakan analisis pada VAR ditekankan pada peramalan
forecasting. 3.
Pemilihan panjang lag menjadi tantangan besar, khususnya ketika variabel banyak dan lag panjang.
4. Semua variabel dalam model VAR harus stasioner. Jika terdapat variabel
yang tidak stasioner, perlu dilakukan uji lebih lanjut, salah satunya dengan diferensiasi derajat satu.
5. Koefisien dalam estimasi VAR sulit untuk diinterpretasikan, sehingga
sebagian besar peneliti melakukan interpretasi pada estimasi IRF dan FEVD. Terdapat dua hal yang perlu dilakukan sebelum menggunakan model VAR,
yaitu spesifikasi dan identifikasi model. Spesifikasi model berkaitan dengan penentuan variabel dan lag. Penentuan variabel harus berdasarkan teori ekonomi
yang relevan. Identifikasi model berkaitan dengan identifikasi persamaan yang digunakan. Adapun model persamaan umum VAR dapat dituliskan sebagai
berikut Enders 2004: Y
t
= A
o
+ A
1
Y
t-1
+ A
2
Y
t-2
+ … + A
p
Y
t-p
+ e
t
…………………………… 1 dimana:
Y
t
= vektor variabel endogen Y
1.
t, Y
2
.t, Y
n
.t berukuran n.1 A
o
= vektor intersep berukuran n.1 A
i
= matriks koefisien berukuran n.n, i = 1,2,…p
p = lag dalam persamaan
e
t
= vektor error e
1t
, e
2t
, … e
nt
berukuran n.1 Terdapat beberapa tahapan dalam melakukan analisis VAR, yaitu:
1. Uji Stasioner Data Dalam data deret waktu time series, uji stasioner data sangat
diperlukan karena data yang tidak stasioner akan menyebabkan adanya regresi
palsu spurious regression. Data yang stasioner yaitu data yang variansnya tidak trelalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-
ratanya Enders, 2004. Uji stasioner data dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya akar unit unit root dalam model. Alat uji yang bisa digunakan yaitu
Augmented Dickey Fuller ADF. Hipotesis yang diuji yaitu H
= terdapat unit root atau tidak stasioner, sedangkan H
1
= tidak terdapat unit root atau data stasioner. Jika nilai ADF
statistik
lebih kecil dari nilai kritis Mackinnon, data tersebut dapat dinyatakan stasioner karena tidak mengandung unit root. Sebaliknya, jika nilai
ADF
statistik
lebih besar dari nilai kritis Mackinnon, data tersebut dinyatakan tidak stasioner dan perlu dilakukan uji stasioner lanjutan yaitu dengan
differensiasi derajat satu. 2. Penentuan Lag Optimal
Setelah seluruh data dipastikan stasioner, tahapan berikutnya adalah menentukan lag optimal. Menurut Firdaus 2011, penentuan lag optimal bisa
dilakukan dengan memanfaatkan beberapa kriteria, diantaranya Akaike Information Criterion AIC, Schwarz Information Criterion SC dan
Hannan-Quinn Criterion HQ, Likelihood Ratio LR, dan Final Prediction Error FPE. Menurut Pindyck dan Rubinfield 1981, AIC merupakan cara
obyektif dalam penentuan jumlah lag dalam model. Penentuan lag optimal penting dilakukan untuk melihat hubungan antar
variabel dalam model VAR yang digunakan. Penentuan lag yang terlalu panjang mengakibatkan lebih banyak jumlah parameter yang harus diduga dan
derajat bebas yang lebih sedikit. Penentuan lag yang terlalu sedikit juga akan mengakibatkan standar kesalahan tidak bisa diestimasi dengan baik, sehingga
menghasilkan spesifikasi model yang salah. Dari tingkat lag yang berbeda- beda tersebut, diambil lag yang paling optimal dan dipadukan dengan uji
stabilitas model VAR. 3. Uji Stabilitas model VAR
Uji stabilitas model VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial root of characteristic polinomial. Jika semua akar dari
fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai
19 absolutnya kurang dari satu, maka model VAR tersebut dianggap stabil.
Dengan demikian, Impuls Response Function IRF dan Forecast Error Variance Decomposition FEVD yang dihasilkan dianggap valid.
4. Uji Kointegrasi Kointegrasi yaitu kombinasi linear dari dua atau lebih variabel yang
tidak stasioner yang menghasilkan variabel yang stasioner. Uji kointegrasi dapat dilakukan dengan metode Johansen. Firdaus 2011 menyatakan bahwa
pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Hasil kointegrasi dapat diinterpretasikan sebagai
hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel, sehingga diketahui apakah metode Vector Error Corection Model VECM dapat digunakan atau
tidak. Jika trace statistic lebih besar daripada critical value, maka model tersebut terkointegrasi.
5. Vector Error Corection Model VECM Setelah melakukan uji kointegrasi, tahap terakhir dari analisis VAR yaitu
menganalisis hubungan jangka pendek antarvariabel terhadap jangka panjangnya. Jika variabel-variabel tidak terkointegrasi dan stasioner pada ordo
yang sama, maka dapat diterapkan VAR standar yang hasilnya identik dengan OLS. Namun, jika dalam uji kointegrasi menyatakan bahwa terdapat
kointegrasi, dapat digunakan ECM untuk single equation atau VECM untuk system equation.
VECM merupakan VAR terestriksi yang digunakan untuk variabel yang non-stasioner tapi memiliki potensi untuk terkointegrasi. Hal ini dikarenakan
dalam estimasi VECM kesalahan yang ada akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian parsial jangka pendek. Data time series, umumnya
memiliki tingkat stasioner pada diferensiasi derajat satu. Spesifikasi model VECM dilakukan dengan memasukkan informasi restriksi dari hasil uji
kointegrasi yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun model persamaan VECM secara umum adalah sebagai berikut Enders, 2004:
ΔY
t
= µ
ox
+ µ
1x
t +
x
Y
t-1
+ Σ
k
ΔY
t-I
+
t
………..…………………. 2
dimana: ΔY
t
= vektor yang berisi variabel dalam penelitian µ
0x
= vektor intercept µ
1x
= vektor koefisien regresi t
= tren waktu
x
=
x
’ dimana ’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang
Y
t-1
= variabel in-level = matriks koefisien regresi
k-1 = ordo VECM dari VAR
t
= error term Menurut Besimi, et al. 2006 dalam Firdaus 2011, hasil estimasi
VECM memberikan dua penafsiran, yaitu mengukur kointegrasi atau hubungan keseimbangan jangka panjang antarvariabel dan mengukur error-
correction atau kecepatan masing-masing variabel dalam bergerak menuju keseimbangan jangka panjangnya. Hasil estimasi VAR sulit diinterpretasikan
sehingga untuk menginterpretasikannya dilakukan analisis IRF Impuls Response Function dan FEVD Forecast Error Variance Decomposition.
6. Analisis Impuls Response Function IRF Analisis IRF digunakan untuk melihat respon suatu variabel endogen
pada nilai sekarang dan yang akan datang, akibat adanya shock pada variabel lainnya. Hal ini dikarenakan shock pada suatu variabel tidak hanya
berpengaruh terhadap variabel itu sendiri, tetapi ditransmisikan ke variabel lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VAR.
7. Analisis Forecast Error Variance Decomposition FEVD FEVD merupakan suatu metode yang digunakan untuk melihat
perubahan error variance suatu variabel, sebelum dan sesudah terjadinya shock. Hasil FEVD juga dapat menjelaskan kekuatan dan kelemahan masing-
masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya.