asal ternak yang berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi di Kabupaten Bogor dalam jangka pendek.
Dalam hubungan jangka panjang, terdapat delapan dari sepuluh variabel harga komoditas pangan hewani asal ternak yang secara signifikan mempengaruhi
inflasi Kabupaten Bogor, yaitu daging ayam broiler karkas, daging sapi has, daging sapi murni, daging kambingdomba, telur ayam ras, telur ayam buras, telur
itik, dan susu segar. Adapun harga komoditas daging sapi bistik dan hati sapi tidak mempengaruhi inflasi Kabupaten Bogor secara signifikan pada taraf nyata
5. Nilai koefisien pada komoditas daging sapi bistik, daging sapi murni, hati sapi, daging kambingdomba, telur ayam ras, dan telur itik menunjukkan nilai
negatif. Hal ini membuktikan bahwa kenaikan harga pada enam komoditas tersebut akan menyebabkan peningkatan pada inflasi Kabupaten Bogor dalam
jangka panjang. Hubungan tersebut sesuai dengan hipotesis penelitian ini, yaitu fluktuasi harga komoditas pangan hewani asal ternak berpengaruh positif terhadap
inflasi Kabupaten Bogor. Hipotesis tersebut didasarkan karena harga komoditas pangan mampu merespon dengan cepat guncangan ekonomi seperti meningkatnya
permintaan pada periode puasa. Selain itu, harga komoditas pangan juga mampu merespon dengan cepat guncangan bukan ekonomi, seperti wabah virus flu
burung. Terjadinya inflasi akibat meningkatnya permintaan termasuk dalam demand pull inflation, sedangkan terjadinya inflasi akibat wabah virus flu burung
dalam penelitian ini termasuk dalam cost push inflation. Menurut Gujarati 2003, model VAR bersifat ateoritis sehingga hasil
estimasinya sulit untuk diinterpretasikan. Untuk menginterpretasikan, analisis yang harus dilakukan yaitu analisis Impuls Response Function IRF dan Forecast
Error Variance Decomposition FEVD.
6.6 Analisis Impuls Response Function IRF
Analisis IRF digunakan untuk melihat respon inflasi terhadap guncangan harga komoditas pangan hewani asal ternak yang dianalisis. Secara umum, hasil
analisis IRF menyatakan bahwa guncangan harga komoditas pangan hewani asal ternak pada awal periode belum direspon oleh inflasi. Namun, pada periode
berikutnya semua guncangan harga komoditas pangan hewani asal ternak direspon
55 oleh inflasi dan dalam jangka panjang mendekati suatu titik kestabilan. Hal ini
menunjukkan bahwa fluktuasi harga pangan hewani asal ternak tidak menimbulkan dampak yang permanen.
Gambar 18 Hasil Analisis Impuls Response Function IRF Gambar 18 merupakan ilustrasi respon inflasi terhadap guncangan harga
masing-masing komoditas pangan hewani asal ternak pada 24 periode ke depan dari periode penelitian Januari 2014-Desember 2015. Dapat dilihat bahwa pada
periode pertama belum ada guncangan harga komoditas pangan hewani asal ternak yang direspon oleh inflasi. Pada periode kedua, terdapat tujuh komoditas
yang direspon negatif, yaitu daging sapi has, daging sapi bistik, daging sapi murni, hati sapi, daging kambingdomba, telur ayam ras, dan susu segar.
Pada periode selanjutnya, guncangan harga pada komoditas daging sapi has, daging sapi bistik, daging sapi murni, daging kambingdomba, telur ayam ras dan
-0.5 0.0
0.5 1.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Response of INIHK to INIHK
-0.5 0.0
0.5 1.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Response of INIHK to INDAB
-0.5 0.0
0.5 1.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Response of INIHK to INDSH
-0.5 0.0
0.5 1.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Response of INIHK to INDSB
-0.5 0.0
0.5 1.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Response of INIHK to INDSM
-0.5 0.0
0.5 1.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Response of INIHK to INHSP
-0.5 0.0
0.5 1.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Response of INIHK to INDKD
-0.5 0.0
0.5 1.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Response of INIHK to INTAR
-0.5 0.0
0.5 1.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Response of INIHK to INTAB
-0.5 0.0
0.5 1.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Response of INIHK to INTIT
-0.5 0.0
0.5 1.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Response of INIHK to INSSE
Response to Cholesky One S.D. Innovations
susu segar masih direspon negatif hingga mendekati titik kestabilan masing- masing. Namun, pada komoditas hati sapi mulai direspon positif hingga
mendekati kestabilan pada periode ke-8 yaitu sebesar 1. Adapun titik kestabilan daging sapi has yaitu pada periode ke-11 sebesar 13.4, daging sapi bistik pada
periode ke-9 sebesar 4.9, daging sapi murni pada periode ke-11 sebesar 47, daging kambingdomba pada periode ke-11 sebesar 1.1, telur ayam ras pada
periode ke-9 sebesar 22.2, serta susu segar pada periode ke-8 sebesar 11.5. Guncangan harga pada komoditas daging ayam broiler karkas, telur ayam
buras, dan telur itik direspon positif oleh inflasi pada periode ke-2 hingga mendekati kestabilan. Kestabilan komoditas daging ayam broiler karkas mulai
didekati pada periode ke-11 sebesar 16.5, telur ayam buras pada periode ke-11 sebesar 16.8, serta telur itik pada periode ke-10 sebesar 9.7. Hasil analisis
impuls response model VECM pada 24 periode ke depan dari periode penelitian dapat dilihat pada Lampiran 7.
Dari hasil analisis IRF dapat disimpulkan bahwa pada 24 periode ke depan dari periode penelitian, guncangan harga komoditas daging ayam broiler karkas,
hati sapi, telur ayam buras, dan telur itik sebesar satu standar deviasi yang terjadi pada periode ke-24 akan berdampak pada peningkatan inflasi Kabupaten Bogor.
Sebaliknya, guncangan harga komoditas daging sapi has, daging sapi bistik, daging sapi murni, daging kambingdomba, telur ayam ras, serta susu segar
sebesar satu standar deviasi yang terjadi pada periode ke-24 akan berdampak pada penurunan inflasi Kabupaten Bogor.
6.7 Analisis Forecast Error Variance Decomposition FEVD
Analisis Forecast Error Variance Decomposition FEVD digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi dari guncangan harga pada masing-masing
komoditas pangan hewani asal ternak yang diteliti dalam menjelaskan keragaman inflasi di Kabupaten Bogor. Dari hasil analisis FEVD juga dapat diketahui
komoditas pangan hewani yang paling dominan dalam mempengaruhi inflasi di Kabupaten Bogor. Hasil analisis FEVD pada 24 periode ke depan dari periode
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 8.