Koreksi Pasang Surut Ekstraksi Data Variabel Laju Perubahan Garis Pantai

40

3.5.1.1 Koreksi Pasang Surut

Tahapan koreksi pasang surut dimaksudkan untuk menghasilkan batas darat-air yang menjadi fitur garis pantai sesuai kondisi pasang surut. Oleh karena itu, data yang diperlukan adalah kondisi pasang surut menurut akuisisi kedua dataset Landsat. Rekaman data lapangan untuk kebutuhan ini tidak tersedia sehingga digunakan data prediksi model menurut waktu akuisisi kedua dataset Landsat yang diturunkan dari pengolahan perangkat lunak MIKE21 DHI Software, 2007 seperti disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kondisi pasang surut waktu akuisisi citra berdasarkan hasil ekstraksi data keragaan pasang surut yang diolah dari perangkat lunak MIKE21 DHI Software, 2007 Tahun Jenis Data Landsat Waktu Akuisisi Kondisi Pasang Surut dd-mm-yyyy hh-mm:ss GMT hh-mm:ss Lokal Tinggi Relatif m Kondisi 1991 TM 05-07-1991 02:46:00 10:46:00 0,18 Pasang 2003 ETM+ 27-05-2003 02:42:23 10:42:23 0,19 Pasang Keterangan: merupakan nilai ketinggian menuju pasang dimana ketiggian pada menit ke-46 adalah hasil interpolasi antara ketinggian pasang surut pukul 10:00 dan 11:00 merupakan nilai ketinggian menuju surut dimana ketiggian pada menit ke-42 adalah hasil interpolasi antara ketinggian pasang surut pukul 10:00 dan 11:00 Teori pendekatan yang digunakan dalam pengoreksian pasang surut terhadap ekstraksi fitur garis pantai disajikan seperti pada Gambar 13. Berdasarkan pada tahapan deliniasi data citra akan diperoleh batas darat-air yang menjadi fitur garis pantai. Perubahan posisi garis pantai akan mengikuti bentuk profil lereng pantai bersangkutan apakah jenis pantai akresi atau erosi. Sifat air senantiasa menciptakan permukaan yang datar. Oleh karena itu fluktuasi ketinggian batas darat-air yang menyebabkan pergantian darat ke air dan sebaliknya merupakan proses normal yang diakibatkan oleh ketinggian air akibat proses pasang surut. Pada kondisi lereng pantai yang normal, titik ketinggian batas darat-air tertinggi dan terendah diwakili oleh titik HHWL0 – LLWL0. Secara teori, proses akresi dan erosi menyebabkan kawasan batas tertinggi dan 41 terendah tersebut mengalami perubahan. Bagi jenis pantai yang mengalami akresi yakni daratan mengalami penambahan ke arah laut, kedua titik menjadi HHWL1 – LLWL1. Sebaliknya pada jenis pantai yang mengalami erosi, daratan menghilang berganti menjadi laut air sehingga kedua titik diwakili oleh HHWL2 – LLWL2. Hal yang sama juga berlangsung pada titik batas darat-air yang menjadi ketinggian rerata muka air laut titik MSL1 dan MSL-2. Posisi titik batas darat- air ini bergradasi spasial baik secara menegak vertical maupun melintang horizontal. Gambar 13 Penampang tegak dan melintang diagram kawasan pantai beserta titik-titik ketinggian air pada jenis lereng pantai normal, akresi dan erosi Berdasarkan rekaman citra Landsat diperoleh hasil ekstraksi berupa sebaran spasial gradasi posisi fitur batas darat-air secara melintang. Untuk itu digunakan data ketinggian muka air pasut menurut waktu akuisisi dataset citra satelit yang digunakan untuk mereferensikan sebaran melintang fitur batas darat- air yang mencerminkan posisinya secara menegak terhadap profil elevasi lereng. Dengan demikian diperoleh hasil ekstraksi posisi batas darat-air yang menjadi sebagai fitur garis pantai dari hasil ekstraksi dataset citra menurut kondisi sebenarnya secara spasial baik melintang dan menegak. Berdasarkan pendekatan seperti ini maka pengekstraksian fitur garis pantai berdasarkan kondisi pasang surut membutuhkan data profil lereng pantai bagi masing-masing dataset menurut waktu akuisisinya. Menurut Siregar dan Selamat 42 2009 bahwa keragaan batimetri digital untuk menggambarkan profil topografi dasar perairan dapat dibangun dari metode interpolasi. Terkait dengan hal tersebut, penyediaan informasi profil lereng pantai bagi kedua dataset Landsat TM tahun 1991 dan ETM+ tahun 2003 dibuat berbentuk keragaan digital file bati-topografi raster. Karena pengekstraksian garis pantai terdiri atas 2 dataset 1991 dan 2003 maka raster profil lereng pantai ini juga terdiri atas profil lereng dataset Tahun 1991 dan Tahun 2003. Bahan pembuatan kedua profil lereng raster adalah: 1 titik elevasi topografi bersumber dari peta RBI Bakosurtanal 1:25.000, 2 garis kontur kedalaman bersumber dari peta LPI Bakosurtanal 1:50.000, dan 3 garis kontur ketinggian air pasang surut menurut waktu akuisi masing-masing dataset Landsat 1:30.000. Penyeragaman acuan referensi menegak vertikal bagi seluruh dataset menggunakan ketinggian rerata muka laut atau Mean Sea Level MSL. Keragaan raster bati-topografi berdasarkan gabungan elevasi topografi dan kontur batimetri disajikan pada Gambar 14. Prosedur tahapan langkah pembuatan keragaan raster topo-batimetri dan pengekstraksian fiturset garis pantai berdasarkan koreksi kondisi pasang surut adalah sebagai berikut: 1 Menyamakan referensi seluruh bahan fiturset ke referensi datum vertikal MSL. Pada tahapan ini, masing-masing ketinggian air Tabel 5 dijadikan atribut bagi masing-masing fiturset polyline hasil ekstraksi garis pantai tahun 1991 dan 2003; 2 Membuat raster keragaan terrain topo-batimetri dari seluruh gabungan fiturset yang dibedakan atas atas raster untuk dataset Tahun 1991 dan Tahun 2003. Sebagai acuan pembeda pembuatan kedua dataset raster adalah kontur garis pantai berdasarkan kodisi pasang surut fiturset tahun 1991 dan tahun 2003. Luaran kedua raster dibuat beresolusi 30 meter; 3 Membuat kontur pada kedua raster menurut ketinggian pasang surut kedua waktu akusisi Landsat sehingga diperoleh masing-masing fiturset garis pantai 1991 dan 2003 berdasarkan perlakuan tahapan koreksi pasang surut. 43 108°12E 108°6E 108°0E 107°54E 6°1 2 S 6° 1 8 S SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 FAIZAL KASIM C551060031 Jawa Barat Jawa Barat 108°400E 108°400E 107°200E 107°200E 6 °0 0S 6 °0 0S 6° 4 S 6° 4 S 7° 20 S 7° 20 S Ü 4 8 2 Km KETERANGAN : Jawa Barat Wilayah AOI Penelitian Garis Pantai MSL Bakosurtanal Grid Garis Pantai Sumber : - Titik Elevasi Peta Rupa Bumi Indonesia 1:25.000 Bakosurtanal, 1999 - Garis Kontur Kedalaman Peta Lingkungan Lingkungan Pantai Indonesia 1:50.000 Bakosurtanal, 1999 Profil Bati-topografi meter Tinggi High : 13,0318 Low : -36,0952 Gambar 14 Keragaan terain topo-batimetri yang dibangun menggunakan gabungan kontur batimetri dari Peta LPI Bakosurtanal 1:50.000 dan titik elevasi topografi dari Peta RBI Bakosurtanal 1:25.000. 44

3.5.1.2 Penghitungan Laju AkresiErosi