65 Jika diperbandingkan peta peta proyeksi oleh Ongkosongo 1980 pada
Lampiran 3 serta peta hasil pengamatan DPLH Indramayu 2005 dalam Rekamudra 2007 pada Lampiran 4 dengan peta zona akresierosi hasil
pengolahan dataset Landsat TM dan ETM pada Gambar 25 maka terdapat kesesuaian pada seluruh hasil pengamatan terhadap pertumbuhan Delta
Cipunagara pantai sebalah Timur Laut Subang dan Tanjung Waledan sebelah Timur Laut Indramayu. Ketidaksesuaian dengan proyeksi Ongkosongo 1980
terdapat pertumbuhan garis pantai yang berada di antara Delta Cipunagara dan Tanjung Waledan. Di lain pihak, kesesuaian sebaran zona-zona akresi dan erosi di
sepanjang garis pantai antara Delta Cipunagara dan Tanjung Waledan terdapat pada hasil pengamatan DPLH Indramayu 2005 dalam Rekamudra 2007.
Terkait dengan erosi yang berlangsung di kawasan pesisir pantai bagian Utara Indramayu ini bagian tengah AOI, Bappeda Jabar 2007 menerangkan
bahwa proses tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh gerakan perputaran arus dari sebelah Barat wilayah AOI disebabkan oleh adanya
pertumbuhan Delta Cipunegara. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Arus Barat yang bergerak relatif kuat menyusuri pantai Utara Jawa dari arah Jakarta, sesampainya
di Delta Cipunegara terputar membalik ke arah Barat lagi dengan cara masuk ke arah kawasan sepanjang pantai pesisir sebelah Utara Indramayu dan mengikis
pantai di daerah ini, tepatnya di sekitar pantai Eretan. Erosi di kawasan pantai pesisir sebelah Utara Indramayu banyak menarik
perhatian dan mendorong berbagai penelitian dilakukan terhadap kawasan ini disebabkan oleh kawasan ini yang strategis dan berkembang dalam aktivitasnya
sebagai daerah penyangga kawasan industri yang banyak terdapat di sebelah Utara Pulau Jawa. Selain juga karena keberadaan sumberdaya alam serta infrastruktur
dan jalur transportasi utama antara Cirebon - Jakarta Hanafi, 2005 ; UNDP Indonesia, 2007.
4.1.4 Ketidakpastian Uncertainty Fiturset Perubahan Garis Pantai
. Pada Lampiran 5 disajikan informasi berkenan dengan tingkat akurasi
berbagai dataset yang digunakan serta fiturset yang dihasilkan dalam penelitian ini untuk mengkaji dinamika perubahan pantai. Pada Lampiran 5 diketahui bahwa
66 rerata tingkat galat RMS dari seluruh dataset dan fiturset berada di bawah nilai
0,5. Sehingga secara umum informasi dataset yang digunakan dan fiturset yang dihasilkan dalam penelitian ini memadai dalam penyediaan informasi perubahan
kawasan pantai. Juga hasil pengamatan seperti telah diuraikan di atas mengenai pola sebaran zona akresierosi yang bersesuaian dengan informasi penelitian lain
menunjukkan bahwa pendekatan teknik deliniasi yang digunakan dalam penelitian ini secara umum memuaskan.
Walaupun demikian, informasi mengenai perubahan garis pantai yang dihasilkan dalam penelitian ini mengandung ketidakpastian uncertainty. Sumber
ketidakpastian tersebut mencakup data kondisi di lapangan menurut waktu akuisisi kedua dataset Landsat 1991 dan 2003. Ini mencakup posisi sebenarnya
posisi koordinat nilai piksel batas darat-air citra biner di lapangan untuk memvalidasi fiturset garis pantai yang dihasilkan, serta ketinggian topografi dan
kedalaman batimetri lokasi penelitian Tahun 1991 dan 2003 untuk mengvalidasi kedua keragaan raster lereng yang digunakan sebagai referensi koreksi pasang
surut terhadap hasil deliniasi batas darat-air garis pantai. Berdasarkan kondisi demikian, akurasi hasil yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya hanya
didasarkan pada jenis galat pengolahan dataset RMS. Ketidakpastian lain adalah berkenan dengan keterbatasan dataset Landsat
yang hanya terdiri atas dua deret waktu 1991 dan 2003. Keterbatasan dari aspek ini menyebabkan informasi hasil deliniasi darat-air yang menjadi sumber
penghitungan baik untuk luas kawasan akresierosi maupun panjang jarak perubahanperpindahan garis pantai yang menjadi indikasi akresierosi, dengan
demikian tidak mencakup informasi perubahan yang dipengaruhi oleh faktor siklus yang bersifat periodik seperti musim. Berbagai hal tersebut adalah faktor-
faktor yang membatasi akurasi hasil penelitian dinamika garis pantai dalam penelitian ini.
Terkait dengan hal di atas, beberapa saran untuk penelitian lain sejenis adalah sebagai berikut:
Untuk meningkatkan akurasi data berdasarkan kondisi data sebenarnya di lapangan dapat dilakukan menggunakan metode confusion matrix
Congalton and Green, 1999 dalam Siregar, 2010. Dalam metode ini
67 akurasi hasil penilaian dapat dilihat dari komponen-komponen: Overall
accuracy OA, Producer Accuracy PA dan User Accuracy UA. Untuk meningkatkan akurasi data hubungannya dengan pola periodik
dapat dilakukan dengan menggunakan dataset lebih banyak yang mewakili pengamatan tiap musim atau pola-pola periodik lainnya. Perhitungan
masing-masing nilai perubahan akresierosi selanjutnya dapat dihitung berdasarkan pendekatan: Least Squares Regression, Weighted Least
Squares Regression, serta Supplemental Statistics for Least and Weighted Regression Thieler et al, 2005 ; Himmelstoss, 2009.. Dari berbagai
pendekatan tersebut akan diperoleh nilai akurasi, mencakup: Confidence Interval, Standard Error, dan R-squared
4.2 Variabel Resiko Kerentanan