d. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan dengan kegiatan
pembangunan wilayah sesuai kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan
e. Meningkatkan sinergitas dengan Pemerintah Daerah dan stakeholder
f. Meningkatkan usaha-usaha produktif menuju masyarakat desa hutan mandiri
yang mendukung terciptanya hutan lestari. g.
Mendukung keberhasilan pembangunan daerah dengan IPM melalui indikator utama yaitu tingkat daya beli, tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan.
Kegiatan yang dilaksanakan PHBM terdiri dari kegiatan yang berbasis pada lahan hutan dan kegiatan berbasis bukan lahan hutan, yang dilakukan di dalam kawasan
hutan negara serta dapat dikembangkan diluar kawasan hutan negara. Sistem kemitraan antara masyarakat desa hutan dengan Perhutani dilaksanakan dengan
pembentukan Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH yang merupakan organisasi non-pemerintah berbasis desa.
2.3.3 Upaya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM
Upaya mewujudkan keberhasilan program PHBM dalam menangani masalah gangguan hutan seperti pencurian kayu, memang sangat dibutuhkan
adanya kerjasama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH dan dengan segenap pihak yang berkepentingan stakeholder. Peran LMDH dalam
masyarakat desa hutan sangat penting karena fungsi dibentuknya lembaga ini adalah untuk mengatur dan memenuhi kebutuhan masyarakat melalui interaksi
terhadap hutan dalam konteks sosial, ekonomi, politik dan budaya. Upaya pemberantasan illegal logging menjadi prioritas kebijakan kehutanan
yang harus dituntaskan mengingat dampak illegal logging sangat merugikan bagi kelestarian hutan, kehidupan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, juga menjadi
ancaman terhadap moral bangsa, kedaulatan, dan keutuhan bangsa. Menurut Sanim 2000 diacu dalam Wijanto 2008 ketika kebijakan diluncurkan, maka
kebijakan tersebut harus dapat memberikan dampak yang positif terhadap kondisi semula. Oleh karena itu perlu adanya efektivitas dari kebijakan itu. Yang perlu
diperhatikan dalam pengukuran efektivitas suatu kebijakan adalah: 1.
Efisien, artinya bahwa kebijakan harus dapat meningkatkan efisiensi kondisi sekarang dibanding dengan kondisi yang lalu.
2. Fair, artinya adil yaitu bahwa kebijakan harus dapat ditempatkan secara adil
bagi seluruh lapisan masyarakat. Ketidakadilan akan menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat.
3. Intensif, artinya bahwa kebijakan yang diambil harus dapat memberikan
rangsangan bagi masyarakat untuk dapat melakukan tindakan sesuai dengan kebijakan yang diputuskan.
4. Enforceability, artinya mempunyai kekuatan untuk menegakkan hukum.
Kebijakan tidak akan berjalan secara efektif apabila kondisi penegakan hukum yang lemah poor law enforcement.
5. Public acceptability, artinya dapat diterima masyarakat.
6. Moral, artinya bahwa kebijakan harus dilandasi dengan moral yang baik.
Moral merupakan titik sentral dalam pengambilan suatu kebijakan dan moral merupakan aspek normatif yang dapat menciptakan aspek positif dari
kebijakan.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di KPH Jember, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2012. Penelitian ini dilakukan di
Desa Lampeji RPH Mumbulsari, Desa Sidomulyo RPH Garahan dan Desa Sukojember RPH Jelbuk.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat tulis, alat hitung, kuisioner, kamera, dan software pengolah data software microsoft excell 2010.
3.2.2 Bahan
Data diperoleh dari Buku Laporan Keamanan dan Perlindungan Hutan Perum Perhutani KPH Jember, Buku Laporan Hasil PHBM KPH Jember dan Data
Monografi Desa Lampeji RPH Mumbulsari, Desa Sidomulyo RPH Garahan dan
Desa Sukojember RPH Jelbuk.
3.3 Jenis Data
Data yang dibutuhkan terbagi atas data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud yaitu data-data yang diperoleh melalui wawancara serta
pengamatan langsung di lapangan yang meliputi: kegiatan penanggulangan penebangan liar illegal logging di KPH Jember baik oleh LMDH sebagai
pelaksana PHBM, maupun oleh pihak Perhutani sendiri, kondisi tegakan hutan
serta masyarakat di salah satu BKPH di KPH Jember.
Sedangkan data sekunder yang diperlukan antara lain: data statistik terjadinya pembalakanpenebangan liar di wilayah KPH Jember dari tahun 2001
sampai dengan tahun 2011, data-data mengenai kondisi kawasan KPH Jember, data kondisi sosial masyarakat sekitar hutan KPH Jember, perkembangan kegiatan
LMDH, laporan pembalakanpenebangan liar dari BKPH serta data-data pendukung lainnya.