Penebangan Liar TINJAUAN PUSTAKA

2.1.3 Manfaat Hutan

Hutan sebagai suatu ekosistem memberikan manfaat bagi hidup dan kehidupan alam sekitarnya. Menurut Salim 2003 diacu dalam Wijanto 2008 manfaat hutan dibagi menjadi manfaat langsung dan tidak langsung. a. Manfaat langsung memberikan pengertian bahwa hutan dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat. Manfaat langsung dimaksud adalah bahwa masyarakat memanfaatkan hasil hutan secara langsung, misalnya mengambil kayu sebagai hasil utama hutan. b. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara tidak langsung dapat dinikmati oleh masyarakat. Manfaat secara tidak langsung antara lain dapat mengatur tata air, mencegah erosi, sebagai areal wisata, menyerap karbondioksida, meningkatkan devisa negara dan lainnya. Berdasarkan sifat manfaatnya, Darusman 1989 diacu dalam Santoso 2008 manfaat hutan dibagi menjadi manfaat yang bersifat tangible dan intangible. Manfaat tangible adalah manfaat yang berbentuk material misalnya kayu, rotan, getah, daun dan lain-lain. Sedangkan manfaat intangible adalah manfaat yang berbentuk immaterial misalnya jasa lingkunganpemandangan, pendidikan, tata air, plasma nutfah dan sebagainya. Menurut Barbier 1995 diacu dalam Hutajulu 2010, kehilangan keanekaragaman hayati memberikan konsekuensi hilangnya nilai ekonomi potensial dari hutan seperti: produk hutan non kayu, bahan genetik untuk industri farmasi, bioteknologi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta jenis-jenis kayu yang tidak dipasarkan.

2.2 Penebangan Liar

Istilah penebangan liar illegal-logging muncul ketika banyak terjadi penebangan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab terhadap fungsi dan manfaat hutan. Illegal dalam bahasa Inggris artinya tidak sah atau dilarang atau bertentangan dengan hukum yang berlaku, sedangkan logging berarti menebang kayu dan selanjutnya dibawa ke tempat penggergajian. Dilain pihak illegal logging juga dapat diartikan sebagai kegiatan penebangan hutan liar, berarti bahwa melakukan penebangan hutan dengan tidak menggunakan kaidah atau norma yang berlaku dan mengabaikan kaidah silvikultur Wijanto 2008. Smith 2002 diacu dalam Wijanto 2008 menggunakan istilah illegal logging untuk menunjukkan adanya penebangan kayu yang dihubungkan dengan kegiatan yang tidak sesuai dengan hukum nasional dan daerah. Selanjutnya bahwa yang termasuk dalam kegiatan illegal logging adalah 1 melakukan perusakan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil dari hutan 2 melakukan penebangan tanpa ijin dan atau dari areal yang dilindungi 3 menebang spesies yang dilindungi dan atau kayu yang melebihi batas perjanjian dan 4 melakukan penebangan yang melanggar atau tidak sesuai dengan kewajiban didalam kontrak perjanjian. Sukardi 2005 diacu dalam Setianingsih 2009 mendefinisikan illegal logging adalah rangkaian kegiatan dalam bidang kehutanan dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan kayu yang bertentangan dengan hukum yang berlaku atau berpotensi merusak hutan. Conteras-Hermosilla 2002 diacu dalam Setianingsih 2009 menyebutkan beberapa faktor penyebab terjadinya pencurian kayu: a. Kegiatan kehutanan melibatkan areal yang luas, dapat terjadi ditempat yang jauh, sehingga lolos dari keamanan publik dan badan pengawas. Walaupun adanya teknologi pengindraan jauh, tetapi kapasitas untuk memonitor dan menegakkan hukumnya rendah; b. Di negara yang kaya sumberdaya hutan tetapi pembangunan ekonominya rendah jarang ditemukan informasi akurat tentang volume pohon yang ada, kualitas sumberdaya hutan, distribusi spesies, dan lokasi geografis lainnya. Kegiatan inventarisasi hutan dan rencana pengelolaan hutan tidak sempurna dilakukan, sehingga monitoring sulit dilakukan; c. Pengelolaan sumberdaya alam lebih memprioritaskan aspek ekonomi, diantaranya dengan adanya pandangan bahwa keberadaan hutan kurang ekonomis dibandingkan dengan lahan yang digunakan untuk pertanian intensif; d. Hak kepemilikan lahan hutan yang kurang jelas serta batas lahan hutan di lapanganpun kurang jelas diketahui; e. Gaji pegawai pemerintah yang jauh lebih rendah harus mengawasi kayu yang bernilai ekonomi tinggi mendorong terjadi pelanggaran atas jabatan; f. Hukuman bagi pelaku illegal logging sangat rendah, sehingga tidak menimbulkan efek jera. Faktor penyebab terjadinya pencurian kayu di Indonesia bukan ditentukan oleh faktor tunggal, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi. Ketimpangan supply dan demand kayu, masalah sosial-ekonomi masyarakat sekitar hutan, rendahnya apresiasi publik terhadap nilai ekosistem hutan, penegakan hukum dan tingkat ketaatan hukum yang masih lemah sampai maraknya korupsi dalam pembalakan liar merupakan beberapa faktor kunci terjadinya praktek illegal logging di Indonesia. Sukardi 2005 diacu dalam Setianingsih 2009 menyebutkan modus operasi yang sering dilakukan dalam pencurian kayu adalah sebagai berikut : a. Modus di daerah hulu 1. Melakukan penebangan tanpa ijin, dilakukan oleh masyarakat dan hasil tebangannya dijual kepada cukong kayu atau oknum pengusaha industri kehutanan 2. Melakukan penebangan diluar ijin yang telah ditetapkan konsesinya oleh pemerintah, biasanya dilakukan oleh oknum pemegang konsesi HPH dan HTI. b. Modus di jalur pengangkutan dan di daerah hilir 1. Pengangkutan kayu tanpa dilengkapi dokumen yang sah. 2. Pengangkutan kayu dilengkapi dokumen palsu 3. Jumlah kayu yang diangkut tidak sesuai dengan data yang ada dalam dokumen yang sah. 4. Penggunaan dokumen sahnya kayu yang berulang-ulang. 5. Penggunaan dokumen lain diluar dokumen yang telah ditetapkan, misalnya penggunaan faktur kayu sebagai pengganti dokumen sahnya kayu; hal ini disebabkan oleh terjadinya praktek kolusi antara oknum pejabat, pengusaha, dan penegak hukum.

2.3 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERUM PERHUTANI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN (Studi Di Wilayah Perum Perhutani KPH Malang)

1 8 17

Analisis finansial prospek pengelolaan hutan tanaman pinus di KPH Lawu Ds Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 10 111

Efektivitas kolaborasi antara perum perhutani dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 32 102

Penentuan Daur Optimal dengan Faktor Pencurian Kayu di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

1 21 78

Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah

1 41 109

Pemodelan spasial kerawanan pencurian kayu menggunakan sistem informasi geografis di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 9 85

Peran Perempuan dalam Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)

0 13 203

Peningkatan Peran Masyarakat dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Malang Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 14 132

Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 9 114

Peran Perempuan dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus di Desa Bareng, RPH Alasgung, BKPH Bareng, KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

0 4 135