f. Hukuman bagi pelaku illegal logging sangat rendah, sehingga tidak
menimbulkan efek jera. Faktor penyebab terjadinya pencurian kayu di Indonesia bukan ditentukan
oleh faktor tunggal, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi. Ketimpangan supply dan demand kayu, masalah sosial-ekonomi
masyarakat sekitar hutan, rendahnya apresiasi publik terhadap nilai ekosistem hutan, penegakan hukum dan tingkat ketaatan hukum yang masih lemah sampai
maraknya korupsi dalam pembalakan liar merupakan beberapa faktor kunci terjadinya praktek illegal logging di Indonesia.
Sukardi 2005 diacu dalam Setianingsih 2009 menyebutkan modus operasi yang sering dilakukan dalam pencurian kayu adalah sebagai berikut :
a. Modus di daerah hulu
1. Melakukan penebangan tanpa ijin, dilakukan oleh masyarakat dan hasil
tebangannya dijual kepada cukong kayu atau oknum pengusaha industri kehutanan
2. Melakukan penebangan diluar ijin yang telah ditetapkan konsesinya
oleh pemerintah, biasanya dilakukan oleh oknum pemegang konsesi HPH dan HTI.
b. Modus di jalur pengangkutan dan di daerah hilir
1. Pengangkutan kayu tanpa dilengkapi dokumen yang sah.
2. Pengangkutan kayu dilengkapi dokumen palsu
3. Jumlah kayu yang diangkut tidak sesuai dengan data yang ada dalam
dokumen yang sah. 4.
Penggunaan dokumen sahnya kayu yang berulang-ulang. 5.
Penggunaan dokumen lain diluar dokumen yang telah ditetapkan, misalnya penggunaan faktur kayu sebagai pengganti dokumen sahnya
kayu; hal ini disebabkan oleh terjadinya praktek kolusi antara oknum pejabat, pengusaha, dan penegak hukum.
2.3 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
2.3.1 Sejarah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM
Sejarah pengelolaan hutan di Pulau Jawa bermula dengan pola pendekatan
polisional security approach atau pendekatan melalui penjagaan sistem keamanan yang kuat. Istilah ini sering digunakan Belanda saat menjajah
Indonesia. Namun sejak abad 18 berubah menjadi pendekatan kesejahteraan prosperity approach hal ini disebabkan tuntutan perubahan lingkungan dan
sosial masyarakat. Salah satu tindakan yang dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan ini yaitu dengan dimulainya reboisasi dengan sistem tumpang sari.
Tahun 1974 Perum Perhutani membuat program MA-LU Mantri Lurah yakni program yang bertujuan untuk menggalang kerjasama antara mantri dan
lurah dalam memberikan informasi kepada pesanggem tentang agroforestery dan aspek pertanian lainnya. Tahun 1982 dikembangkan menjadi program pembinaan
Masyarakat Desa Hutan PMDH, kemudian tahun 1995 disempurnakan menjadi program Pembinaan Masyarakat Desa Hutan Terpadu PMDHT yang di
dalamnya terdapat program pengembangan sumberdaya manusia secara terpadu. Merespon tuntutan perubahan, perkembangan situasi reformasi, maka tahun
2001 lahirlah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM dengan ciri bersama, berdaya dan berbagi yang berbasis lahan dan bukan lahan. Tahun 2007
PHBM dikembangkan menjadi PHBM Plus hingga sekarang demi mewujudkan visi dan misi Perhutani dalam meningkatkan pelaksanaan yang fleksibel,
akomodatif, partisipatif dengan kesadaran tanggung jawab sosial serta mampu meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia IPM menuju “Masyarakat Desa
Hutan Mandiri dan Hutan Lestari” Perum Perhutani 2010
2.3.2 Pengertian Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM
Menurut Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor: 682KPTSDIR2009, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM merupakan sistem pengelolaan
sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak
yang berkepentingan stakeholders dengan jiwa berbagi. Pihak yang berkepentingan stakeholders dalam PHBM adalah pihak-pihak diluar Perum
Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya PHBM. Pihak lain tersebut
diantaranya adalah Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha Swasta,
Lembaga Pendidikan, Lembaga Donor serta Forum komunikasi PHBM tingkat propinsi, kabupaten, dan kecamatan.
Prinsip-prinsip dasar Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM yang tertera di dalam keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani No.
136KPTSDIR2001 adalah : 1.
Prinsip keadilan demokratis 2.
Prinsip keterbukaan dan kebersamaan 3.
Prinsip pembelajaran bersama dan saling memahami 4.
Prinsip kejelasan hak dan kewajiban 5.
Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan 6.
Prinsip kerjasama kelembagaan 7.
Prinsip perencanaan partisipatif 8.
Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur 9.
Prinsip perusahaan sebagai fasilitator 10.
Prinsip kesesuaian pengelolaan dan karakteristik wilayah Berdasarkan Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 682KPTSDIR2009
tentang Pedoman Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat menyatakan bahwa Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat
PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional
dan profesional guna mencapai visi dan misi perusahaan. Sedangkan tujuan adanya Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat PHBM adalah
untuk: a.
Meningkatkan tanggung jawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya
hutan b.
Meningkatkan peran perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan
c. Memperluas akses masyarakat desa hutan dalam pengelolaan sumberdaya
hutan
d. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan dengan kegiatan
pembangunan wilayah sesuai kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan
e. Meningkatkan sinergitas dengan Pemerintah Daerah dan stakeholder
f. Meningkatkan usaha-usaha produktif menuju masyarakat desa hutan mandiri
yang mendukung terciptanya hutan lestari. g.
Mendukung keberhasilan pembangunan daerah dengan IPM melalui indikator utama yaitu tingkat daya beli, tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan.
Kegiatan yang dilaksanakan PHBM terdiri dari kegiatan yang berbasis pada lahan hutan dan kegiatan berbasis bukan lahan hutan, yang dilakukan di dalam kawasan
hutan negara serta dapat dikembangkan diluar kawasan hutan negara. Sistem kemitraan antara masyarakat desa hutan dengan Perhutani dilaksanakan dengan
pembentukan Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH yang merupakan organisasi non-pemerintah berbasis desa.
2.3.3 Upaya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM