4.6.1 Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
Tahap awal dalam melakukan analisis strategi pengembangan usaha pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor melalui identifikasi
komponen SWOT. Faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan dan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap
pengembangan usaha pengolahan pindang ikan. a.
Kekuatan 1
Harga jual kompetitif Ikan pindang merupakan salah satu sumber protein hewani
yang harganya relatif lebih murah jika dibandingkan dengan sumber protein lainnya seperti daging, ayam, telur, ikan segar dan
produk olahan ikan lainnya, sehingga harganya sangat terjangkau oleh masyarakat. Dilihat dari segi nilai gizi ikan pindang
mempunyai kandungan gizi yang lengkap.
2 Jaringan pemasaran sederhana
Jaringan pemasaran ikan pindang sangat sederhana tidak diperlukan ijin khusus untuk memasarkannya. Untuk usaha skala
menengah biasanya diambil oleh pedagang besar, lalu dijual ke pedangang pengecer setelah itu dipasarkan langsung ke pasar
tradisional, namun ada juga pedagang pengecer yang mengambil langsung ke produsen. Untuk pengolah skala kecil biasanya hasil
olahannya langsung dikirim ke pedagang pengecer di pasar yang sudah menjadi binaannya. Untuk pengolah pindang ikan skala
mikro biasanya memasarkan langsung produknya ke konsumen baik di pasar maupun di jual keliling.
3 Manajer adalah pemilik usaha
Pengelolaan usaha pengolahan pindang ikan umumnya bersifat one man show. Yang menjadi manajer adalah pemilik
usaha itu sendiri sehingga semua keputusan yang strategis bisa langsung diputuskan dengan segera seperti pembelian bahan baku
dan penentuan harga jual produk. Bahkan pemilik usaha sering merangkap tugas pokok dan fungsi sebagai seorang tenaga
pemasaran, tenaga penjualan, dan kadang juga sebagai kurir untuk mengantarkan produknya ke pasar. Dengan demikian semua
pekerjaan langsung bisa dikontrol oleh pemiliknya langsung.
4 Lokasi usaha berdekatan dengan pasar
Usaha pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor umumnya berdekatan dengan pasar, hal ini menjadi kekuatan
tersendiri untuk bersaing, karena selain transportasi lebih murah pada umumnya para pengolah dapat mengetahui kondisi pasar serta
mampu memprediksi permintaan konsumen.
b. Kelemahan
1. Mutu produk belum stabil
Mutu produk yang kurang stabil merupakan salah satu kendala dalam pengembangan usaha pemindangan ikan. Banyak faktor yang
menyebabkan kurang stabilnya kualitas produk ikan pindang baik skala mikro, kecil dan menengah, diantaranya : kurangnya
pengetahuan SDM tentang sanitasi dan higienis, keterbatasan sarana dan prasarana, bahan baku pada umumnya ikan beku sehingga
kualitasnya sulit untuk diketahui secara pasti dan adanya anggapan bahwa konsumen belum mempersyaratkan kualitas yang prima,
karena berapapun yang diproduksi saat ini tetap laku selama harganya murah.
2. Kemampuan SDM terbatas
Sebagian besar UMKM pengolahan pindang ikan tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun-
temurun. Namun ada juga yang dulunya pedagang ikan pindang di pasar yang telah berkembang sehingga mampu memproduksi sendiri.
Keterbatasan SDM baik dari segi pendidikan formal maupun
pengetahuan dan keterampilan sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit
untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi
perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya. Umumnya pengetahuan SDM mengenai
kualitas produk, sanitasi dan higienis sangat minim. Namun beberapa yang mau belajar dan menekuni dengan baik bisa berhasil
dengan perkembangan yang cukup pesat.
3. Penanganan limbah belum optimal
Limbah dari pengolahan pindang ikan sampai saat ini belum ditangani dengan serius, bahkan banyak yang langsung dialirkan di
saluran air. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka akan berakibat pencemaran lingkungan yang berakibat pada masalah sosial dengan
tetangga sekitar. Limbah yang dihasilkan oleh sisa rebusan mengandung banyak protein sehingga apabila dibiarkan akan
menimbulkan pencemaran air dan udara. Padahal jika dikelola dengan baik limbah cair ini bisa dimanfaatkan untuk pembuatan
petis dan kecap ikan.
4. Akses permodalan lemah
Akses permodalan merupakan salah satu kendala bagi para pengolah pindang yang kemampuan finansialnya terbatas. Pada
umumnya pihak bank sangat sulit untuk mengucurkan pinjaman walaupun banyak program pemerintah yang telah digulirkan untuk
membantu UMKM dalam hal permodalan, misalnya KUR, Kredit Usaha Mandiri dan sebagainya. Kekawatiran pihak bank untuk
menolak kredit mereka cukup beralasan karena, penata usahaan keuangan mereka masih berantakan hanya berupa catatan-catatan
kecil bahkan ada yang tidak mencatat sama sekali yang penting setelah barang dagangannya laku ada lebihnya. Jaminan pinjaman
juga merupakan kendala yang dihadapi UMKM pemindangan ikan karena pada umumnya lahan yang dipakai untuk usaha adalah
warisan dan belum mempunyai sertifikat.
c. Peluang
1. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat merupakan peluang yang sangat bagus bagi perkembangan usaha pemindangan
ikan, karena semakin banyak jumlah penduduknya kebutuhan sumber protein juga akan meningkat yang bisa dipenuhi salah
satunya dengan mengkonsumsi ikan pindang.
2. Permintaan meningkat
Permintaan ikan pindang dari tahun ke tahun terus meningkat, hal ini terlihat dari jumlah produksi yang terus mengalami
peningkatan dari 3.393 ribu ton pada tahun 2010 menjadi 3.644 ton tahun 2011 Perikanan dan Peternakan Kab. Bogor, 2011
3. Tren konsumsi ikan semakin meningkat
Berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor 2012, tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Bogor
mengalami peningkatan dari 20,95 kg per kapita per tahun 2010 menjadi 22,15 kg per kapita per tahun 2011. Hal ini merupakan
peluang bagi pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan termasuk di dalamnya pengolahan pindang ikan.
4. Dukungan pemerintah
Dalam rangka menumbuh kembangkan UMKM, pemerintah telah mengulirkan berbagai macam program, khusus di bidang
perikanan kementerian terkait yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengulirkan program kawasan minapolitan,
industrialisasi perikanan, dan gemarikan. Program yang digulirkan
merupakan salah satu cara untuk melakukan pembinaan, penataan industri pengolahan pindang ikan dan sebagai salah satu ajang
promosi untuk meningkatkan kegemaran masyarakat terhadap produk hasil perikanan.
d. Ancaman
1. Kesadaran masyarakat mengenai kualitas semakin meningkat
Seiring dengan semakin meningkatnya perekonomian dan pengetahuan masyarakat tentang kualitas maka merupakan ancaman
bagi usaha pengolahan pindang ikan jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas produk. Image masyarakat tentang ikan
pindang yang kurang baik harus segera di rubah karena sudah banyak unit pengolahan pindang ikan yang telah menerapkan
sanitasi dan higienis untuk menjaga mutu produknya.
2. Tingkat persaingan usaha
Tingkat persaingan usaha pengolahan pindang ikan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, baik dari usaha sejenis
maupun dari usaha substitusi lainnya. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor 2011, jumlah pemindang
ikan di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari 31 unit tahun 2009 menjadi 43 unit tahun 2011. Persaingan usaha pengolahan
pindang ikan selain dari wilayah Kab. Bogor juga datang dari luar daerah saat musim ikan seperti Palabuhan Ratu dan Pekalongan.
3. Bahan baku musiman
Bahan baku produk perikanan yang bersifat musiman merupakan salah satu ancaman bagi keberlanjutan industri
pengolahan pindang ikan. Maka dari itu perlu adanya kerjasama yang baik antara pengolah ikan dengan pemasok serta diperlukan
kebijakan dari pemerintah untuk menjamin ketersediaan bahan baku.
4. Fluktuasi harga bahan baku ikan
Ikan merupakan bahan baku utama pada usaha pengolahan pindang ikan, sesuai sifatnya ikan bersifat musiman maka,
kemungkinan terjadi perubahan harga sangat tinggi. Saat musim ikan harga bahan baku cenderung mengalami penurunan, sedangkan saat
tidak musim ikan harga bahan baku cenderung mengalami kenaikan hal ini disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan baku.
4.6.2 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha