Pengolahan dan Analisis Data

b. Penyiangan Tujuan penyiangan ini adalah menghilangkan kotoran yang ada pada tubuh ikan, dengan cara membuang sisik, sirip, insang, isi perut dan kotoran lain. Ikan berukuran besar disiangi sisik, sirip, insang dan isi perutnya serta dibelah tubuhnya untuk memudahkan penetrasi garam dan bumbu yang digunakan. Untuk ikan yang berukuran besar pembelahan dan pemotongannya disesuaikan dengan ukuran naya. Ikan berukuran sedang cukup disiangi tanpa dibelah, sedangkan ikan berukuran kecil tidak perlu disiangi, cukup dicuci. c. Pencucian Tujuan pencucian ini adalah untuk menghilangkan kotoran, bercak darah yang menempel pada ikan. Air yang digunakan untuk pencucian adalah air bersih sehingga tidak menjadi sumber kontaminan. d. Penyusunan ikan dalam beseknaya serta penaburan garam kristal di atasnya. Setelah ikan disiangi dan dicuci sampai bersih, ikan segera disusun secara teratur ke dalam besek sambil ditaburkan garam secukupnya. Usahakan agar ikan yang disusun dalam satu wadah mempunyai ukuran yang relatif seragam, agar diperoleh ikan pindang dengan mutu dan rasa yang seragam pula. Setelah itu besek yang telah berisi ikan disusun kemudian di ikat dengan tali rafia, sehingga mudah untuk diangkat dan dimasukkan bak perebusan. Garam yang digunakan dalam proses pemindangan berfungsi untuk memberikan rasa gurih pada ikan, menurunkan kadar cairan di dalam tubuh ikan dan mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk maupun organisme lain. Garam yang ditaburkan berbentuk kristal dengan jumlah berkisar 5-10 dari berat total ikan, tergantung selera. e. Perebusan Sebelum dilakukan perebusan ikan terlebih dahulu disiapkan larutan garam dalam bak perebusan, dengan konsentrasi 10–20 dari jumlah air. Setelah itu air larutan garam dipanasi sampai mendidih. Setelah air mendidih, maka besek yang berisi ikan dimasukkan kedalam bak perebusan selama 15 menit–2 jam, tergantung besar kecilnya ikan. Biasanya ikan yang telah masak ditandai oleh retaknya daging pada bagian ekor. Untuk merebus ikan dapat menggunakan kayu bakar, atau gas elpiji sebagai sumber panas. Kayu bakar yang digunakan sebaiknya dipilih kayu yang tidak menimbulkan bau kurang sedap, agar tidak mempengaruhi mutu ikan pindang. Api yang digunakan untuk merebus, sebaiknya tidak terlalu besar agar seluruh bagian tubuh ikan menjadi benar-benar matang. Bila api terlalu besar, biasanya tubuh ikan bagian luar akan menjadi hancur, sedangkan bagian dalam masih mentah, sehingga tidak menarik konsumen. Selama proses perebusan berlangsung dilakukan pembuangan busa secara berkala, sehingga larutan garam yang telah mendidih tetap bersih dari kotoran yang dilepaskan oleh garam dan ikan. f. Penirisan Penirisan dapat dilakukan dengan cara meletakkan produk pada lantai yang bersih atau bisa juga digantung per ikatan besek. Untuk mendapatkan daya awet yang tinggi, sebaiknya ikan pindang diletakkan di dalam ruangan yang kering dan bersuhu rendah. Ikan hasil pemindangan tidak boleh diletakkan di dalam ruangan yang lembab atau basah, karena hal ini dapat meningkatkan aktivitas bakteri ataupun mikroorganisme lain dan dengan demikian menurunkan mutu ikan pindang. g. Distribusi Setelah semua pindang masak pada malam hari itu juga langsung dilakukan pendistribusian ke pasar-pasar. Untuk pengolah skala menengah biasanya menggunakan mobil pick up dan ditutup dengan terpal untuk menghindari kontaminasi dengan udara luar. Untuk usaha pemindangan skala kecil biasanya pendistribusian produknya dengan menggunakan sepeda motor atau naik angkot. Untuk lebih jelasnya alur proses pembuatan pindang Besek cue disajikan pada Gambar 9. Gambar 9. Alur proses pembuatan pindang Besek cue Penerimaan Bahan baku Sortasi Ukuran, jenis dan tingkat kesegaran Penyiangan Pencucian Penyusunan ikan pada besek dan Penaburan kristal garam di atasnya 5-15 Perebusan 100 C Penirisan Disusun pada tempat yang bersih Distribusi Gambar 10. Produk olahan pindang beseknaya cue

4.4 Kelayakan Pengembangan Usaha Pengolahan Pindang Ikan

Analisis kelayakan usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Analisis kelayakan mencakup beberapa aspek diantaranya aspek teknis, keuangan dan sosial ekonomi. Analisis ini dilakukan untuk membantu para pelaku usaha pengolahan pindang skala mikro, kecil dan menengah untuk mengembangkan usahanya.

4.4.1 Aspek Teknis

Untuk melihat kelayakan unit usaha pengolahan pindang ikan dari aspek teknis diperlukan pembahasan mengenai hal-hal berikut : 1. Bangunan Pengolah pindang ikan skala mikro, umumnya tidak mempunyai bangunan khusus untuk memproduksi pindang ikan, namun menyatu dengan rumah, kadang berada di teras belakangsamping rumah. Untuk unit pengolahan pindang ikan skala kecil dan menengah umumnya sudah mempunyai bangunan khusus untuk pengolahan pindang ikan. Bangunan terdiri dari cold storage atau tempat frezzer, gudang penyimpanan besek, gudang garam, dan ruang produksi. Walaupun semua unit pengolahan pindang ikan belum mempunyai Sertifikat Kelayakan Pengolahan SKP dan SOP, namun telah nampak adanya upaya untuk menerapkan sanitasi dan higienis, hal ini terlihat dari lantai yang sudah di plester, sehingga air bekas cucian dengan mudah mengalir. Namun masih perlu perbaikan- perbaikan. 2. Peralatan Pengolahan pindang ikan merupakan salah satu produk olahan yang pengolahannya cukup sederhana sehingga peralatan yang digunakan juga cukup sederhana. Peralatan yang digunakan untuk membuat pindang ikan adalah badeng, bak perebusan, bak untuk pencucian, serok untuk membersihkan busa pada air rebusan, keranjang dan meja produksi. Peralatan yang mudah berkarat seperti bak perebusan, badeng, dan meja produksi terbuat dari stainless stell, sehingga dapat bertahan lama. 3. Bahan Baku Bahan baku merupakan faktor penting dalam keberlanjutan suatu industri. Sebelum memulai usaha, perlu dilakukan analisis tentang ketersediaan bahan baku. Berdasarkan studi di lapangan sampai saat ini bahan baku pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor masih tersedia dengan cukup. Hal ini bisa terjadi karena, walaupun Kabupaten Bogor tidak mempunyai laut, namun berdekatan dengan gudang ikan beku Nasional yang berada di Muara Baru dan Muara Angke. Biasanya ikan didatangkan dari pelabuhan perikanan di seluruh Indonesia saat musim ikan. Di wilayah Kabupaten Bogor, juga tersedia distributor ikan laut beku yang mempunyai cold storage dengan kapasitas sekitar 1000 ton. 4. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang terlibat dalam pengolahan pindang ikan, umumnya tidak perlu memiliki ketrampilan khusus, sehingga tersedia di lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil survey lapangan, diperoleh keterangan bahwa pada umumnya tenaga kerja dibayar borongan dengan upah Rp200-300 per kg. 5. Teknologi Proses pengolahan pindang ikan menggunakan teknologi sederhana karena dalam proses pemindangan belum menggunakan mesin-mesin dan peralatan canggih. Teknologi pengolahan pindang ikan bersifat tradisional, sebagian besar dapat diperoleh dengan mudah di lingkungan sekitar. 6. Teknik Produksi Pindang ikan merupakan salah satu produk olahan tradisional hasil perikanan yang merupakan gabungan dari penggaraman dan perebusan sehingga memberikan rasa yang khas. Tahapan pembuatan pindang ikan meliputi penerimaan bahan baku, sortasi ukuran, jenis dan tingkat kesegaran, penyiangan, pencucian, penyusunan pada besekbadeng, perebusan, penirisan dan distribusi. Prosesnya cukup sederhana, sehingga bisa dilakukan oleh semua orang. 7. Pemasaran Pindang ikan merupakan sumber protein yang harganya relatif murah dan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Pindang ikan sampai saat ini, sebagian besar dipasarkan di pasar tradisional walaupun ada beberapa yang sudah masuk supermarket Giant dan Carfour. Permintaan pindang ikan dari tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari volume produksi tahun 2011 yaitu 4.388 ton mengalami peningkatan sebesar 7,41 jika dibandingkan tahun 2010 yaitu 3.393 ton. Permintaan pindang ikan yang semakin meningkat ini seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor yang terus meningkat dari 5,09 tahun 2010 menjadi 5,70 tahun 2011 dan peningkatan jumlah penduduk dari 4.477 ribu jiwa tahun 2009 menjadi 4.771 ribu jiwa tahun 2010.

4.4.2 Aspek Keuangan

Analisis keuangan dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi yaitu PBP, NPV, IRR dan BC ratio. Dari analisis keuangan diperoleh informasi tentang kelayakan usaha pengolahan pindang ikan sesuai dengan skala usaha. Apabila layak, maka dapat menjadi salah satu motivasi untuk mengembangkan usaha dan menjadi inspirasi bagi para calon wirausahawan baru untuk membuka usaha sejenis, sehingga berdampak pada pengurangan pengangguran. Masing-masing skala usaha mempunyai karakteristik berbeda-beda, khususnya dilihat dari omset, modal usaha, jumlah bahan baku yang digunakan dan jumlah produksi, sehingga dalam analisis keuangan ini dilakukan pemisahan berdasarkan skala usaha, yaitu mikro, kecil dan menengah.

a. Skala Mikro

Analisis kelayakan usaha pengolahan pindang ikan skala mikro ditujukan pada unit usaha yang hasil penjualan tahunan di bawah 300 juta rupiah. Pengambilan contoh unit usaha skala mikro diambil dengan metode purposive sampling agar mendapatkan informasi dan data yang lengkap. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, untuk memproduksi ikan pindang 50 kg per hari diperlukan investasi awal Rp13.740.300,00 dengan pengeluaran terbanyak untuk pembelian tanah dan bangunan Rp12.000.000,00. Secara lengkap kebutuhan biaya untuk investasi awal disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan perhitungan rugilaba selama 1 satu tahun didapatkan keuntungan Rp15.179.940,00 dan jika pajak penghasilan diperhitungkan 15, maka keuntungan bersih Rp12.902.949,00. Perhitungan rugilaba ini sudah memperhitungkan gaji pemilik usaha dan satu orang tenaga kerja yang masing- masing mendapatkan gaji Rp1.300.000,00 per bulan. Untuk memproduksi per kg pindang ikan diperlukan biaya Rp14.657,00 namun jika biaya tetap tidak diperhitungkan maka biaya produksi per kg sebesar Rp12.570,00.