15
2.6 Sistem Informasi Geografis
Pengertian sistem informasi geografis SIG telah diuraikan oleh banyak ahli dan memiliki arti yang realatif sama. Chang 2004, menyatakan SIG adalah
suatu sistem
komputer untuk
merekam, menyimpan,
menghubungkan, manganalisis dan menampilkan data bereferensi geografik. Data yang bereferensi
geografik data geospasial adalah data yang menggambarkan lokasi dan karakteristik objek spasial seperti jalan, persil lahan, tegakan vegetasi di atas
permukaan bumi. SIG dapat membantu proses pemodelan dengan cara memproses, menampilkan,
dan mengintegrasikan
berbagai sumber
data. Menurut
Danoedoro 2012, SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, mengelola, menganalisis, dan mengaktifkan atau memanggil
kembali data yang mempunyai referensi keruangan, untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan.
SIG tumbuh sebagai respon sebagai atas kebutuhan akan pengelolaan data keruangan yang lebih efisien dan mampu menyelesaikan masalah-masalah
keruangan. Aplikasi SIG sudah banyak digunakan untuk pengelolaan penggunaan lahan dibidang pertanian, kehutanan, serta pembangunan pemukiman penduduk
dan fasilitasnya. Berbagai bentuk analisis spasial dapat dilakukan dengan menggunakan SIG termasuk untuk menentukan kesesuaian habitat dan kesesuaian
lahan untuk penggunaan tertentu. SIG juga memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan basis data hingga pada penyajian output dengan format yang mudah
dimengerti oleh pengguna dan mudah dimutakhirkan.
Aplikasi SIG dalam mengestimasi wilayah-wilayah berpotensi perlebahan dilakukan dengan menganalisa persyaratan lokasi yang baik untuk budidaya madu
Wayan 2005. Pada aplikasi ini, kita melihat potensi wilayah untuk budidaya madu dari berbagai aspek berdasarkan data penunjang, dan pengalaman lapang
peternak lebah. Suatu daerah dikategorikan berpotensi untuk produksi lebah madu potensial apabila secara fisik lahan lebah bisa memproduksi madu yang baik, dan
secara infrastruktur dan legal masyarakat bisa dijangkau oleh masyarakat untuk pemanenan.
Latifah 2011 menggunakan teknologi SIG untuk mengetahui dan memetakan wilayah-wilayah berpotensi untuk dijadikan tempat budidaya lebah
madu. Persyaratan lokasi yang baik untuk budidaya lebah madu adalah di sekitar tempat pemeliharaan lebah tersedia cukup tanaman pakan lebah, tempat terbuka,
wilayah dengan kemiringan lereng 15-25, jarak dengan sumber air minimal 200-300 meter, jauh dari keramaian, polusi dan pencemaran.
2.7 Analisis Multikriteria Spasial
SIG memiliki alat untuk mengelola dan menghasilkan informasi bereferensi geografis dalam berbagai skala yang dibutuhkan termasuk evaluasi kesesuaian
habitat. Multi-Criteria Evaluation MCE menyediakan teknik dan alat untuk pemodelan yang menghubungkan kesesuaian habitat dengan species yang
berbeda. Kriteria yang digunakan untuk proses evaluasi sumberdaya alam tersebut antara lain adalah multi tujuan, skala ketergantungan, dan kebutuhan model
keahlian dan persyaratan tambahan yang digunakan dalam proses. Faktor habitat
16 dari sebuah spesies berhubungan dengan habitat lokal spesies atau lansekap
sekeliling habitat Store dan Jokimaki 2003. Analisis MultikriteriaMulti-Criteria Evaluation MCE secara umum
didefinisikan sebagai sebuah cara pengambilan keputusan dan sebuah alat matematis yang memungkinkan perbandingan dari berbagai alternatif atau
skenario berdasarkan banyak kriteria, seringkali terjadi konflik, dengan tujuan memberi petunjuk pada pengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang
adilobjektif Roy dalam Chakkar dan Mousseau 2007. Metode MCE telah digunakan sebagai teknik pemodelan kartografi yang menyediakan sebuah pilihan
alternatif dasar untuk mengevaluasi sejumlah alternatif pilihan yang terdapat di suatu lapangan dengan banyak kriteria. Nijkamp et al. 1990 dalam Store dan
Jokimaki 2003 .
Setelah proses identifikasi dan persiapan terhadap kriteria yang akan digunakan, tahapan selanjutnya adalah menghitung dan mengkuantifikasi
pengaruh relatifsignifikansi dari masing-masing kriteria. Seringkali masing- masing kriteria memiliki pengaruh yang berbeda terhadap hasil yang dikeluarkan.
Untuk mengetahui besaran pengaruh kuantitatif dari masing-masing kriteria, setiap kriteria harus diurutkan berdasarkan tingkat pengaruhnya dengan
menggunakan
prosedur pengurutanrangking
dan pembobotanweighting.
Penetapan rangking dan bobot dalam analisis multikriteria ini merupakan bagian yang paling sulit sehingga memerlukan proses diskusi, verifikasi lapang dan
modifikasi yang berulang untuk mendapatkan hasil yang baik Liu et al. 2009. Beberapa metode yang digunakan dalam analisis multikriteria MCE diantaranya,
1 Boolean combination, 2 Index overlay, 3 Algebraic combination, 4 Bayesian Probability, 5 Dempster-Shafer Theory, 6 Weighted linear factor
atau lebih dikenal dengan Analytical Hierarchy processAHP, 7 Fuzzy logic dan Vectorial
fuzzy modelling
. Pilihan-pilihan
metode ini
tergantung pada
kompleksitas data yang tersedia Liu et al. 2009. Marchi et al. 2002 membuat desain penelitian untuk penilaian proses
sosial dan lingkungan, dimana langkah-langkah dalam desain penelitiannya terdiri atas: 1 evaluasi multikriteria, digunakan sebagai sarana untuk memahami
struktur utama dari masalah yang dihadapi dan untuk mengeksplorasi dimensi kualitatif, 2 analisis struktur kepentingan kekuasaan dan pemangku kepentingan
mulai dari tingkat lokal sampai ke aktor-aktor sosial di daerah dengan cara analisis kelembagaan, 3 penelitian lapangan melalui wawancara mendalam
dengan aktor kunci, dan survei pendekatan residen. Pendekatan ini telah terbukti sangat efektif untuk mencari beberapa solusi dari permasalahan secara partisipatif.
Store dan Jokimaki 2003 melakukan penelitian tentang penggunaan MCE untuk menghasilkan informasi ekologi bereferensi geografik. Keuntungan utama dari
metode ini adalah memungkinkan adanya hubungan yang mempertimbangkan faktor habitat pada skala yang berbeda, dan menggabungkan evaluasi kesesuaian
habitat beberapa spesies dengan pembobotan dan cara yang berbeda, serta mampu mengintegrasikan model empiris dan pengetahuan para ahli.
Ronald dan Murayama 2010 menggunakan SIG dan teknik MCE untuk mengevaluasi kesesuaian budidaya lebah madu di Provinsi La Union, Filipina.
Penelitian tersebut menyajikan sebuah metode empiris untuk pengambilan keputusan dengan menggunakan SIG serta partisipasi stakeholders dan expert.
Model konseptual empiris yang digunakan terdiri atas tiga komponen utama yaitu
17 pembuatan dan manajemen database, analisis spasial dan multi-kriteria serta
proses validasi. Sebagai bagian integral dari model, peta kesesuaian akhir divalidasi dengan metode analisis korelasi yang melibatkan data hasil produksi
madu eksisting dan menghitung nilai kesesuaian. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat korelasi relatif antara indeks kesesuaian dengan produksi madu.
Hasil akhir proses analisis spasial memungkinkan data-data dari berbagai sumber tersebut diolah bersama secara terintegrasi dengan menjadikan atribut
posisi geografis sebagai faktor penghubung kunci. Proses ini merupakan analisis yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan unit spasial baru yang diasumsikan
homogen dimana pada unit tersebut terdapat seluruh informasi yang akan dijadikan dasar penetapan lahan tersedia untuk kegiatan budidaya lebah madu.