Penetapan Nilai Bobot Kriteria Kesesuaian Habitat Lebah Madu

27 Kriteria, faktor dan subfaktor yang dianggap memberikan pengaruh terhadap penentuan lokasi tersebut diberi bobot melalui proses wawancara dengan para stakeholder dan pakar expert. yang terdiri atas: 1 orang petugas dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 2 orang petani dari Cianjur dan Batang-Jawa Tengah, 2 orang perwakilan dari lembaga usaha Apiari Pramuka Cibubur- Jakarta dan Pusat Perlebahan Nasional, Perum Perhutani serta 2 orang dosen Fakultas Peternakan IPB, Lab. Satwa Harapan. Konsistensi jawaban responden dan kemudahan responden dalam mengisi serta memahami sejumlah pertanyaan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan bentuk kuesioner AHP. Penelitian ini menggunakan modifikasi kuesioner, yang dibuat dalam kalimat terstruktur, dengan cara mengurutkan prioritas dari setiap kriteria, faktor dan subfaktor, kemudian diberi bobot berdasarkan urutan tersebut Lampiran 8. Bobot hasil pengolahan AHP dijadikan sebagai patokan dalam menentukan derajat kesesuaian untuk habitat lebah madu. Menurut Marimin 2008, pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari suatu responden ahli. Dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisipliner. Pendapat yang konsisten digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik dengan menggunakan persamaan berikut: 隙博 弔 = 彪敷 隙 沈 津 沈退怠 韮 dimana : 隙 博 弔 = Rata-rata geometrik n = Jumlah responden X i = Penilaian oleh responden Dishutbun, petani, pengusaha, akademisi

3.3.2.2 Penyusunan Persamaan Weighted Linear Combination WLC

WLC merupakan sebuah konsep yang didasarkan atas rata-rata bobot setiap kriteria yang distandarisasi kedalam sebuah interval numerik. Pengambil keputusan memberikan bobot secara langsung berdasarkan kepentingan relatif pada setiap atribut dalam peta. Alternatif yang terpilih adalah alternatif dengan nilai tertinggi hasil perhitungan. Perhitungan tersebut dihasilkan dengan menggunakan beberapa sistem dalam SIG seperti kemampuan overlay. Peta-peta yang digunakan sebagai kriteria untuk evaluasi, dikombinasikan untuk menentukan peta komposit yang merupakan output hasil perhitungan. Metode tersebut dapat diimplementasikan dalam bentuk raster ataupun vektor Drobne dan Lisec 2009. Nilai bobot yang diperoleh dari analisis AHP digunakan untuk menentukan persamaan WLC. Menurut Banai 1993 WLC menggabungkan sejumlah faktor dan bobot dalam suatu persamaan penjumlahan untuk menghasilkan sebuah peta kesesuaian yang dinyatakan dalam persamaan matematis berikut: 鯨 = 布 拳 沈 捲 沈 津 沈退怠 dimana : S : Kesesuaian Suitability w i : Bobot dari faktor ke-i x i : Bobot sub faktor ke-i n : Jumlah faktor i : Ketingggian, kemiringan lereng, suhu, dll 28 Faktor kendala Boolean constrains dapat diterapkan pada beberapa kasus, sehingga persamaan matematisnya dapat dimodifikasi menjadi perkalian antara kesesuaian Suitability dengan sejumlah kendala: 鯨 = 布 拳 沈 捲 沈 津 沈退怠 . 敷 潔 珍 津 珍退怠 dimana : c j : Kendala constrain dari faktor ke-j j : Tubuh air, ketinggian 150 m dpl dan 1400 m dpl, suhu 15 °C, kemiringan lereng 40 , kawasan padat pemukiman, curah hujan 3500 mmthn Persamaan untuk kesesuaian fisik lahan serta infrastruktur dan penggunaan lahan diperoleh melaui perkalian antara bobot faktor dan subfaktor dari masing- masing kriteria hasil pengolahan AHP. Persamaan kesesuaian untuk habitat lebah madu ditentukan oleh kedua kriteria tersebut dikalikan dengan konstrain. Menurut Eastman 2012 konstrain merupakan kriteria Boolean yang menjadi pembataskendala suatu analisis dalam menentukan wilayah yang sesuai untuk penggunaan tertentu. Metode yang biasa digunakan adalah membuat peta kendala dengan logika Boolean. Agregasi Boolean mengharuskan konstrain distandarisasi dengan skala Boolean yaitu 0 atau 1. Nilai 0 untuk yang tidak sesuai dan nilai 1 untuk yang sesuai. Dalam kasus ini konstrain merupakan area yang tidak sesuai untuk habitat lebah madu karena akan menghambat produktivitas lebah madu.

3.3.2.3 Pembuatan Peta Kesesuaian Habitat Lebah madu

Data yang digunakan untuk membangun kriteria kesesuaian ini berupa data ketinggian, kemiringan lereng, sebaran suhu, curah hujan, jaringan sungai dan jalan, kawasan pemukiman serta penggunaan lahan. Peta penggunaan lahan diperoleh dari peta penggunaan lahan tahun 2011 Bappeda. Data suhu diduga berdasarkan ketinggian tempat elevasi dari atas permukaan laut, karena keterbatasan data suhu di stasiun iklim. Pendugaan tersebut dengan menggunakan pendekatan rumus dari Braak 1928 dalam Ritung et al. 2007 yaitu: TemperaturSuhu = 26,3 ° C – 0,01 x elevasi dalam meter x 0,6 °C Proses pembuatan peta suhu disajikan pada Gambar 4. Setiap layer peta yang digunakan dalam analisis kesesuaian habitat lebah madu diberi atribut tambahan berupa bobot setiap subfaktor hasil analisis AHP. Tahap berikutnya adalah proses overlay dan field calculator setiap kriteria, faktor dan subfaktor. Proses pembobotan untuk kriteria, faktor dan subfaktor dilakukan Gambar 4 Bagan alir proses pembuatan peta suhu Peta ketinggian kontur Rasterisasi DEM Kontur 30 x 30 Rumus Braak 1928 Raster Calculator Reklasifikasi Raster Suhu Vektorisasi Peta Kelas Suhu Raster Suhu terklasifiksi 29 sesuai dengan persamaan WLC, serta menambahkan konstrain sebagai faktor kendala dalam persamaan tersebut. Derajat kesesuaian yang digunakan untuk klasifikasi tingkat kesesuaian habitat terdiri atas 3 kelas yaitu sangat sesuai S1, sesuai S2 dan tidak sesuai N. Pembagian tersebut dilakukan dengan memperhatikan pola sebarandistribusi nilai hasil proses WLC dan produktivitas lebah madu di Kabupaten Cianjur. Tahapan proses pembuatan peta kesesuaian habitat lebah madu dapat dilihat pada Gambar 5.

3.3.3 Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Lebah Madu

Analisis kesesuaian lahan untuk budidaya lebah madu bertujuan untuk menentukan lokasi yang sesuai dan optimal untuk budidaya lebah madu. Hasil analisis ini ditampilkan dalam peta kesesuaian lahan untuk budidaya lebah madu. Peta kesesuaian lahan budidaya lebah madu adalah peta yang menunjukan lokasi- lokasi yang sesuai untuk kegiatan pemeliharaan lebah madu, dimana lebah madu beserta pakannya berada dalam suatu lokasilahan sehingga dapat berproduksi secara optimal. Kegiatan budidaya tersebut meliputi kegiatan penanaman pakan lebah, pemeliharaan stup lebah dan produksi madu. Lokasi yang terpilih sebagai tempat budidaya, dapat direncanakan menjadi Taman Wisata Lebah sesuai Partisipatory Business Plan yang telah disusun. Analisis ini dilakukan dengan menggabungkan peta kesesuaian jenis pakan lebah dan peta kesesuaian habitat lebah melaui proses overlay.

3.3.4 Analisis Finansial Budidaya Lebah Madu

Analisis finansial budidaya lebah madu digunakan sebagai pendekatan untuk menghitung kelayakan usaha budidaya lebah madu jika dilakukan secara terintegrasi pada lokasi terpilih hasil analisis kesesuaian budidaya lebah madu. Pada lokasi terpilih tersebut dilakukan pembangunan sumber-sumber pakan lebah yang sesuai dalam suatu luasan tertentu, termasuk pengadaan prasarana untuk pengolahan, pemasaran, dan promosi produk. Untuk mengetahui kelayakan tersebut dibuat beberapa skenario dengan mempertimbangkan kegiatan penggembalaan, jumlah jenis pakan dan status lahan sebagai tempat budidaya. Gambar 5 Bagan alir tahapan proses pembuatan peta kesesuaian habitat lebah madu