Tanaman Pakan Lebah Regional Development Plan Based on Beekeeping Activity in Cianjur Regency

12 merupakan salah satu sumber pollen yang utama bagi lebah madu yang ditemukan hampir sepanjang tahun. e Kelengkeng Kelengkeng adalah tanaman keras yang termasuk dalam famili Sapindaceae Verheij dan Coronel 1992. Tanaman kelengkeng produktif banyak dijumpai di daerah Pingit-Temanggung 720 m dpl, Bandungan 690 m dpl, dan Banyubiru 300 m dpl di Kabupaten Ambarawa dan Semarang, Jawa Tengah Prawitasari 2001. Kelengkeng adalah tanaman asli daerah subtropik dimana terdapat perubahan musim dingin yang kering dan musim semi yang hangat, basah dan lembab. Kondisi demikian selain terdapat di daerah subtropik, sering juga dijumpai pada daerah dataran tinggi dan pegunungan tropik Nakasone dan Paull 1999. Tanaman kelengkeng menghendaki tanah yang subur, aerasi dan drainase yang baik dengan permukaan air tanah yang tidak terlalu dalam, bertekstur halus dan tidak berpasir Verheij dan Coronel 1992. Lengkeng menghendaki curah hujan yang tinggi yaitu 1500-3000 mm per tahun. Induksi bunga kelengkeng memerlukan suhu rendah 15-22 °C dengan kelembaban udara relatif rata-rata 60-80 Nakasone dan Paull 1999. f Kaliandra Kaliandra merupakan tanaman leguminosa, berupa pohon kecil atau perdu dan termasuk kedalam keluarga Leguminosae Macqueen 1996. Tanaman kaliandra secara alami berbunga sepanjang tahun. Di Indonesia, musim berbunga sangat bervariasi tergantung jumlah curah hujan serta penyebarannya, dan puncaknya berlangsung bulan Januari-April. Tanaman kaliandra yang masuk ke pulau Jawa berasal dari Guatemala Selatan yaitu spesies Calliandra calothyrsus berbunga merah dan Calliandra tetragona berbunga putih, sebagai pohon pelindung perkebunan kopi. Pada tahun 1974 Perum Perhutani melakukan penanaman kaliandra di seluruh areal kawasan hutan serta daerah aliran sungai di pulau Jawa. Tujuan program tersebut adalah mereklamasi lahan kritis dan melindungi komoditas hasil utama kehutanan Herdiawan et al. 2005. Spesies Calliandra calothyrsus merupakan salah satu spesies kaliandra yang sangat populer di Indonesia, sebagai tanaman multiguna untuk konservasi lahan, reklamasi lahan marginal, hijauan pakan ternak, pakan lebah, penyedia pupuk hijau dan bubur kayu Tangendjaja et al. 1992. Kaliandra dimanfaatkan sebagai sumber pakan penting untuk lebah madu yaitu berupa residu nektar yang dihasilkan dari bungannya Macqueen 1992. Tanaman kaliandra secara umum tumbuh alami di sepanjang bantaran sungai DAS dan dapat tumbuh dengan cepat menempati areal yang vegetasinya terganggu seperti di pinggir jalan. Tanaman ini tidak tahan terhadap tanah yang drainasenya buruk dan sering kali kalah bersaing dengan vegetasi sekunder lain Roshetko et al. 1997. Di pulau Jawa, kaliandra dapat tumbuh pada ketinggian diatas 1700 m dpl, tapi akan tumbuh subur dan sangat baik pada ketinggian antara 250 sampai 800 m dpl, dengan jumlah curah hujan 2000-2400 mmtahun dan bulan musim kering antara 3-6 bulan. Tanaman kaliandra memerlukan lingkungan bertemperatur harian 22-28 o C, toleransi tumbuh temperatur lingkungan maksimum bulanan antara 24-30 o C, dan minimum 18-22 o C Macqueen 1996. 13

2.4 Perencanaan Pengembangan Wilayah

Menurut Rustiadi et al. 2011 perencanaan pengembangan wilayah diartikan sebagai suatu bidang kajian yang bersifat multidisiplin meliputi aspek fisik, sosial, ekonomi, hingga manajemen. Kajian perencanaan pengembangan wilayah memiliki sifat-sifat yang berorientasi pada kewilayahan, futuristik dan berorientasi publik. Selain mengkaji seluruh aspek-aspek kewilayahan baik interaksi maupun interelasinya, dengan sifat futuristiknya membuat prediksi dan peramalan yang dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan publik. Pilar-pilar yang menunjang perencanaan pengembangan wilayah meliputi: 1 inventarisasi, klasifikasi dan evaluasi sumberdaya, 2 aspek ekonomi, 3 aspek kelembagaan institusional, 4 aspek lokasispasial. Sumberdaya adalah segala bentuk input yang dapat menghasilkan utilitas kemanfaatan proses produksi, atau penyediaan barang dan jasa. Sumberdaya memiliki sifat langka dan terbatas sehingga dalam pemanfaatannya memerlukan sistem alokasi tertentu. Selain itu secara spasial sumberdaya tersebar secara tidak merata baik kualitas maupun kuantitasnya. Sementara itu pada dasarnya manusia memiliki keinginan yang tak terbatas sehingga sebelum sumberdaya dapat dimanfaatkan perlu dilakukan inventarisasi, klasifikasi dan evaluasi sumberdaya sampai dapat diketahui persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi sehingga manusia dapat memanfaatkannya. Hasil dari suatu evaluasi sumberdaya menjadi dasar bagi tahap-tahap selanjutnya dalam perencanaan dan pengembangan wilayah. Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan. Dalam pengembangan wilayah, perlu terlebih dahulu dilakukan perencanaan penggunaan lahan yang strategis yang dapat mendatangkan keuntungan ekonomi wilayah strategic land-use development planning Djakapermana 2010.

2.5 Evaluasi Lahan

Menurut Sitorus 2004, Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011, evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan- penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tataguna lahan yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Kebijakan penggunaan lahan didasarkan pada berbagai aspek, yaitu : 1. Aspek teknis, yang menyangkut potensi sumberdaya lahan yang dapat diperoleh denga cara mengevaluasi kesesuaian lahan; 2. Aspek lingkungan, yaitu dampaknya terhadap lingkungan; 3. Aspek hukum, yaitu harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku; 4. Aspek sosial, menyangkut penggunaan lahan untuk kepentingan sosial. 14 5. Aspek ekonomi, yaitu penggunaan lahan yang optimal yang memberi keuntungan setinggi-tingginya tanpa merusak lahannya sendiri serta lingkungannya; 6. Aspek politik dan kebijakan pemerintah. Logika dilakukannya evaluasi lahan adalah : 1. Sifat lahan beragam, sehingga perlu dikelompokkan ke dalam satuan-satuan yang lebih seragam, yang memiliki potensi yang sama. 2. Keragaman ini mempengaruhi jenis-jenis penggunaan lahan yang sesuai untuk masing-masing satuan lahan 3. Keragaman ini bersifat sistematik sehingga dapat dipetakan 4. Kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dapat dievaluasi dengan ketepatan tinggi bila data yang diperlukan untuk evaluasi cukup tersedia dan berkualitas baik 5. Pengambilan keputusan atau penggunaan lahan dapat menggunakan peta kesesuaian lahan sebagai salah satu dasar untuk mengambil keputusan dalam perencanaan tataguna lahan Klasifikasi kesesuaian lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan kesesuiannya untuk tujuan tertentu. Pengelompokkan ini biasanya dilakukan oleh ilmuwan tanah dengan menggunakan satuan peta tanah SPT atau satuan peta lahan SPL. Inti evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaiankemampuan lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut. Inti prosedur evaluasi lahan adalah mula-mula menentukan tipe penggunaan lahan jenis tanaman dan tingkat pengelolaannya yang akan diterapkan, kemudian menentukan persyaratan dan pembatas pertumbuhannya dan membandingkan persyaratan penggunaan lahan pertumbuhan tanaman tersebut dengan kualitas lahan masing-masing satuan peta lahan, sehingga didapat kelas kesesuaian lahannya secara fisik. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO 1976 dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu : 1. Ordo, keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai S dan lahan yang tergolong tidak sesuai N. 2. Kelas, keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai S dibedakan kedalam tiga kelas, yaitu : lahan sangat sesuai S1, cukup sesuai S2 dan sesuai marginal S3. Lahan yang tergolong ordo tidak sesuai N tidak dibedakan kedalam kelas-kelas. 3. Subkelas, keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karekateristik lahan sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya yang menjadi faktor pembatas terberat. Faktor pembatas ini sebaiknya dibatasi jumlahnya, maksimum dua pembatas. 4. Unit, adalah keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaananya. 15

2.6 Sistem Informasi Geografis

Pengertian sistem informasi geografis SIG telah diuraikan oleh banyak ahli dan memiliki arti yang realatif sama. Chang 2004, menyatakan SIG adalah suatu sistem komputer untuk merekam, menyimpan, menghubungkan, manganalisis dan menampilkan data bereferensi geografik. Data yang bereferensi geografik data geospasial adalah data yang menggambarkan lokasi dan karakteristik objek spasial seperti jalan, persil lahan, tegakan vegetasi di atas permukaan bumi. SIG dapat membantu proses pemodelan dengan cara memproses, menampilkan, dan mengintegrasikan berbagai sumber data. Menurut Danoedoro 2012, SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, mengelola, menganalisis, dan mengaktifkan atau memanggil kembali data yang mempunyai referensi keruangan, untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan. SIG tumbuh sebagai respon sebagai atas kebutuhan akan pengelolaan data keruangan yang lebih efisien dan mampu menyelesaikan masalah-masalah keruangan. Aplikasi SIG sudah banyak digunakan untuk pengelolaan penggunaan lahan dibidang pertanian, kehutanan, serta pembangunan pemukiman penduduk dan fasilitasnya. Berbagai bentuk analisis spasial dapat dilakukan dengan menggunakan SIG termasuk untuk menentukan kesesuaian habitat dan kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. SIG juga memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan basis data hingga pada penyajian output dengan format yang mudah dimengerti oleh pengguna dan mudah dimutakhirkan. Aplikasi SIG dalam mengestimasi wilayah-wilayah berpotensi perlebahan dilakukan dengan menganalisa persyaratan lokasi yang baik untuk budidaya madu Wayan 2005. Pada aplikasi ini, kita melihat potensi wilayah untuk budidaya madu dari berbagai aspek berdasarkan data penunjang, dan pengalaman lapang peternak lebah. Suatu daerah dikategorikan berpotensi untuk produksi lebah madu potensial apabila secara fisik lahan lebah bisa memproduksi madu yang baik, dan secara infrastruktur dan legal masyarakat bisa dijangkau oleh masyarakat untuk pemanenan. Latifah 2011 menggunakan teknologi SIG untuk mengetahui dan memetakan wilayah-wilayah berpotensi untuk dijadikan tempat budidaya lebah madu. Persyaratan lokasi yang baik untuk budidaya lebah madu adalah di sekitar tempat pemeliharaan lebah tersedia cukup tanaman pakan lebah, tempat terbuka, wilayah dengan kemiringan lereng 15-25, jarak dengan sumber air minimal 200-300 meter, jauh dari keramaian, polusi dan pencemaran.

2.7 Analisis Multikriteria Spasial

SIG memiliki alat untuk mengelola dan menghasilkan informasi bereferensi geografis dalam berbagai skala yang dibutuhkan termasuk evaluasi kesesuaian habitat. Multi-Criteria Evaluation MCE menyediakan teknik dan alat untuk pemodelan yang menghubungkan kesesuaian habitat dengan species yang berbeda. Kriteria yang digunakan untuk proses evaluasi sumberdaya alam tersebut antara lain adalah multi tujuan, skala ketergantungan, dan kebutuhan model keahlian dan persyaratan tambahan yang digunakan dalam proses. Faktor habitat