Upaya Penyelesaian Konflik Tata Ruang di Taman Nasional

ruang. Selanjutnya asas “kebersamaan dan kemitraan” yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, sedangkan asas “pelindungan kepentingan umum” yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. Berikutnya asas “kepastian hukum dan keadilan” yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum. Proses pengaturan tata ruang harus sesuai dengan asas-asas yang berlaku sebagai bentuk kontrol terhadap kewenangan pemerintah dalam pengaturan tata ruang. UUPR merupakan payung tertinggi dalam regulasi penataan ruang di Indonesia dan merupakan landasan legal bagi pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam merencanakan tata ruang di suatu wilayah, sebagaimana tercantum pada pasal 65 ayat 1 dan 2 yang berbunyi : 1 Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat. 2 Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan, antara lain, melalui: a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Berdasarkan Pasal 65 UUPR, secara normatif masyarakat berhak dilibatkan dalam pengaturan tata ruang, mulai dari penyusunan rencana, pemanfaatan hingga pengendalian tata ruang, serta wajib berperan dalam memelihara kualitas ruang dan menaati RTRW. Aturan operasional mengenai partisipasi masyarakat diatur dalam Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang. 2 Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang PP Nomor 68 Tahun 2010 mengatur tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang. Pasal 1 ayat 8 menyebutkan bahwa masyarakat adalah : “Orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, danatau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan ruang ” Aturan mengenai partisipasi masyarakat tercantum pada pasal 1 ayat 9 yang menyebutkan bahwa “Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang ”. Dengan demikian penataan ruang diselenggarakan oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung dari kegiatan penataan ruang atau pemangku kepentingan non pemerintah yang memiliki keahlian di bidang penataan ruang, danatau yang kegiatan pokoknya di bidang penataan ruang. Definisi peran masyarakat dalam penataan ruang dapat dipandang dari sudut pemerintah maupun sudut pandang masyarakat, yaitu : 1. Berdasarkan sudut pandang pemerintah, peran masyarakat dalam penataan ruang dimaknai sebagai proses pelibatan masyarakat untuk melakukan intervensi dalam proses penyelenggaraan penataan ruang. Munculnya istilah pelibatan karena peran satu pihak pemerintah lebih dominan dibandingkan dengan pihak lain masyarakat. Pemerintah harus melakukan pemberdayaan kepada masyarakat agar mereka dapat berpartisipasi dalam perencanaan ruang di wilayahnya. 2. Berdasarkan sudut pandang masyarakat, peran masyarakat dalam penataan ruang dimaknai sebagai proses peran serta berupa rincian hak dan kewajiban dari masyarakat serta bagaimana cara masyarakat berperanserta dalam proses penyelenggaraan penataan ruang. Bentuk peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur dalam PP Nomor 68 tahun 2010 Pasal 6, yaitu berupa : 1 Pengajuan usulmasukan tentang : a. Persiapan penyusunan rencana tata ruang b. Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan c. Pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayahkawasan d. Perumusan konsepsi rencana tata ruang e. Penetapan rencana tata ruang 2 Melalui kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, danatau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang Pasal 12 menyebutkan bahwa Tata cara peran masyarakat dakam perencanaan tata ruang dilaksanakan dengan cara : a. Menyampaikan masukan mengenai arah pengembangan, potensi dan masalah, rumusan konsepsirancangan rencana tata ruang melalui media komunikasi danatau forum pertemuan b. Kerja sama dalam perencanaan tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Peran serta masyarakat dalam pengaturan penataan ruang digunakan pendekatan yang demokratis, kesetaraan gender, dan keterbukaan, pendekatan ini merupakan dasar bagi pendekatan “community driven planning” yang menjadikan masyarakat sebagai penentu dan pemerintah sebagai fasilitatornya. Selain memiliki hak untuk berpartisipasi dalam perencanaan tata ruang, masyarakat juga wajib menjaga kualitas ruang dengan mematuhi segala ketentuan normatif yang telah ditentukan dalam peraturan. Selain masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah pun memiliki kewajiban dalam perencanaan tata ruang sepeti tercantum pada Pasal 16, yaitu : a. Memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada masyarakat tentang proses penyusunan dan penetapan rencana tata ruang melalui media komunikasi yang memiliki jangkauan sesuai dengan tingkat rencana b. Melakukan sosialisasi mengenai perencanaan tata ruang c. Menyelenggarakan kegiatan untuk menerima masukan dari masyarakat terhadap perencanaan tata ruang d. Memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan mengenai perencanaan tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten Permen PU No. 16 tahun 2009 merupakan acuan dalam kegiatan penyusunan RTRW kabupaten, berdasarkan Permen PU No. 162009, masyarakat yang menjadi pemangku kepentingan dalam penyusunan RTRW Kabupaten yaitu: a. Orang perorangan atau sekelompok orang; b. Organisasi masyarakat tingkat wilayah kabupaten atau yang memiliki cakupan wilayah layanan satu kabupaten atau lebih dari wilayah kabupaten yang sedang melakukan penyusunan RTRW Kabupaten; c. Perwakilan organisasi masyarakat tingkat kabupaten dan kabupatenkota yang berdekatan secara sistemik memiliki hubungan interaksi langsung yang dapat terkena dampak dari penataan ruang d. Perwakilan organisasi masyarakat tingkat kabupaten Permen PU No. 16 Tahun 2009 mengatur secara detail mengenai peran masyarakat dalam penyusunan RTRW kabupaten, yaitu : 1. Pada tahap persiapan, pemerintah melibatkan masyarakat secara pasif dengan pemberitaan mengenai informasi penataan ruang melalui: a media massa televisi, radio, surat kabar, dan majalah; b brosur, leaflet, flyers, surat edaran, buletin, jurnal, dan buku; c kegiatan pameran, poster, pamflet, papan pengumuman, billboard; d kegiatan kebudayaan; e multimedia dan website; f ruang pamer dan pusat informasi; serta g pertemuan terbuka dengan masyarakatkelompok masyarakat. 2. Pada tahap pengumpulan data dan informasi, masyarakatorganisasi masyarakat berperan lebih aktif dalam bentuk: a pemberian data informasi kewilayahan yang diketahuidimiliki datanya; b pendataan untuk kepentingan penatan ruang yang diperlukan; c pemberian masukan, aspirasi, dan opini awal usulan rencana tata ruang; d identifikasi potensi dan masalah penataan ruang. Media yang digunakan untuk mendapatkan infomasimasukan, yaitu: 1 kotak aduan; 2 pengisian kuesioner, wawancara; 3 website, surat elektronik, form aduan, polling, telepon, dan pesan singkatSMS; 4 pertemuan terbuka atau public hearings; 5 kegiatan workshop, focus group disscussion FGD; 6 konferensi; dan 7 ruang pamer atau pusat informasi. 3. Pada tahap perumusan konsep RTRW Kabupaten, masyarakat terlibat secara aktif dan bersifat dua arah. Dialog dilakukan melalui konsultasi publik, workshop, FGD, seminar, dan bentuk komunikasi dua arah lainnya. Agar masyarakat terlibat secara aktif dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka penyusunan RTRW kabupaten dapat memanfaatkan lembaga yang telah ada seperti: a satuan kerja task forcetechnical advisory committee; b steering committee; c forum delegasi; dan d forum pertemuan antar stakeholder. 4. Pembahasan raperda tentang RTRW kabupaten oleh pemangku kepentingan di tingkat kabupaten. Pada tahap pembahasan raperda ini, masyarakat dapat berperan dalam bentuk pengajuan usulan, keberatan, atau sanggahan terhadap raperda tentang RTRW kabupaten melalui: 1 media massa televisi, radio, surat kabar, dan majalah; 2 website resmi lembaga pemerintah yang berkewenangan menyusun RTRW; 3 surat terbuka di media massa; 4 kelompok kerja; danatau 5 diskusi, konsultasi publik, workshop, FGD, seminar, konferensi, dan panel.