Hambatan dari sisi masyarakat Subject

b. Pengembangan Institusikelembagaan Institution Building

Pengembangan institusikelembagaan dapat ditempuh melalui strategi sebagai berikut : 1. Mendorong terbentuknya Forum Tata Ruang sebagai wujud konsultasi publik untuk melakukan pemantauan dan evaluasi proses penyusunan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang. 2. Memperbaiki kualitas partisipasi antara lain dengan menjamin keterlibatan kelompok perempuan dan kelompok marjinal lainnya dalam proses partisipasi 3. Memfasilitasi penguatan institusi melalui civil education untuk membangun dan mengembangkan keterampilan berpartisipasi secara efektif. 4. Penguatan aturan main tentang partisipasi masyarakat dan kelembagaan lokal, sehingga penataan ruang tidak dalam format homogen tetapi disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik masyarakat setempat. 5. Mendorong pelibatan masyarakat desa sekitar hutan secara langsung dalam proses penataan ruang melalui pemetaan partisipatif, proses ini dilakukan secara berjenjang dari level desa, kecamatan sampai kabupaten. 6. penyusunan RTRW Kabupaten Bogor perlu melibatkan Pemerintah DKI Jakarta sebagai pihak yang terkena dampak tata ruang Kabupaten Bogor. c. Pengembangan Kapasitas Stakeholder Pengembangan kapasitas stakeholder dapat ditempuh melalui strategi sebagai berikut : 1. Pengembangan kapasitas pemerintahan di tingkat desa. Terutama kapasitas kepemimpinan desa leadership yang mampu memberikan arahan tata ruang yang seimbang agar tercipta pembangunan yang berkelanjutan. 2. Mengintensifkan penyuluhan, sosialisasi dan pembinaan terkait perencanaan tata ruang kawasan hutan baik kepada masyarakat maupun unsur pemerintahan sendiri, khususnya unsur pemerintahan yang berhubungan langsung dengan masyarakat di sekitar hutan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi perencanaan tata ruang berbasis partisipatif di Kabupaten Bogor menekankan pada konsep man-centered development, yaitu pembangunan yang diarahkan demi perbaikan nasib manusia dan tidak sekedar sebagai alat pembangunan. Menurut Tjokrowinoto 1999, konsep ini memberikan peranan kepada individu, bukan sebagai objek akan tetapi sebagai pelaku pembangunan. Paradigma ini memberi tempat yang penting bagi prakarsa dan keanekaragaman lokal, menekankan pentingnya masyarakat lokal yang mandiri self-reliant communities sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Konsep ini menekankan pentingnya pemberdayaan empowerment manusia, kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya sebagai manusia. Proses ini menumbuhkan kesadaran kristis conscientization manusia, kesadaran akan kediriannya self- hood, yang memungkinkan mereka untuk secara kritis melihat situasi sosial yang melingkupi eksistensinya Tjokrowinoto 1999. Konsep ini kemudian melandasi wawasan pembangunan melalui pendekatan pelibatan masyarakat secara langsung community base development.

9. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 1. Penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005–2025 untuk sector kehutanan telah melibatkan partisipasi stakeholder, yaitu pada tahap pengumpulan data dan informasi melalui forum penjaringan aspirasi dan seminar rancangan RTRW, tetapi masih ada perbedaan antara kebijakan normatif dengan proses penyusunan RTRW Kabupaten Bogor. Perbedaan tersebut terletak pada sifat pelibatan masyarakat yang masih berdasarkan inisiatif pemerintah, media informasi yang belum menjangkau seluruh masyarakat, jangka waktu pemberian masukan dari masyarakat masih terbatas, serta masyarakat belum dilibatkan dalam tahap penyusunan konsep rancangan RTRW serta penetapan dan pengesahan Perda RTRW Kabupaten Bogor. 2. Berdasarkan pengaruh dan kepentingan stakeholder terhadap sumberdaya hutan SDH dan RTRW sektor kehutanan, maka stakeholder yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor dibedakan menjadi : a. Key Players, yaitu stakeholder yang memiliki pengaruh dan kepentingan yang tinggi terhadap SDH dan RTRW sektor kehutanan, terdiri dari Bappeda Kabupaten Bogor, Kementerian Kehutanan, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan Pemerintah Kecamatan. b. Subject, yaitu stakeholder yang memiliki kepentingan terhadap SDH yang tinggi tapi memiliki pengaruh yang rendah dalam penyusunan RTRW, terdiri dari Kepala Desa, masyarakat, sektor swasta dan Satgas LH. c. Crowd, yaitu stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah terhadap SDH dan RTRW, terdiri dari LSM dan akademisi. 3. Penyusunan RTRW sektor kehutanan di Kabupaten Bogor belum sepenuhnya mengadopsi prinsip penataan ruang partisipatif. Pemerintah sebagai key stakeholder memiliki peranan yang dominan dalam menyusun konsep dan menetapkan kebijakan tata ruang, sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memiliki kepentingan yang tinggi terhadap RTRW hanya berperan dalam memberikan datainformasi sehingga memiliki pengaruh yang rendah dalam penyusunan RTRW. 4. Bentuk partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor berupa pemberian informasidata serta masukansaranusul yang disampaikan dalam forum penjaringan aspirasi dan seminar rancangan RTRW. Berdasarkan tangga partisipasi masyarakat Arnstein 1969, tingkat partisipasi stakeholder pada kelompok subject dan crowds berada pada level konsultasi yang tergolong derajat tokenisme, karena masyarakat telah diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya tetapi keputusan akhir tetap di tangan pemerintah. 5. Tingkat partisipasi masyarakat desa penyangga kawasan TNGGP berada pada tingkat informing, sedangkan masyarakat desa penyangga kawasan TNGHS berada pada tingkat consultation. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat di desa penyangga TNGHS dipengaruhi oleh adanya pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh LSM.