5. MEKANISME PENYUSUNAN RTRW SEKTOR
KEHUTANAN BERBASIS PARTISIPATIF DI KABUPATEN BOGOR
Analisis Kebijakan Penyusunan RTRW Sektor Kehutanan Berbasis Partisipatif
Partisipasi masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan akhir penataan ruang, yaitu terselenggaranya pemanfaatan ruang
berwawasan lingkungan, teselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya, serta tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas
untuk kepentingan masyarakat.
Untuk mengetahui sejauh mana kebijakan pemerintah dalam mendukung perencanaan tata ruang berbasis partisipatif, dilakukan kajian terhadap muatan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perencanaan tata ruang wilayah sektor kehutanan. Regulasi yang berkaitan dengan perencanaan berbasis
partisipatif yaitu: 1 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 2 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 3 PP No.
68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang; 4 PP No. 4 Tahun 2007 tentang Perencanaan Kehutanan; 5 Permen PU
No. 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kabupaten, 6 Permenhut No. P.32Menhut-II2013 tentang Rencana Makro
Pemantapan Kawasan Hutan dan 7 Perda Kabupaten Bogor No. 19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005
– 2025.
a. Kebijakan dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Sektor
Kehutanan 1
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Berdasarkan sudut pandang konseptual, UU No 26 Tahun 2007 UUPR telah
mengadopsi konsep
perencanaan partisipatif
dan pembangunan
berkelanjutan. Asas dan tujuan penataan ruang pada Pasal 2 menyebutkan : “Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang
diselenggarakan berdasarkan asas: a. keterpaduan; b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; c. keberlanjutan; d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan; f. kebersamaan dan kemitraan; g. pelindungan kepentingan umum; h. kepastian hukum dan keadilan; dan i. akuntabilitas.”
Asas keterpaduan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan. Perlindungan kepentingan umum, serta kepastian hukum dan keadilan memiliki keterkaitan
secara langsung dengan peran serta masyarakat. A sas “keterpaduan” yaitu
penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat, a sas “keterbukaan” yaitu
penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan
ruang. Selanjutnya asas “kebersamaan dan kemitraan” yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, sedangkan
asas “pelindungan kepentingan umum” yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. Berikutnya asas “kepastian
hukum dan keadilan” yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.
Proses pengaturan tata ruang harus sesuai dengan asas-asas yang berlaku sebagai bentuk kontrol terhadap kewenangan pemerintah dalam pengaturan tata ruang.
UUPR merupakan payung tertinggi dalam regulasi penataan ruang di Indonesia dan merupakan landasan legal bagi pemerintah untuk melibatkan
masyarakat dalam merencanakan tata ruang di suatu wilayah, sebagaimana tercantum pada pasal 65 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
1 Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan
melibatkan peran masyarakat. 2
Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan, antara lain, melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Berdasarkan Pasal 65 UUPR, secara normatif masyarakat berhak dilibatkan dalam pengaturan tata ruang, mulai dari penyusunan rencana, pemanfaatan hingga
pengendalian tata ruang, serta wajib berperan dalam memelihara kualitas ruang dan menaati RTRW. Aturan operasional mengenai partisipasi masyarakat diatur
dalam Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang.
2 Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara
Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
PP Nomor 68 Tahun 2010 mengatur tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang. Pasal 1 ayat 8 menyebutkan bahwa
masyarakat adalah : “Orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, danatau pemangku kepentingan nonpemerintah lain
dalam penataan ruang ”
Aturan mengenai partisipasi masyarakat tercantum pada pasal 1 ayat 9 yang menyebutkan bahwa “Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat
dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang
”. Dengan demikian penataan ruang diselenggarakan oleh pemerintah dengan
melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung dari kegiatan penataan ruang atau pemangku kepentingan non pemerintah yang memiliki keahlian di
bidang penataan ruang, danatau yang kegiatan pokoknya di bidang penataan ruang. Definisi peran masyarakat dalam penataan ruang dapat dipandang dari
sudut pemerintah maupun sudut pandang masyarakat, yaitu : 1.
Berdasarkan sudut pandang pemerintah, peran masyarakat dalam penataan ruang dimaknai sebagai proses pelibatan masyarakat untuk melakukan
intervensi dalam proses penyelenggaraan penataan ruang. Munculnya istilah