Memberikan masukan melalui dialog dengan pemerintah

Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, diketahui bahwa tingkat partisipasi masyarakat di kawasan penyangga TNGHS lebih tinggi dari pada masyarakat di kawasan penyangga TNGGP, akan tetapi justru TNGHS mengalami penurunan luas hutan yang lebih besar daripada TNGGP. Hal ini menunjukkan meskipun masyarakat telah memiliki kesadaran kritis untuk berperan secara aktif dalam perencanaan tata ruang baik wilayah maupun kehutanan, akan tetapi terdapat faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kelestarian hutan, yaitu : 1. Masyarakat penyangga TNGHS masih menganut budaya tradisional yang seluruh kehidupannya bersandar pada hutan, akan tetapi tidak semua sistem nilai yang berlaku pada masyarakat tradisional berpengaruh positif terhadap kelestarian sumber daya alam di kawasan TNGHS, salah satunya dengan adanya budaya ladang berpindah yang berdasarkan “wangsit” dari leluhur menyebabkan kelestarian hutan pun terancam. 2. Degradasi hutan di kawasan TNGHS diduga terkait erat dengan rendahnya ekonomi masyarakat BTNGHS 2007. Hasil Sensus Daerah Kabupaten Bogor pada tahun 2006 jumlah RT miskin di Kecamatan Sukajaya, Pamijahan dan Nanggung sebagai kawasan penyangga TNGHS berjumlah 25.794 RT, sedangkan Kecamatan Ciawi, Cisarua dan Megamendung sebagai penyangga TNGGP berjumlah 17.680 RT BPS Kabupaten Bogor 2012. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat penyangga TNGHS memiliki tingkat ekonomi lebih rendah daripada TNGGP. Penelitian yang dilakukan oleh Yatap 2008 menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan tutupan lahan di TNGHS. Yatap 2008 menyatakan bahwa mayoritas warga desa di sekitardalam kawasan TNGHS merupakan petani sehingga lahan garapan menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat desa untuk pemenuhan kebutuhan hidup, karena luas kepemilikan lahan yang relatif rendah maka masyarakat cenderung melakukan perluasan lahan kedalam kawasan hutan. Selain itu pertambahan jumlah penduduk dan ketersediaan lapangan pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan luas lahan garapan pada setiap wilayah desa. Berdasarkan pendataan TNGHS pada tahun 2005 terdapat 314 kampung yang berada di dalam kawasan TNGHS dengan jumlah penduduk 99.782 jiwa. Dengan bertambahnya penduduk dan keterbatasan tingkat pendidikan, maka pilihan pekerjaan yang paling memungkinkan bagi warga desa adalah menjadi petani sehingga terdapat kecendrungan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap Tabel 27 Perubahan tutupan lahan di TNGGP Tahun 1990-2012 Kelas Penutupan Lahan Tahun 1990 Tahun 2012 Perubahan Luas ha Luas ha Luas ha Hutan Lahan Kering Primer 4.904,54 20,77 4.904,54 20,77 - - Hutan Lahan Kering Sekunder 12.099,28 51,23 12.071,15 51,11 - 28,13 0,12 Hutan Tanaman 3.946,39 16,71 3.623,86 15,34 - 322,53 1,37 Belukar 155,27 0,66 192,06 0,81 36,79 0,16 Perkebunan 650,87 2,76 7,13 0,03 - 643,75 2,73 Pemukiman 1,67 0,01 357,36 1,51 355,70 1,51 Tanah Terbuka 124,42 0,53 101,92 0,43 - 22,50 0,10 Badan air 0,00 0,00 0,00 0,00 - - Pertanian lahan Kering 340,51 1,44 1.776,76 7,52 1.436,25 6,08 Pertanian lahan Kering Campuran 1.395,04 5,91 584,37 2,47 - 810,67 3,43 Sawah 1,16 0,00 - - - 1,16 0,00 Total 23,619,16 100,00 23,619,16 100,00 Sumber data : Ditjen Planologi Kehutanan 2013 lahan garapan akan semakin bertambah dan secara otomatis mengarah pada kegiatan pemanfaatan lahan hutan. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan RTRW Sektor Kehutanan Faktor Internal Faktor internal yang mempengaruhi partisipasi meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. 1. Jenis Kelamin Hasil distribusi frekuensi terhadap jenis kelamin Tabel 28 menunjukan bahwa responden yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor didominasi oleh pria yaitu sebanyak 55 orang 91,67 sedangkan wanita sebanyak 5 orang 8,33. Soekanto 1982 dalam Yulianti 2000 menyatakan perbedaan antara partisipasi pria dan wanita disebabkan karena adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat yang membedakan kedudukan pria dan wanita. Perbedaan ini melahirkan peranan serta hak dan kewajiban yang berbeda antara pria dan wanita di dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Soedarno et al. 1992 dalam Yulianti 2000, pada sistem pelapisan atas dasar seksualitas pria memiliki hak istimewa dibandingkan wanita, sehingga cenderung lebih berperan dalam. Dalam kultur budaya Indonesia, tradisi dan adat sering menjadi alasan untuk memarginalkan perempuan dalam proses pengambilan keputusan. Program pembangunan umumnya belum memasukkan komponen gender sebagai salah satu indikator dalam mengukur keberhasilan pembangunan. 2. Usia Hasil distribusi frekuensi terhadap usia Tabel 29, menunjukkan bahwa seluruh stakeholder, baik key players, subjects maupun crowd didominasi oleh usia 41-50 tahun dengan total sebanyak 28 orang 46,67, kemudian diikuti responden dengan usia 31-40 tahun dengan jumlah total 22 orang 36,67, responden dengan usia lebih dari 50 tahun sebanyak 6 orang 10, dan responden yang berusia 20-30 tahun sebanyak 4 orang 6,67. Tabel 29 Sebaran distribusi frekuensi usia responden yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 No Variabel Key Players Subject Crowd Jumlah Orang Orang Orang Orang 1. 20-30 tahun 1 6,67 3 7,32 - - 4 6,67 2. 31-40 tahun 6 40,00 15 36,59 1 25,00 22 36,67

3. 41-50 tahun

7 46,67 18 43,90 4 75,00 28 46,67 4. 50 tahun 1 6,67 5 12,20 - - 6 10,00 Jumlah 15 100 41 100 4 100 60 100 Tabel 28 Sebaran distribusi frekuensi jenis kelamin responden yang terlibat dalam penyusunan RTRWK Bogor Tahun 2005-2025 No Variabel Key Players Subject Crowd Jumlah Orang Orang Orang Orang 1 Pria 14 93,33 38 92,67 3 75,00 55 91,67 2 Wanita 1 6,67 3 7,32 1 25,00 5 8,33 Jumlah 15 100 41 100 4 100 60 100 Hasil analisis menunjukkan bahwa masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor tergolong pada usia produktif 15-64 tahun dan dominan berusia matang 41-50 tahun. Usia berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk berpartisipasi, dalam stakeholder terdapat pembedaan kedudukan atas dasar senioritas, sehingga memunculkan golongan tua dan muda, dalam kasus penyusunan RTRW Kabupaten Bogor maka golongan tua lebih banyak memberikan pendapat dalam forum karena dianggap lebih berpengalaman. 3. Tingkat Pendidikan Hasil distribusi frekuensi terhadap tingkat pendidikan Tabel 30 menunjukkan bahwa pendidikan responden didominasi oleh sarjana dan SMA, yaitu sebanyak 48 orang 80, responden dengan pendidikan Diploma sebanyak 7 orang 11,67, SMP sebanyak 3 orang 5, dan SD sebanyak 2 orang 3,33. Stakeholder pada kelompok subjects didominasi oleh pendidikan SMU sebanyak 24 orang 58,54, sedangkan tingkat pendidikan stakeholder pada kelompok key players dan crowd seluruhnya adalah sarjana. Litwin 1986 dalam Yulianti 2000 menyatakan bahwa, salah satu karakteristik partisipan dalam pembangunan partisipatif adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang usaha-usaha partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan, maka akan mempunyai pengetahuan yang luas tentang pembangunan sehingga dapat memberikan masukan secara optimal dalam forum. 4. Pekerjaan Hasil distribusi frekuensi terhadap pekerjaan responden Tabel 31, menunjukkan bahwa stakeholder pada kelompok key players adalah PNS, sedangkan pekerjaan stakeholder pada kelompok subjects sebagian besar adalah petani 34,15 dan Kepala Desa 26,83. Tabel 30 Sebaran distribusi frekuensi tingkat pendidikan responden yang terlibat dalam penyusunan RTRWK Bogor Tahun 2005-2025 No Variabel Key Players Subject Crowd Jumlah Orang Orang Orang Orang 1. Sarjana 15 100 5 12,20 4 100 24 40,00

2. Sarjana mudadiploma

- - 7 17,07 - - 7 11,67 3. Lulus SMUsederajat - - 24 58,54 - - 24 40,00 4. Lulus SMPsederajat - - 3 7,32 - - 3 5,00

5. Lulus SDsederajat

- - 2 4,88 - - 2 3,33 Jumlah 15 100 41 100 4 100 60 100 Tabel 31 Sebaran distribusi frekuensi jenis pekerjaan responden yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 No Variabel Key Players Subject Crowd Jumlah Orang Orang Orang Orang

1. PNSTNI

15 100 10 24,39 2 50,00 27 45

2. Pensiunan

- - - - - - - -

3. Kepala Desa

- - 11 26,83 - - 11 18,33

4. Pegawai Swasta

- - 3 7,32 - - 3 5,00

5. Wiraswasta

- - 3 7,32 - - 3 5,00

6. Petani

- - 14 34,15 - - 14 23,33

7. Lain-lain

- - - - 2 50,00 2 3,33 Jumlah 15 100 41 100 4 100 60 100 Jenis pekerjaan berpengaruh terhadap kesempatan yang dimiliki oleh seseorang untuk terlibat dalam pembangunan. Secara umum, stakeholder yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor berprofesi sebagai PNS, yaitu sebesar 45. Hal ini menunjukkan bahwa penyusunan RTRW masih didominasi oleh kalangan birokrat yang memiki kesempatan yang besar untuk terlibat sampai tahap pengesahan RTRW sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Stakeholder subject didominasi oleh petani dan PNS, memiliki tingkat partisipasi yang rendah yaitu pada tingkat consultation, petani dan kepala desa sebagai bagian dari masyarakat hanya berperan dalam memberikan data dan informasi tanpa dilibatkan pada tahap perumusan konsep dan pemberian persetujuan terhadap konsep RTRW, hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan, yaitu adanya anggapan bahwa petani cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga akan memiliki pengetahuan yang rendah pula dan tidak perlu dilibatkan dalam penyusunan konsep RTRW. 5. Tingkat Penghasilan Distribusi frekuensi terhadap penghasilan responden Tabel 32 menunjukkan sebanyak 32 orang 53,33 memiliki penghasilan lebih dari Rp.2.000.000,- sebanyak 10 orang 16,67 dengan penghasilan Rp.1.500.000,- sd Rp.2.000.000,- 9 orang 15 dengan penghasilan Rp.500.000,- sd Rp. 999.000,- 7 orang 11,67 dengan penghasilan Rp.1.000.000,- sd Rp.1.499.000,- dan 2 orang 3,33 dengan penghasilan kurang dari Rp.500.000,- Hasil analisis menunjukkan bahwa 70 responden memiliki penghasilan yang cukup tinggi yaitu Rp. 1.500.000,- sampai lebih dari Rp.2.000.000,-. Tingginya penghasilan responden akan mempengaruhi terhadap waktu luang masyarakat karena mereka tidak disibukkan lagi untuk mencari tambahan penghasilan sehingga tingkat partisipasinya akan lebih tinggi. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi adalah semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program kecuali masyarakat, terdiri dari peran pemerintah dan LSM. Hasil distribusi frekuensi terhadap peran pemerintah dalam pembinaan dan pemberian informasi kepada masyarakat Tabel 33 menunjukan sebanyak 43 orang 71,67 pernah mengikuti sosialisasi RTRW sebanyak 1-2 kali, sedangkan 12 orang 20 mengikuti sosialisasi sebanyak 3-4 kali, selanjutnya 4 orang 6,67 belum pernah mengikuti pembinaan, dan hanya 1 orang 1,67 yang mengikuti sosialisasi lebih dari 4 kali. Tabel 32 Sebaran distribusi frekuensi penghasilan responden yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 No Variabel Key Players Subject Crowd Jumlah Orang Orang Orang Orang 1 Rp. 500.000,- - - 2 4,88 - - 2 3,33 2 Rp. 500.000-Rp. 999.000 - - 9 21,95 - - 9 15,00 3 Rp.1.000.000-Rp. 1.499.000 - - 7 17,07 - - 7 11,67 4 Rp.1.500.000-Rp. 2.000.000 - - 8 19,51 1 25,00 9 15,00 5 Rp. 2.000.000,- 15 100 15 36,59 3 75,00 33 55,00 Jumlah 15 100 41 100 4 100 60 100 UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa peranan pemerintah dalam penyelenggaraan tata ruang adalah mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat serta menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan pelatihan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pembinaan yang telah dilakukan Pemda Kabupaten Bogor yaitu berupa penyuluhan yang dilakukan bersamaan dengan penjaringan aspirasi serta seminar rancangan RTRW, sehingga informasi perencanaan tata ruang tidak diketahui oleh seluruh masyarakat dalam wilayah perencanaan dan akhirnya berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat. Hasil distribusi frekuensi terhadap peranan LSM dalam pembinaan tata ruang Tabel 34 menunjukkan sebanyak 31 orang 51,67 pernah mengikuti pembinaan oleh LSM sebanyak 1-2 kali, sedangkan 14 orang 23,33 pernah mengikuti pembinaan sebanyak 3-4 kali, 12 orang 20 belum pernah mengikuti pembinaan oleh LSM, dan 3 orang 5 mengikuti pembinaan lebih dari 4 kali. Keterlibatan LSM dalam pembinaan tata ruang di Kabupaten Bogor cenderung rendah, keterlibatan LSM sebatas mengawasi implementasi kebijakan dan pendampingan masyarakat, tetapi pendampingan masyarakat belum merata di seluruh wilayah Kabupaten Bogor sehingga tidak semua responden merasakan manfaat adanya pendampingan oleh LSM. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal dengan Bentuk dan Tingkat Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan RTRW Kabupaten Bogor a. Hubungan faktor internal dan eksternal dengan bentuk dan tingkat partisipasi pemerintah desa dan masyarakat Subjects Hasil tabulasi silang faktor internal dan eksternal dengan bentuk partisipasi stakeholder pada kelompok subjects pemerintah desa dan masyarakat pada tahap penjaringan aspirasi Tabel 35 dan seminar rancangan RTRW Tabel 36 menunjukkan bahwa bentuk partisipasi stakeholder pada tahap penjaringan aspirasi dipengaruhi oleh pekerjaan cc = 0,758, sedangkan bentuk partisipasi pada seminar rancangan RTRW dipengaruhi oleh peranan LSM cc = 0,597. Tabel 33 Sebaran distribusi frekuensi kehadiran dalam sosialisasi dan pembinaan tata ruang yang diselenggarakan oleh Pemda Kabupaten Bogor No Kriteria Key Players Subject Crowd Jumlah Orang Orang Orang Orang 1 4 kali - - 1 2,44 - - 1 1,67 2 3-4 kali 5 33,33 7 17,07 - - 12 20,00 3 1-2 kali. 10 66,67 30 73,17 3 75,00 43 71,67 4 Tidak pernah - - 3 7,32 1 25,00 4 6,67 Jumlah 15 100 41 100 4 100 60 100 Tabel 34 Sebaran distribusi frekuensi kehadiran dalam sosialisasi dan pembinaan tata ruang yang diselenggarakan oleh LSM No Kriteria Key Players Subject Crowd Jumlah Orang Orang Orang Orang 1 4 kali 1 6,67 2 4,88 - - 3 5,00 2 3-4 kali 3 20,00 9 21,95 2 50,00 14 23,33 3 1-2 kali. 8 53,33 22 53,66 1 25,00 31 51,67 4 Tidak pernah 3 20,00 8 19,51 1 25,00 12 20,00 Jumlah 15 100 41 100 4 100 60 100