Hambatan dari sisi Pemerintah Key Players

9. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 1. Penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005–2025 untuk sector kehutanan telah melibatkan partisipasi stakeholder, yaitu pada tahap pengumpulan data dan informasi melalui forum penjaringan aspirasi dan seminar rancangan RTRW, tetapi masih ada perbedaan antara kebijakan normatif dengan proses penyusunan RTRW Kabupaten Bogor. Perbedaan tersebut terletak pada sifat pelibatan masyarakat yang masih berdasarkan inisiatif pemerintah, media informasi yang belum menjangkau seluruh masyarakat, jangka waktu pemberian masukan dari masyarakat masih terbatas, serta masyarakat belum dilibatkan dalam tahap penyusunan konsep rancangan RTRW serta penetapan dan pengesahan Perda RTRW Kabupaten Bogor. 2. Berdasarkan pengaruh dan kepentingan stakeholder terhadap sumberdaya hutan SDH dan RTRW sektor kehutanan, maka stakeholder yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor dibedakan menjadi : a. Key Players, yaitu stakeholder yang memiliki pengaruh dan kepentingan yang tinggi terhadap SDH dan RTRW sektor kehutanan, terdiri dari Bappeda Kabupaten Bogor, Kementerian Kehutanan, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan Pemerintah Kecamatan. b. Subject, yaitu stakeholder yang memiliki kepentingan terhadap SDH yang tinggi tapi memiliki pengaruh yang rendah dalam penyusunan RTRW, terdiri dari Kepala Desa, masyarakat, sektor swasta dan Satgas LH. c. Crowd, yaitu stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah terhadap SDH dan RTRW, terdiri dari LSM dan akademisi. 3. Penyusunan RTRW sektor kehutanan di Kabupaten Bogor belum sepenuhnya mengadopsi prinsip penataan ruang partisipatif. Pemerintah sebagai key stakeholder memiliki peranan yang dominan dalam menyusun konsep dan menetapkan kebijakan tata ruang, sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memiliki kepentingan yang tinggi terhadap RTRW hanya berperan dalam memberikan datainformasi sehingga memiliki pengaruh yang rendah dalam penyusunan RTRW. 4. Bentuk partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor berupa pemberian informasidata serta masukansaranusul yang disampaikan dalam forum penjaringan aspirasi dan seminar rancangan RTRW. Berdasarkan tangga partisipasi masyarakat Arnstein 1969, tingkat partisipasi stakeholder pada kelompok subject dan crowds berada pada level konsultasi yang tergolong derajat tokenisme, karena masyarakat telah diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya tetapi keputusan akhir tetap di tangan pemerintah. 5. Tingkat partisipasi masyarakat desa penyangga kawasan TNGGP berada pada tingkat informing, sedangkan masyarakat desa penyangga kawasan TNGHS berada pada tingkat consultation. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat di desa penyangga TNGHS dipengaruhi oleh adanya pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh LSM. 6. Faktor yang mempengaruhi bentuk partisipasi stakeholder pada penyusunan RTRW sektor kehutanan adalah peranan LSM koefisien kontingensi = 0,597, sedangkan faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi stakeholder adalah faktor pendidikan koefisien kontingensi = 0,593, dan pekerjaan koefisien kontingensi = 0,618. 7. Rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat penyangga kawasan taman nasional telah menjadi faktor utama ketidakpatuhan masyarakat terhadap kebijakan tata ruang. 8. Strategi Perencanaan Tata Ruang Berbasis Partisipatif untuk Sektor Kehutanan dirumuskan menjadi 2 dua pendekatan, yaitu : 1 advokasi kebijakan melalui pembaruan kebijakanperaturan perundang-undangan yang lebih partisipatif dan 2 pendekatan sosial-kultural melalui pengembangan kelembagaan dan pengembangan kapasitas stakeholder. Saran Berdasarkan hasil penelitian, beberapa hal yang dapat disarankan adalah sebagai berikut : 1. Dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor perlu dilakukan peningkatan partisipasi stakeholder dari derajat tokenisme degree of tokenism menjadi derajat kekuasaan masyarakat degree of citizen control, yang dilakukan melalui perubahan terhadap kebijakan yang cenderung membatasi partisipasi aktif masyarakat. 2. Dalam rangka menjadikan RTRW sebagai sumber rujukan keruangan berbasis fungsi yang mempertemukan dan menyinergikan berbagai kepentingan sektoral di tingkat tapak, maka Pemda Kabupaten Bogor hendaknya meningkatkan koordinasi dengan pihak sektoral, termasuk mengintegrasikan RTRK dan hasil pemetaan partisipatif di tingkat desa dalam RTRW Kabupaten serta mengakomodir kepentingan masyarakat adat. 3. Penyusunan RTRW Kabupaten Bogor perlu melibatkan Pemprov DKI Jakarta sebagai salah satu stakeholder yang terkena dampak tidak langsung dari kebijakan tata ruang di Kabupaten Bogor. 4. Dalam menjaga kelestarian kawasan konservasi, selain peningkatan partisipasi masyarakat juga perlu didukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan law enforcement penegakan hukum terhadap kebijakan tata ruang khususnya sektor kehutanan. 5. Perlu dilakukan pembinaan melalui penyuluhansosialisasi rencana tata ruang baik itu bidang kehutanan maupun wilayah administrasi, sehingga semua pihak mengetahui dan turut berkomitmen dalam mematuhi implementasi RTRW di Kabupaten Bogor. DAFTAR PUSTAKA Afifah. 2010. Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Aligori A. 2004. Dokumentasi Partisipasi Masyarakat dalam Program Konservasi Penyu : Perspektif Sosiologi. [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Arnstein S. 1969. A Ladder of Citizen Participation. Journal of the American Planning Association. 354:216-224. Asikin M. 2001. Stakeholder Participation in SME Policy Design And Implementation. ADB Technical Assistance SME Development State Ministry for Cooperatives SME. Jakarta ID : World Bank [BAPPEDA] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor. 2007. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005 – 2025. Pemerintah Kabupaten Bogor. Bogor ID. Bappeda [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2012. Kabupaten Bogor dalam Angka 2011. Bogor ID: BPS Kab.Bogor. Brown K, Tompkins E, Adger WN. 2001. Trade-Off Analysis for Participatory Coastal Zone Decision Making. UEA Norwich NW: ODG DEA. Csserge. [BTNGHS] Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 2007. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak tahun 2007 - 2026. Kabandungan. Sukabumi ID: Departemen Kehutanan. Carolyn RD. 2013. Strategi Pengendalian Degradasi Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. [tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Cohen JM, Uphoff MT. 1977. Rural Development: Concept and Measures for Project Design, Implementation, and Evaluating. New York AS: Cornel University. Conyers D. 1994. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Penerjemah; Susetiawan. Yogyakarta ID: Gadjah Mada University Press. Cornwall A. 2008. Unpacking Participation: Models, meanings and practices. Community Development Journal, 433: 269-283. Farchan M. 2005. Persepsi Stakeholder Atas Perencanaan Partisipatif dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Semarang. [tesis]. Semarang ID: Universitas Diponegoro. Firdaus M, Harmini, Farid MA. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor ID: IPB Press. Grimble R, Chan MK. 1995. Stakeholder Analysis for Natural Resource Management in Developing Countries. Natural Resources Forum. 19 2: 133-124. Groenendijk L. 2003. Planning and Management Tools. Boston ENG: The International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation. Hanafi I, Ramdhaniaty N, Nurzaman B. 2004. Nyoreang alam Ka Tukang Nyawang Anu Bakal Datang: Penelusuran Pergulatan di Kawasan Halimun, Jawa Barat- Banten. Bogor ID: RMI. Isbandi. RA. 2001. Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta ID: Hak Cipta