Tingkat partisipasi pemerintah desa dan masyarakat Subjects

Pemerintah merupakan stakeholder kunci dalam perencanaan tata ruang karena memiliki kewenangan legal dalam menentukan kebijakan tata ruang baik wilayah maupun sektoral. Bappeda Kabupaten Bogor berwenang menentukan kebijakan tata ruang wilayah, sedangkan Ditjen Planologi Kehutanan berwenang menentukan kebijakan tata ruang kehutanan. Pasal 10 ayat 1 dan 2 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggungjawab daerah. Pasal 14 UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, dengan demikian stakeholders dalam kelompok key players yang memiliki peranan paling besar dalam menentukan RTRW adalah Bappeda Kabupaten Bogor yang bertugas menyusun konsep dan menetapkan RTRW. Dengan meningkatnya peran pemerintah daerah, maka pemerintah pusat berperan sebagai pengarah dalam kebijakan penataan ruang secara nasional dan katalisator dalam pengembangan wilayah. Landasan dalam pembangunan kehutanan adalah Pasal 33 ayat 3 UUD

1945, yang menyatakan bahwa

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat ” . K awasan hutan sebagai bagian dari sumberdaya alam yang memiliki fungsi strategis bagi masyarakat dan lingkungan, wajib dikelola oleh Negara secara berkesinambungan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. Pasal 4 ayat 1 UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan bahwa “semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmukan rakyat ”. Hal ini menunjukkan bahwa Kementerian Kehutanan memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan kawasan hutan dan hasil hutan, baik menetapkan kawasan hutan maupun mengubah status dan fungsi kawasan hutan. Hal ini menyebabkan penyusunan RTRW yang berhubungan dengan kawasan hutan, cenderung bersifat top-down dari Kementerian Kehutanan kepada Pemda Kabupaten Bogor. Tabel 22 Partisipasi stakeholder dalam kelompok key players pada proses penyusunan RTRWK Bogor Tahun 2005-2025 Variabel Tingkat Partisipasi N 1. Hanya hadir dan tidak memberikan masukansaranusulan Manipulation - 2. Memberikan masukansaran berdasarkan arahan pihak tertentu Therapy - 3. Menerima informasi dan memberikan masukansaranusulan tanpa melalui dialog 2 arah dengan pemerintah Informing -

4. Memberikan masukan melalui dialog dua arah dengan

stakeholder lain Consultation 9 60,00 5. aktif berdiskusi dan usulannya diakomodir dalam konsep sesuai dengan kebutuhan Placation 2 13,33 6. Aktif dalam diskusi dan penyusunan konsep serta mendapat pembagian tanggungjawab yang setara Partnership 2 13,33 7. Aktif dalam diskusi dan ikut menyusun konsep serta terlibat dalam memberikan persetujuan Delegated Power 2 13,33 8. Aktif dalam diskusi, ikut menetapkan konsep, terlibat dalam pembuatan keputusan dan berwenang membuat keputusan Citizen Kontrol - Total 15 100 Berdasarkan uraian diatas, maka penyusunan konsep RTRW yang bersinggungan dengan sektor kehutanan telah dilakukan melalui konsultasi dengan Kementerian Kehutanan yang berperan sebagai fasilitator dalam pengintegrasian kawasan hutan dengan pola ruang dalam RTRW dan bertanggung jawab terhadap substansi RTRW untuk sektor kehutanan. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa bentuk dan tingkat partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 masih didominasi oleh peran pemerintah, sedangkan masyarakat sebagai critical player dalam implementasi RTRW memiliki pengaruh yang kecil. Tingkat partisipasi tertinggi masyarakat hanya pada tangga consultation level tokenisme, sedangkan pada tahap penetapan konsep RTRW dan pemberian persetujuan terhadap rancangan RTRW, tingkat partisipasi stakeholder masih rendah karena tidak dilibatkan secara langsung oleh pemerintah, masyarakat hanya menerima informasi ketika Raperda telah disahkan menjadi Perda RTRW Kabupaten Bogor. Dari segi proses, perencanaan dengan jenjang derajat tokenisme ini memang memberikan hasil, namun output yang dihasilkan dari proses tersebut memiliki derajat legitimasi dan akseptabilitas yang relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan proses yang dilaksanakan secara kemitraan partnership. Tingkat Partisipasi Masyarakat di Kawasan Hutan Konservasi Status dan batas kawasan hutan merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik antara masyarakat sekitar hutan dengan pemerintah. Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor, dilakukan analisis partisipasi masyarakat pada 22 desa yang berbatasan dengan TNGGP dan TNGGP sebagaimana disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Lokasi penelitian partisipasi masyarakat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 di kawasan konservasi Taman Nasional Kecamatan Desa Jumlah Responden Menghadiri FGD TNGGP Cisarua 1. Citeko 1 1 2. Tugu Utara 6 2 3. Tugu Selatan 5 1 4. Cibeureum 1 1 5. Batulayang 2 2 6. Jogjogan 6 1 7. Kopo 2 1 Megamendung 8. Megamendung 4 2 9. Sukagalih 1 1 Ciawi 10. Cileungsi 2 2 11. Citapen 2 2 12. Cibedug 2 1 13. Bojong Murni 2 2 Jumlah 36 19 TNGHS Pamijahan 1. Gunung Sari 3 2 2. Gunung Bunder II 3 2 3. Gunung Picung 5 2 Nanggung 4. Malasari 5 2 5. Cisarua 2 1 6. Bantar Karet 2 2 Sukajaya 1. Kiarasari 5 2 2. Cisarua 3 2 3. Cileuksa 4 2 Jumlah 32 18 Jumlah Keseluruhan 67 37