Pendapat guru tentang sikap siswa ketika memberi salam saat Pendapat guru tentang sikap siswa ketika di kelas saat proses

tidak sama, dikarenakan jadwal masuk sekolah mereka yang berbeda dan mereka juga memiliki kesibukan masing-masing. Siswa K pergi bersepeda bersama temannya ketika akhir pekan. Berbeda dengan siswa T, hal tersebut tidak terjadi pada siswa B. Siswa B tidak mempunyai teman selain di luar homeschooling, karena di lingkungan rumah tidak ada teman sebaya. Hal ini diakui siswa B saat di wawancarai yaitu: “…engga punya temen di rumah. Engga ada. Soalnya di rumah anak seumuran aku engga ada, anak kecil semua.” 22

3.3 Kapan siswa bertemu dengan teman-teman

Pada pertanyaan ini, keenam siswa memberikan jawaban yang sama. Mereka bertemu dengan teman di homeschooling hanya di hari sekolah saja, yaitu Selasa, Kamis dan Jum’at, sedangkan untuk bertemu dengan teman di luar homeschooling tergantung dari jadwal mereka dan temannya. Jika ingin bertemu, sebelumnya mereka membuat janji terlebih dahulu agar partisipan dapat bertemu dengan teman-temannya. 3.4 Berapa kali dalam satu minggu siswa bermain dengan teman di rumah dan teman di homeschooling Pada pertanyaan ini, enam siswa memberikan jawaban yang sama. Keenam siswa bertemu dengan teman homeschooling hanya pada saat hari sekolah saja, sedangkan kalau bertemu dengan teman di rumah, partisipan dalam satu minggu belum tentu dapat bermain bersama dengan teman rumah, dikarenakan jadwal masuk sekolah mereka yang berbeda dan kesibukan dari kegiatan mereka selain bersekolah juga berbeda-beda seperti, ada siswa yang mengikuti les bimbingan belajar, les bahasa Inggris, les futsal, dan les musik. 3.5 Hal yang dilakukan saat siswa bertemu dengan teman dan sering atau tidak bertemu mereka bertemu Dalam menjawab pertanyaan ini, keenam partisipan memberikan jawaban yang sama, yaitu partisipan K, T, H, A, N dan B 22 Wawancara inti dengan partisipan B, tanggal 16 Januari 2015, pukul 10:30 WIB. sering bertemu dengan teman homeschooling ketika hari sekolah tetapi hal yang mereka lakukan tidak semuanya sama. Hal yang dilakukan partisipan K ketika mereka bertemu yaitu mengobrol dan bermain game online bersama, sedangkan partisipan T, H, A, N dan B ketika mereka bertemu dengan temannya, mereka saling mengobrol dan setelah pulang sekolah terkadang mereka pergi ke tempat makan untuk sekedar makan siang. 3.6 Siswa pernah bersekolah di sekolah formal atau tidak Pada pertanyaan ini, keenam partisipan menjawab sama, yaitu mereka pernah bersekolah di sekolah formal sebelum akhirnya mereka pindah ke homeschooling dengan berbagai faktor dari tiap partisipan. Partisipan K sebelum pindah ke homeschooling, bersekolah di SD bernuansa islami. Partisipan T sebelumnya sudah dua kali pindah sekolah formal yaitu di sekolah formal swasta dan di sekolah Katolik. Partisipan H dan A sebelumnya bersekolah di sekolah formal di daerah Bintaro. Partisipan N sebelumnya bersekolah di sekolah formal bernuansa islami. Partisipan B sebelumnya bersekolah di SMP swasta bernuansa islami namun pindah ke pesantren, kemudian pindah ke homeschooling. 3.7 Sejak kapan siswa bersekolah di homeschooling Pada pertanyaan ini, keenam partisipan menjawab berbeda-beda. Partisipan K bersekolah di homeschooling sejak masuk SMP. Partisipan T bersekolah di homeschooling dari kelas 6 SD akhir semester satu dan sekarang sudah kelas VII. Partispan H bersekolah di homeschooling ketika kelas VIII sejak bulan Mei 2014 sesaat sebelum UAS. Partisipan A bersekolah di homeschooling sejak tahun ajaran baru 20142015 kelas VIII, sedangkan partisipan N dan B bersekolah di homeschooling sejak tahun ajaran baru 20142015 kelas IX.

3.8 Alasan siswa lebih memilih homeschooling daripada bersekolah di

sekolah formal Pada pertanyaan ini, terdapat lima partisipan menjawab memilih homeschooling karena memiliki masalah ketika bersekolah di sekolah formal. Dua partisipan pindah ke homeschooling karena sakit yang membuat kedua siswi tersebut jarang masuk sekolah. Partisipan H mengaku menjadi bahan pembicaraan teman-temannya ketika ia berada di sekolah dan membuat partisipan tidak nyaman untuk datang ke sekolah. Hal ini diakui partisipan H pada saat di wawancarai, yaitu: “Karena kan dulu aku juga jarang masuk jadi kan pasti di omongin kan. Jadi pas pertama aku masuk aku dicuekin .” 23 Tidak hanya itu, sikap guru dan wakil kepala sekolah juga membuat partisipan tidak nyaman untuk datang ke sekolah dan merasa takut untuk datang ke sekolah, sehingga semangat untuk bersekolah menjadi menurun. Hal ini disampaikan partisipan saat melakukan wawancara, yaitu: “Trus sama guru kan, aku kan sangking jarang masuknya, gurunya bilang kalo sakit jangan manja. Kan jadi kayak gimaaa gitu...trus kata wakil kepala sekolah, aku kan ceritain kan, aku di rujuk-rujuk ke rumah sakit mana-mana kan memang untuk sembuh, trus kata dia buang-buang duit aja. Ya udah, aku juga udah engga nyaman. Aku setiap mau ke sekolah tuh aku ketakutan, aku engga mau sekolah sangking kayak gitunya, tuh aku sangking ketakutan gitu. Sampe aku tuh susah banget mau sekolah. ” 24 Hal serupa juga dialami oleh partisipan T, partisipan pindah dari sekolah formal ke homeschooling karena kondisi kesehatannya mulai menurun pada saat kelas 5 SD dan sempat di rawat hampir satu bulan di rumah sakit ketika kelas 6 SD, partisipan juga tidak ingin pergi ke sekolah setelah mendengar kalau dirinya tidak bisa ikut UN Ujian Nasional karena jarang masuk sekolah. 23 Wawancara inti dengan partisipan H, tanggal 15 Januari 2015, pukul 10:46 WIB. 24 Ibid.