Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Menggunakan Model

10 efisiennya petani penyakap disebabkan alokasi tenaga kerja yang lebih tinggi daripada petani pemilik. Selain itu, efisiensi ekonomis tertinggi diperoleh petani penyakap dibandingkan petani pemilik-penggarap. Sedangkan hasil penelitian Handayani 2006 diketahui bahwa pendapatan dan profitabilitas yang diperoleh dari usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan usahatani bukan milik sakap. Hal ini dapat dilihat dari nilai imbangan penerimaan dan biaya RC rasio pada usahatani milik lebih besar daripada usahatani bukan milik sakap karena pada usahatani bukan milik harus mengeluarkan biaya bagi hasil yang mencapai 60 persen dari total biaya

2.2 Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Menggunakan Model

Cobb- Douglas Berdasarkan analisis pendapatan usahatani padi sawah dan padi ladang, petani memperoleh pendapatan yang positif atas biaya tetap dan biaya variabel. Hal ini berarti dapat menutupi seluruh biaya produksi atau biaya total usahatani. Hasil analisis efisiensi ekonomi terhadap faktor-faktor produksi padi menunjukkan bahwa kondisi produksi padi di Desa Kragilan belum optimal. Rasio antara Nilai Produk Marginal NPM dan Biaya Korbanan Marginal BKM dari masing-masing faktor produksi menunjukkan hasil yang tidak sama dengan satu, yang berarti bahwa jumlah penggunaan faktor produksi harus ditingkatkan atau diturunkan untuk memperoleh hasil yang optimal Retmawati 2005. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani padi yang dilakukan oleh Irawati 2006 di daerah penelitian diketahui bahwa petani non-program pendapatan atas biaya tunai dan total lebih tinggi dibandingkan dengan petani program PTT. Dilihat dari nilai RC rasio pada saat kondisi optimal, petani program juga lebih menguntungan dari petani non-program PTT dengan nilai 11 masing-masing 2,49 dan 2,01. Analisis pada penelitian ini menggunakan model Cobb-Douglas. Baik petani program maupun non-program PTT belum efisien dalam penggunaaan faktor-faktor produksi. Hal ini terlihat dari nilai NPMBKM yang tidak sama dengan satu. Analisis pendapatan dan biaya usahatani menggambarkan biaya total yang dikeluarkan oleh petani program PTT di Desa Cijengkol lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya total petani Desa Mulyasari. Kondisi ini disebabkan biaya sewa lahan yang berbeda di antara dua daerah yang mempunyai karakteristik geografis yang berbeda. Penggunaan faktor-faktor produksi baik petani PTT di Desa Mulyasari dan Desa Cijengkol belum mencapai kondisi optimalefisien, karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Berdasarkan perbandingan tingkat pendapatan terlihat bahwa penggunaan faktor produksi usahatani masih bisa ditingkatkan. Hal ini ditunjukkan dengan RC rasio pada biaya tunai lebih besar dibandingkan dengan RC rasio aktual Disti, 2006. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti 2007 tentang analisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani padi sawah diketahui bahwa penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi di daerah penelitian belum mencapai efisien dan optimal karena rasio antara NPM dan BKM untuk setiap faktor produksi tidak sama dengan satu. Untuk faktor produksi luas lahan, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk ZA, pestisida, dan tenaga kerja, rasio NPM dan BKM lebih dari satu. Rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi benih dan Kcl memiliki rasio yang lebih kecil dari satu. Rasio NPM dan BKM dari kedua faktor produksi tersebut memiliki nilai negatif yang disebabkan oleh nilai elastisitas koefisien regresi faktor produksi yang negatif. 12 Diketahui dari penelitian yang dilakukan oleh Gopur 2009 mengenai efisiensi produksi caisin bahwa faktor-faktor produksi yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi caisin yaitu pestisida cair dan tenaga kerja, sementara untuk faktor produksi benih, pupuk kimia, pupuk kandang dan pestisida padat tidak berpengaruh nyata. Kesimpulannya yaitu, bahwa pada kegiatan usahatani caisin, penggunaan input seperti pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida cair, pestisida padat dan tenaga kerja belum efisien sehingga penggunaan harus ditambah. Sementara untuk input benih tidak efisien karena penggunaannya sudah berlebih. Yulistia 2009, dengan penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisensi produksi usahatani belimbing dewa peserta primatani menyimpulkan bahwa hadirnya primatani di kota Depok khususnya di Kelurahan Pasir Putih belum memberikan dampak yang terlalu besar terhadap tingkat pendapatan petani peserta primatani. Hal ini diketahui dari pendapatan usahatani Belimbing Dewa per hektar per tahun atas biaya tunai dan biaya total petani non peserta primatani pada tahun 2008 lebih besar jika dibandingkan dengan petani peserta primatani. Usahatani belimbing Dewa yang dijalankan petani peserta primatani dan non peserta primatani sudah menguntungkan bagi petani. Hal ini terlihat dari nilai RC rasio pada petani primatani dan non primatani yang lebih besar dari satu. Namun tingkat penggunaan faktor produksi pada petani primatani belum mencapai kondisi optimal yang ditandai dari hasil rasio NPMBKM yang tidak sama dengan satu. Status petani berdasarkan lahan yang digarapnya mempengaruhi tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi atau produktivitas padi sawah. 13 Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa petani pemilik penggarap lebih efisien dalam penggunaan faktor-faktor produksi dibandingkan petani penggarap. Kenyataan ini disebabkan oleh rasa tanggung jawab petani sawah atas miliknya selain itu luas garapannya relatif kecil dan tidak terpencar-pencar sehingga kontrolnya lebih baik dibanding petani penggarap yang mengusahakan beberapa bidang milik orang lain. Pendapatan yang diperoleh petani pemilik penggarap lebih besar dibandingkan petani penggarap karena petani penggarap harus mengeluarkan biaya bagi hasil yang mencapai 60 persen dari biaya total atau mengeluarkan biaya sewa lahan. Model yang sering digunakan dalam analisis efisiensi faktor produksi adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Maka dengan kata lain efisiensi dengan keuntungan maksimal tercapai pada saat nilai NPM sama dengan BKM. Sedangkan untuk mengukur tingkat pendapatan petani pada umumnya digunakan analisis RC rasio. Semakin besar nilai RC rasio menunjukan semakin semakin besar penerimaan usahatani yang diperoleh dibanding biaya yang dikeluarkan untuk produksi usahatani. 14

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis