Analisis Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ( Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang )
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
DAN PENDAPATAN USAHATANI SALAK BONGKOK
(
Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang)
Oleh : DEDE MAYA
A.14103520
PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INST ITUT PERTANIAN BOGOR 2006
(2)
RINGKASAN
DEDE MAYA. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Salak Bongkok (Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang). Dibawah Bimbingan SUTARA
HENDRAKUSUMAATMAJA.
Sektor pertanian merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam pemuliaan perekonomian nasional. Mengingat sektor pertanian terbukti masih dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional walaupun badai krisis menerpa. Hal ini dikarenakan terbukanya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan, selain itu dilihat bahwa peranan sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia tahun 2003 sekitar 15,8 persen dan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menurut hasil Sakernas sekitar 46,26 persen (BPS, 2004).
Total produksi buah-buahan di Indonesia tahun 2004 sebesar 14,35 juta ton, beberapa tanaman yang memberikan kontribusi produksi tersebut (lebih dari 10 %) dari total produksi buah-buahan adalah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, sedangkan tanaman salak memberikan kontribusi sebesar 5,58 persen.
Salak merupakan buah yang memberikan sumbangan terbesar keempat terhadap buah nasional setelah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, yaitu sebesar 5,58 persen (800.975 ton). Sumbangan produksi daerah Jawa sebesar 526.298 ton dan luar Jawa sebesar 274.677 ton. Propinsi Jawa Tengah merupakan Propinsi penghasil buah salak terbesar yaitu sebesar 235.642 ton.
Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah sentra produksi propinsi Jawa Barat yang merupakan daerah yang giat mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak. Usaha salak di Kabupaten Sumedang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Jumlah tanaman salak mengalami peningkatan pada tahun 2002, tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan, kemudian pada tahun 2004 mengalami peningkatan kembali walaupun hanya sedikit. Tanaman salak yang ada di Kabupaten Sumedang belum semuanya tanaman yang bisa menghasilkan atau belum semuanya berproduksi. Dari jumlah tanaman salak yang ada pada tahun 2004 sebanyak 1.272.689 pohon ternyata hanya 907.366 tanaman yang sudah menghasilkan, berarti terdapat 365.320 tanaman yang belum produktif. Hal ini terjadi karena adanya tanaman baru (peremajaan) yang mengganti tanaman salak yang mati.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani salak bongkok, (2) Mengetahui sejauh mana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani salak bongkok, (3) Menganalisis pendapatan usahatani salak bongkok di daearah penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Dasa Jambu, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung kepada petani responden salak bongkok dengan menggunakan bantuan kuisioner. Data sekunder yang merupakan data penunjang diperoleh dari catatan yang terdapat dari berbagai instansi-instansi atau dinas yang berkaitan dengan masalah penelitian. Analisis yang dilakukan beruapa analisis fungsi produksi, analisis elastisistas produksi, analisis efisiensi, analisis pendapatan dan analisis imbangan penerimaan dan biaya.
(3)
Dalam penelitian ini faktor-faktor produksi yang diduga adalah luas lahan (X1), umur tanaman (X2), jumlah tanaman (X3), pengalaman (X4), tenaga kerja (X5), pupuk kandang (X6), dan pupuk urea (dammy), sedangkan respon yang digunakan adalah produksi (Y). Model yang digunakan untuk menganalisis usahatani salak bongkok adalah model fungsi produksi Cobb- Douglas.
Hasil dugaan diperoleh bahwa nilai F-hitung sebesar 226,15 signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama signifikan terhadap produksi. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 96,2 persen dan nilai koefisien dererminasi terkorelasi (R-Sq) sebesar 95,8 persen. Nilai determinasi ini menunjukkan bahwa 95,8 persen dari variasi produksi dijelaskan oleh model (luas lahan, umur tanaman, pengalaman, tenaga kerja, pupuk kandang dan pupuk urea), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Nilai uji-t menunjukkan bahwa tidak semua variabel penduga signifikan. Nilai t-hitung untuk variabel umur tanaman, tenaga kerja dan variabel dummy pupuk urea signifikan pada tingkat kepercaayan 99 persen dan luas lahan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan variabel pengalaman dan pupuk kandang tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Skala ekonomi usaha dari penjumlah elastisitas produksi yaitu sebesar 0,594 ini menunjukan bahwa usahatani salak bangkok di Desa Jambu berada di daerah II (daerah rasional) atau pada skala kenaikan hasil semakin lama semakin berkurang (deacreasing return to scale) artinya satu persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi salak bangkok sebesar 0,594 persen.
Penggunaan faktor-faktor produksi usahatani salak bongkok di Desa Jambu masih belum mencapai kondisi efisien dan optimal. Rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu, sedangkan pegunaan faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai rasio NPM dan BKM kurang dari satu. Kombinasi optimal penggunaan faktor produksi usahatani salak bongkok diperoleh nilai kombinasi luas lahan 0,35 hektar dan tenaga kerja 84,01 HOK.
Hasil analisis Rugi/Laba, diketahui usahatani salak bongkok sudah menguntungkan untuk masing-masing golongan umur kecuali untuk golongan umur < 4 tahun karena pada umur ini tanaman salak bongkok belum berproduksi. Golongan umur tanaman 10-15 tahun lebih menguntungkan dibandingkan dengan golongan umur tanaman yang lainnya, hal ini disebabkan produktivitas salak bongkok yang dihasilkan pada umur tanamana 10-15 tahun relatif lebih tinggi, sehingga penerimaannya lebih tinggi. Pendapatan atas biaya total diperoleh pendapatan sebesar Rp12.032.800,-. Biaya total terbesar terjadi pada golongan umur tanaman < 4 tahun yaitu sebesar Rp 4.044.750,- per tahun. Pada kondisi optimal penggunaan tenaga kerja menjadi berkurang untuk masing-masing golongan umur.
Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah perlunya petani merencanakan dan mengorganisasikan kembali faktor-faktor produksi dalam usahatani salak bongkok dengan menambah luas lahan bila memungkinkan dan mengurangi penggunaan tenaga kerja khususnya tenaga kerja luar keluarga sesuai dengan jumlah input secara tepat dan optimal untuk mencapai keuntungan maksimal. Sebaiknya dilakukan peremajaan tanaman untuk umur tanaman yang lebih dari 15 tahun, bagi petani yang tidak menggunakan pupuk urea sebaiknya menggunakan pupuk urea tersebut karena akan meningkatkan produksi, sedangkan bagi petani yang menggunakan pupuk urea sebaiknya lebih diinstensifkan kembali penggunaannya. Selain itu perlu adanya kegiatan pembinaan dan penyuluhan kepada petani dari instansi-instansi terkait tentang manajemen dan peningkatan usahatani.
(4)
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
DAN PENDAPATAN USAHATANI SALAK BONGKOK
(
Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang)
Oleh : DEDE MAYA
A.14103520
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKSTENSI M ANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
(5)
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menayatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :
Nama : Dede Maya
NRP : A. 14103520
Program studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis
Judul : Analisis Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan
Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ( Kasus di Desa
Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang )
Dapat diterima sebagai satu syarat kelulusan pada Program Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mengetahui,
Dosen Pembimbinhg
Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, MSc NIP. 130 367 086
Mengetahui
Dekan Fakutas Pertanian
Prof.Dr.Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP. 130 422 698
(6)
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA DENGAN
JUDUL ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN
PENDAPAAN USAHATANI SALAK BONGKOK (KASUS DI DESA JAMBU,
KECAMATAN CONGGEANG, SUMEDANG) BENAR-BENAR HASIL KARYA
SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2006
Dede Maya A.14103520
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Agustus 1981 di Sumedang, Jawa
Barat. Penulis mrupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan
Bapak Inta dan Ibu Een.
Pendidikan formal yang dilalui penulis antara lain : Sekolah Dasar Negeri
Narimbang I lulus tahun 1994, SMP Negeri I Conggeang lulus tahun 1997, SMU
Negeri I Conggeang lulus tahun 2000. Tahun 2003 penulis menyelesaikan
pendidikan Diploma III pada program studi Manajemen Bisnis Perikanan,
Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan
pada program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di program
studi ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi dan Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ( Kasus di Desa Jambu,
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah-Nya serta atas karunia-Nya yang telah dicurahkan dari waktu ke waktu. Sesuai dengan judulnya, penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan tentang penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani salak bongkok dalam meningkatkan pendapatan dan mengetahui kondisi optimalnya.
Dengan demikian, penulis mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi salak bongkok, menginformasikan tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan analisis pendapatan usahatani salak bongkok di daerah penelitian dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb- Douglas dan analisis rugi laba. Dari analisis tersebut diperoleh bahwa yang berpengaruh nyata terhadap produksi yaitu umur tanaman, tenaga kerja, variabel dummy pupuk urea dan luas lahan, sedangkan kondisi optimal yang dihasilkan untuk luas lahan yaitu seluas 0,35 hektar dan untuk tenaga kerja 84,01 HOK.
Pada kesempatan ini, tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis untuk memberikan informasi dan data-data yang relevan dengan penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, MSc selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Juni 2006
(9)
DAFTAR ISI
RINGKASAN... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
UCAPAN TERIMA KASIH... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan... 11
1.4. Kegunaan ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Standar Salak ... 12
2.2. Deskripsi Tanaman Salak ... 12
2.3. Budidaya Salak ... 13
2.3.1. Iklim ... 13
2.3.2. Tanah ... 14
2.3.3. Penanaman ... 14
2.3.4. Pemeliharaan ... 14
2.3.5. Hama dan Penyakit ... 15
2.3.6. Panen ... 16
2.3.7. Pasca Panen ... 17
2.4. Manfaat Salak ... 17
2.5. Penelitian Terdahulu ... 17
2.5.1. Pendapatan Usahatani Salak ... 17
2.5.2. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi... 19
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Penikiran Teoritis ... 22
3.1.1. Konsep Fungsi Produksi ... 22
3.1.2. Analisis Elastisitas Produksi ... 25
3.1.3. Model Fungsi Produksi Yang Digunakan ... 27
3.1.4. Analisis Efisiensi... 30
3.1.5. Konsep Usahatani ... 32
3.1.6. Pendapatan Usahatani... 35
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 37
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu... 40
4.2. Jenis dan Sumber data ... 40
4.3. Metode Penarikan Sampel... 40
(10)
4.4.1. Analisis Fungsi Produksi ... 41
4.4.2. Analisis Elastisitas Produksi ... 45
4.4.3. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 45
4.4.4. Analisis Pendapatan Usahatani ... 46
4.4.5. Konsep Pengukuran Variabel ... 47
V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian ... 50
5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian... 52
5.3. Karakteristik Petani Responden ... 54
5.3.1. Umur Petani Responden... 54
5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden. 55 5.3.3. Pola Pengusaan Salak Bongkok ... 57
5.4. Gambaran Umum Usahatani Salak Bongkok... 57
VI. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI SALAK BONGKOK 6.1. Analisis Fungsi Produksi ... 61
6.2. Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha ... 64
6.3. Analisis Efisiensi Ekonomi ... 67
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 7.1. Kegiatan Usahatani Salak Bongkok ... 70
7.1.1. Modal Usahatani ... 70
7.1.2. Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja... 71
7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ... 73
7.2.1. Pengeluaran Usahatani Salak Bongkok ... 73
7.2.2. Penerimaan Usahatani Salak Bongkok ... 74
7.2.3. Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ... 75
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan... 80
8.2. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA Lampiran
(11)
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
DAN PENDAPATAN USAHATANI SALAK BONGKOK
(
Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang)
Oleh : DEDE MAYA
A.14103520
PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INST ITUT PERTANIAN BOGOR 2006
(12)
RINGKASAN
DEDE MAYA. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Salak Bongkok (Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang). Dibawah Bimbingan SUTARA
HENDRAKUSUMAATMAJA.
Sektor pertanian merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam pemuliaan perekonomian nasional. Mengingat sektor pertanian terbukti masih dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional walaupun badai krisis menerpa. Hal ini dikarenakan terbukanya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan, selain itu dilihat bahwa peranan sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia tahun 2003 sekitar 15,8 persen dan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menurut hasil Sakernas sekitar 46,26 persen (BPS, 2004).
Total produksi buah-buahan di Indonesia tahun 2004 sebesar 14,35 juta ton, beberapa tanaman yang memberikan kontribusi produksi tersebut (lebih dari 10 %) dari total produksi buah-buahan adalah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, sedangkan tanaman salak memberikan kontribusi sebesar 5,58 persen.
Salak merupakan buah yang memberikan sumbangan terbesar keempat terhadap buah nasional setelah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, yaitu sebesar 5,58 persen (800.975 ton). Sumbangan produksi daerah Jawa sebesar 526.298 ton dan luar Jawa sebesar 274.677 ton. Propinsi Jawa Tengah merupakan Propinsi penghasil buah salak terbesar yaitu sebesar 235.642 ton.
Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah sentra produksi propinsi Jawa Barat yang merupakan daerah yang giat mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak. Usaha salak di Kabupaten Sumedang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Jumlah tanaman salak mengalami peningkatan pada tahun 2002, tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan, kemudian pada tahun 2004 mengalami peningkatan kembali walaupun hanya sedikit. Tanaman salak yang ada di Kabupaten Sumedang belum semuanya tanaman yang bisa menghasilkan atau belum semuanya berproduksi. Dari jumlah tanaman salak yang ada pada tahun 2004 sebanyak 1.272.689 pohon ternyata hanya 907.366 tanaman yang sudah menghasilkan, berarti terdapat 365.320 tanaman yang belum produktif. Hal ini terjadi karena adanya tanaman baru (peremajaan) yang mengganti tanaman salak yang mati.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani salak bongkok, (2) Mengetahui sejauh mana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani salak bongkok, (3) Menganalisis pendapatan usahatani salak bongkok di daearah penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Dasa Jambu, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung kepada petani responden salak bongkok dengan menggunakan bantuan kuisioner. Data sekunder yang merupakan data penunjang diperoleh dari catatan yang terdapat dari berbagai instansi-instansi atau dinas yang berkaitan dengan masalah penelitian. Analisis yang dilakukan beruapa analisis fungsi produksi, analisis elastisistas produksi, analisis efisiensi, analisis pendapatan dan analisis imbangan penerimaan dan biaya.
(13)
Dalam penelitian ini faktor-faktor produksi yang diduga adalah luas lahan (X1), umur tanaman (X2), jumlah tanaman (X3), pengalaman (X4), tenaga kerja (X5), pupuk kandang (X6), dan pupuk urea (dammy), sedangkan respon yang digunakan adalah produksi (Y). Model yang digunakan untuk menganalisis usahatani salak bongkok adalah model fungsi produksi Cobb- Douglas.
Hasil dugaan diperoleh bahwa nilai F-hitung sebesar 226,15 signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama signifikan terhadap produksi. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 96,2 persen dan nilai koefisien dererminasi terkorelasi (R-Sq) sebesar 95,8 persen. Nilai determinasi ini menunjukkan bahwa 95,8 persen dari variasi produksi dijelaskan oleh model (luas lahan, umur tanaman, pengalaman, tenaga kerja, pupuk kandang dan pupuk urea), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Nilai uji-t menunjukkan bahwa tidak semua variabel penduga signifikan. Nilai t-hitung untuk variabel umur tanaman, tenaga kerja dan variabel dummy pupuk urea signifikan pada tingkat kepercaayan 99 persen dan luas lahan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan variabel pengalaman dan pupuk kandang tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Skala ekonomi usaha dari penjumlah elastisitas produksi yaitu sebesar 0,594 ini menunjukan bahwa usahatani salak bangkok di Desa Jambu berada di daerah II (daerah rasional) atau pada skala kenaikan hasil semakin lama semakin berkurang (deacreasing return to scale) artinya satu persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi salak bangkok sebesar 0,594 persen.
Penggunaan faktor-faktor produksi usahatani salak bongkok di Desa Jambu masih belum mencapai kondisi efisien dan optimal. Rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu, sedangkan pegunaan faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai rasio NPM dan BKM kurang dari satu. Kombinasi optimal penggunaan faktor produksi usahatani salak bongkok diperoleh nilai kombinasi luas lahan 0,35 hektar dan tenaga kerja 84,01 HOK.
Hasil analisis Rugi/Laba, diketahui usahatani salak bongkok sudah menguntungkan untuk masing-masing golongan umur kecuali untuk golongan umur < 4 tahun karena pada umur ini tanaman salak bongkok belum berproduksi. Golongan umur tanaman 10-15 tahun lebih menguntungkan dibandingkan dengan golongan umur tanaman yang lainnya, hal ini disebabkan produktivitas salak bongkok yang dihasilkan pada umur tanamana 10-15 tahun relatif lebih tinggi, sehingga penerimaannya lebih tinggi. Pendapatan atas biaya total diperoleh pendapatan sebesar Rp12.032.800,-. Biaya total terbesar terjadi pada golongan umur tanaman < 4 tahun yaitu sebesar Rp 4.044.750,- per tahun. Pada kondisi optimal penggunaan tenaga kerja menjadi berkurang untuk masing-masing golongan umur.
Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah perlunya petani merencanakan dan mengorganisasikan kembali faktor-faktor produksi dalam usahatani salak bongkok dengan menambah luas lahan bila memungkinkan dan mengurangi penggunaan tenaga kerja khususnya tenaga kerja luar keluarga sesuai dengan jumlah input secara tepat dan optimal untuk mencapai keuntungan maksimal. Sebaiknya dilakukan peremajaan tanaman untuk umur tanaman yang lebih dari 15 tahun, bagi petani yang tidak menggunakan pupuk urea sebaiknya menggunakan pupuk urea tersebut karena akan meningkatkan produksi, sedangkan bagi petani yang menggunakan pupuk urea sebaiknya lebih diinstensifkan kembali penggunaannya. Selain itu perlu adanya kegiatan pembinaan dan penyuluhan kepada petani dari instansi-instansi terkait tentang manajemen dan peningkatan usahatani.
(14)
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
DAN PENDAPATAN USAHATANI SALAK BONGKOK
(
Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang)
Oleh : DEDE MAYA
A.14103520
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKSTENSI M ANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
(15)
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menayatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :
Nama : Dede Maya
NRP : A. 14103520
Program studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis
Judul : Analisis Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan
Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ( Kasus di Desa
Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang )
Dapat diterima sebagai satu syarat kelulusan pada Program Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mengetahui,
Dosen Pembimbinhg
Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, MSc NIP. 130 367 086
Mengetahui
Dekan Fakutas Pertanian
Prof.Dr.Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP. 130 422 698
(16)
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA DENGAN
JUDUL ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN
PENDAPAAN USAHATANI SALAK BONGKOK (KASUS DI DESA JAMBU,
KECAMATAN CONGGEANG, SUMEDANG) BENAR-BENAR HASIL KARYA
SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2006
Dede Maya A.14103520
(17)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Agustus 1981 di Sumedang, Jawa
Barat. Penulis mrupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan
Bapak Inta dan Ibu Een.
Pendidikan formal yang dilalui penulis antara lain : Sekolah Dasar Negeri
Narimbang I lulus tahun 1994, SMP Negeri I Conggeang lulus tahun 1997, SMU
Negeri I Conggeang lulus tahun 2000. Tahun 2003 penulis menyelesaikan
pendidikan Diploma III pada program studi Manajemen Bisnis Perikanan,
Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan
pada program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di program
studi ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi dan Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ( Kasus di Desa Jambu,
(18)
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah-Nya serta atas karunia-Nya yang telah dicurahkan dari waktu ke waktu. Sesuai dengan judulnya, penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan tentang penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani salak bongkok dalam meningkatkan pendapatan dan mengetahui kondisi optimalnya.
Dengan demikian, penulis mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi salak bongkok, menginformasikan tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan analisis pendapatan usahatani salak bongkok di daerah penelitian dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb- Douglas dan analisis rugi laba. Dari analisis tersebut diperoleh bahwa yang berpengaruh nyata terhadap produksi yaitu umur tanaman, tenaga kerja, variabel dummy pupuk urea dan luas lahan, sedangkan kondisi optimal yang dihasilkan untuk luas lahan yaitu seluas 0,35 hektar dan untuk tenaga kerja 84,01 HOK.
Pada kesempatan ini, tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis untuk memberikan informasi dan data-data yang relevan dengan penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, MSc selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Juni 2006
(19)
DAFTAR ISI
RINGKASAN... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
UCAPAN TERIMA KASIH... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan... 11
1.4. Kegunaan ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Standar Salak ... 12
2.2. Deskripsi Tanaman Salak ... 12
2.3. Budidaya Salak ... 13
2.3.1. Iklim ... 13
2.3.2. Tanah ... 14
2.3.3. Penanaman ... 14
2.3.4. Pemeliharaan ... 14
2.3.5. Hama dan Penyakit ... 15
2.3.6. Panen ... 16
2.3.7. Pasca Panen ... 17
2.4. Manfaat Salak ... 17
2.5. Penelitian Terdahulu ... 17
2.5.1. Pendapatan Usahatani Salak ... 17
2.5.2. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi... 19
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Penikiran Teoritis ... 22
3.1.1. Konsep Fungsi Produksi ... 22
3.1.2. Analisis Elastisitas Produksi ... 25
3.1.3. Model Fungsi Produksi Yang Digunakan ... 27
3.1.4. Analisis Efisiensi... 30
3.1.5. Konsep Usahatani ... 32
3.1.6. Pendapatan Usahatani... 35
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 37
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu... 40
4.2. Jenis dan Sumber data ... 40
4.3. Metode Penarikan Sampel... 40
(20)
4.4.1. Analisis Fungsi Produksi ... 41
4.4.2. Analisis Elastisitas Produksi ... 45
4.4.3. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 45
4.4.4. Analisis Pendapatan Usahatani ... 46
4.4.5. Konsep Pengukuran Variabel ... 47
V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian ... 50
5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian... 52
5.3. Karakteristik Petani Responden ... 54
5.3.1. Umur Petani Responden... 54
5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden. 55 5.3.3. Pola Pengusaan Salak Bongkok ... 57
5.4. Gambaran Umum Usahatani Salak Bongkok... 57
VI. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI SALAK BONGKOK 6.1. Analisis Fungsi Produksi ... 61
6.2. Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha ... 64
6.3. Analisis Efisiensi Ekonomi ... 67
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 7.1. Kegiatan Usahatani Salak Bongkok ... 70
7.1.1. Modal Usahatani ... 70
7.1.2. Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja... 71
7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ... 73
7.2.1. Pengeluaran Usahatani Salak Bongkok ... 73
7.2.2. Penerimaan Usahatani Salak Bongkok ... 74
7.2.3. Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ... 75
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan... 80
8.2. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA Lampiran
(21)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Produksi Banyak Pohon dan Produktivitas
Salak Indonesia Tahun 1999-2001 ... 3
2. Perkembangan produksi Salak di Daerah Sentra Produksi
Tahun 2000-2001 (Ton) ... 4
3. Realisasi Produksi Buah-Buahan di Kabupaten Sumedang
Tahun 2003-2004 ... 6
4. Perkembangan Jumlah Tanaman dan Luas Panen Salak
Bongkok di Kabupaten Sumedang Tahun 2000-2004 ... 7
5. Perkembangan produksi dan Produktivitas Buah Salak
Kabupaten Sumedang Tahun 2001-2004. ... 8
6. Perkembangan Tambah Tanam dan Pembongkaran Tanaman
Salak Bongkok Tahun 2002-2004 ... 9
7 Data Pohon dan Jumlah Produksi Salak Bongkok di
Kecamatan Paseh dan Kecamatan Conggeang, Kabupaten
Sumedang Tahun 2002-2004 ... 10
8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Tanah Desa Jambu
Tahun 2005 ... 51
9. Jenis Tanaman Perkebunan, Luas Lahan dan Hasil di Desa
Jambu ... 52
10. Jumlah Penduduk Desa Jambu Menurut Kelompok Umur
Tahun 2005 ... 53
11. Jumlah Penduduk Desa Jambu Berdasarkan Mata
Pencaharian Tahun 2005... 53
12. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Desa Jambu Tahun 2005... 54
13. Sebaran Petani Responden Menurut Tingkat Umur pada
Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu 2005 ... 55
14. Sebaran Petani Responden menurut Tingkat Pendidikan
pada Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Tahun 2006... 56
15. Sebaran Petani Responden Menurut Pengalaman dalam
Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Tahun 2006 ... 56
16. Sebaran Pengusahaan Usahatani Salak Bongkok dari
(22)
17. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Salak
Bongkok di Desa Jambu ... 62
18. Hasil Parameter Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani
Salak Bongkok di Desa Jambu Setelah Faktor Jumlah Tanaman Dihilangkan... 63
19. Rasio Marjinal (NPM) Nilai Produksi dengan Biaya Korbanan
Marjinal (BKM) Usahatani salak Bongkok di Desa jambu... 68
20. Rasio Nilai Marjinal Produk (NPM) dengan Biaya korbanan Marjinal (BKM) Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu pada Kondisi Optimal ... 66
21. Rata-rata Penggunaan Peralatan Usahatani Salak Bongkok
di Desa Jambu Kecamatan Conggeang Tahun 2005 ... 71
22. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Salak
Bongkok di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang Tahun 2005 ... 72
23. Rata-Rata Pengeluaran Usahatani Salak Bongkok di Desa
Jambu Kecamatan Conggeang Tahun 2005... 74
24. Rata-rata Total Penerimaan Petani Salak Bongkok
Berdasarkan Golongan Umur Tanaman Tahun 2005 ... 75
25. Analisis Pendapatan Usahatani Salak Bongkok Berdasarkan
Golongan Umur Tanaman di Desa Jambu Tahun 2005 ... 76
26. Analisis Pendapatan Usahatani Salak Bongkok Pada Tingkat Optimal Per Tahun di Desa Jambu Kecamatan
Conggeang ... 78
27. Rata-rata Produktivitas Usahatani Salak Bongkok di Desa
(23)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Persentase Produksi Buah-buahan Tahun 2004 ... 2
2. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi... 26
(24)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Jenis-jenis Varietas Salak dan daerah Asalnya ... 85
2. Tabel Perbandingan Nilai Gizi antara Salak, Nanas dan Pepaya tiap 100 gram) ... 86
3. Faktor-faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok ... 87
4. Analisis Regresi Faktor-faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu ... 89
5. Analisis Korelasi ... 90
6. Analisis Regresi Faktor-faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu setelah Variabel Jumlah Tanaman dihilangkan ... 91
7. Peta Wilayah Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat... 92
(25)
I. PENDAHULUAN
Sektor pertanian merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam
pemuliaan perekonomian nasional. Mengingat sektor pertanian terbukti masih
dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional walaupun badai krisis
menerpa. Hal ini dikarenakan terbukanya penyerapan tenaga kerja di sektor
pertanian dan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan, selain itu dilihat
bahwa peranan sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia tahun 2003
sekitar 15,8 persen dan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menurut
hasil Sakernas sekitar 46,26 persen (BPS, 2004).
Salah satu target pembangunan ekonomi dari pemerintahan kabinet
Indonesia bersatu adalah mencapai tingkat pertumbuhan sektor pertanian
sebesar 3,52 persen per tahun dalam periode 2004-2005. Untuk dapat
mencapai target tersebut, pembangunan di semua subsektor pertanian perlu
terus digalakan bukan hanya untuk memacu produksi tetapi juga untuk
meningkatkan mutu, daya saing produk dan nilai tambah guna mengangkat
pendapatan dan kesejahteraan petani.
Pembangunan disektor pertanian selain bertujuan meningkatkan
produksi juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Subsektor usaha
tanaman hortikultura termasuk salah satu subsektor yang memegang peranan
penting dalam sektor pertanian. Hortikultura merupakan salah satu komoditas
yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan diantara berbagai
komoditas pertanian yang ada di Indonesia. Ketersedian beragam jenis tanaman
hortikultura yang meliputi tanaman buah, sayur, tanaman hias dan tanaman obat
yang dimiliki Indonesia dapat menjadi kegiatan usaha ekonomi yang sangat
(26)
Pisang, 33.97%
Jeruk Siam/Keprok, 13.90% Mangga, 10.02%
Salak, 5.58% Pepaya, 5.11% Nangka/Cempedak,
4.95% Nanas, 4.95% rambutan, 4.95%
Durian, 4.71%
Lainnya, 11.86%
Masih besarnya peluang pasar komoditas hortikultura ini, baik pasar
domestik maupun pasar internasional harus segera di respon dengan
pengelolaan produksi yang tepat baik dari jenis, produk, kualitas, kuantitas,
kontinuitas maupun distribusi. Salah satu sasaran pembangunan hortikultura
tahun 2005-2009 seperti yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina
Hortikultura adalah meningkatkan produksi hortikultura rata-rata 5,24 persen
pertahun.
Komoditas salak (Salacca edulis) merupakan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan di Indonesia, menurut Widji (1999), petani salak
umumnya dapat hidup layak dari usahataninya. Hal ini disebabkan oleh : (1)
Menanam salak sangat mudah dan tidak perlu perawatan khusus yang rumit, (2)
Hama penyakit relatif tidak ada dan (3) Buah salak mempunyai umur yang relatif
panjang, sehingga dapat memberikan hasil dalam jangka waktu yang lama, itulah
yang mendasari pemerintah untuk menetapkan salak sebagai buah unggulan
nasional.
Total produksi buah-buahan di Indonesia tahun 2004 sebesar 14,35 juta
ton, beberapa tanaman yang memberikan kontribusi produksi tersebut (lebih dari
10 %) dari total produksi buah-buahan adalah pisang, jeruk siam/keprok dan
mangga, sedangkan tanaman salak memberikan kontribusi sebesar 5,58 persen.
Persentase produksi buah-buahan menurut jenis tanaman tahun 2004 dapat
dilhat pada Gambar 1.
(27)
Keterangan : Lainnya merupakan gabungan dari Alpukat, belimbing, Duku/langsat, Jambu Biji, Jambu Air, Jeruk Besar, Sawo, Sirsak, Sukun, Manggis, Markisa, Melon, Semangka, dan Blewah,
Salak merupakan buah yang memberikan sumbangan terbesar keempat
terhadap buah nasional setelah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, yaitu
sebesar 5,58 persen (800.975 ton). Sumbangan produksi daerah Jawa sebesar
526.298 ton dan luar Jawa sebesar 274.677 ton. Propinsi Jawa Tengah
merupakan Propinsi penghasil buah salak terbesar yaitu sebesar 235.642 ton.
Tabel 1. Perkembangan Produksi, Banyak Pohon dan Produktivitas Salak Indonesia Tahun 2000-2004
Tahun Jumlah Tanaman Yang Menghasilkan (Rumpun)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Rumpun/Tahun)
2000 36.012.255 423.548 0,012
2001 48.409.035 681.255 0,014
2002 45.408.123 768.015 0,012
2003 42.686.979 928.613 0,022
2004 31.200.998 800.975 0,026
Sumber : Badan Pusat Statistik
Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa selama tahun 2000-2003 mengalami
peningkatan produksi, tetapi pada tahun 2004 mengalami penurunan produksi.
Jumlah tanaman yang menghasilkan pada tahun 200-2002 mengalami
peningkatan sedangkan pada tahun 2002-2004 mulai mengalami penurunan.
(28)
Daerah-daerah di Indonesia banyak yang tercatat sebagai sentra
produksi salak akan tetapi, umumnya daerah-daerah itu memproduksi buah salak
yang khas. Daerah-daerah yang merupakan sentra produksi salak di Indonesia
diantaranya Padangsidempuan (Sumatera Barat), Serang, Sumedang,
Tasikmalaya, Batujajar (Jawa Barat), Magelang, Ambarawa, Wonosobo,
Banyumas, Purworejo, Purbalingga, banjarnegara (Jawa Tengah), Sleman
(Jogyakarta), Bangkalan, Pasuruan (Jawa Timur), Karang Asem (Bali), Enrekang
(Sulawesi Selatan).
Propinsi Jawa Barat memempati posisi ketiga dalam hal produksi salak
setelah Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Perkembangan produksi salak
dibeberapa sentra produksi salak Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Salak di Daerah Sentra Produksi Tahun 2000-2004 (Ton)
No Propinsi 2000 2001 2002 2003 2004
1 Sumatera Utara 124.586 255.080 209.816 214.707 191.713
2 DKI 56 345 75 274 180
3 Jawa Barat 66.651 89.403 113.228 176.958 135.360 4 Jawa Tengah 90.790 176.608 239.332 387.789 235.642 5 DI Jogyakarta 44.710 37.035 72.901 31.031 70.271 6 Jawa Timur 19.693 44.755 43.056 41.586 81.322
7 Bali 59.172 54.522 48.011 34546 36.787
Sumber : Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah produksi propinsi
Jawa Barat yang merupakan daerah yang giat mengembangkan usaha
hortikultura buah-buahan khususnya salak. Usaha salak di Kabupaten
Sumedang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Salak lokal
yang dikembangkan di Kabupaten Sumedang adalah salak bongkok. Dinamakan
salak bongkok karena pertama kali ditemukan di Desa Bongkok yang terletak
(29)
subur sehingga kualitas salak yang dihasilkan akan bermutu baik. Salak bongkok
mulai dibudidayakan sebelum tahun 1960.
Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam rangka meningkatkan
pendapatan asli daerah sendiri pada tahun 2001 mulai mengembangkan
komoditas-komoditas unggulan daerah. Komoditas unggulannya mencakup
sektor pertanian, sektor perikanan, sektor kehutanan, sektor peternakan dan
sektor industri. Sektor pertanian peranannya masih dominan terhadap produk
domestik regional bruto (PDRB) yaitu sebesar 29,72 persen, serta sumbangan
terbesar dari subsektor pertaniaan tanaman bahan makanan termasuk
didalamnya tanaman hortikultura sebesar 22,64 persen terhadap subsektor
pertanian (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2002).
Dari hasil pelaksanaan pembangunan pertanian selama tahun 2004
diberbagai subsektor menunjukkan realisasi pencapaian sasaran terhadap
sasaran yang beragam seperti pada sektor tanaman pangan yaitu untuk realisasi
produksi padi 105,66 persen, palawija 111,14 persen, sayuran 108,17 persen,
dan untuk buah-buahan 110,14 persen (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang,
2004). Salah satu komoditas unggulan di bidang pertanian adalah komoditi
tanaman hortikultura khususnya buah-buahan.
Populasi Tanaman buah-buahan tahun 2004 dibandingkan tahun
sebelumnya mengalami penurunan sebesar 2,57 persen (23.679 kuintal), dimana
terdapat pencapaian realisasi produksi untuk beberapa komoditas utama
buah-buahan yang mencapai target pada tahun 2004 yang telah ditetapkan.
Kontribusi pencapaiaan target produksi 2004 berasal dari komoditas utama
walaupun komoditas ini mengalami penurunan produksi dari tahun 2003.
Produksi buah-buahan sebesar 897.698 kuintal yang dihasilkan dari 18
komoditas dengan populasi tanaman sebanyak 6.996.822 pohon, tetapi yang
(30)
sebesar 1,03 persen (67.984 pohon) dibandingkan realisasi tahun 2003.
Terjadinya penurunan pencapaian produksi buah-buahan tahun 2003 disebabkan
ada beberapa komoditas tanaman yang produksinya mengalami penurunan.
Tabel 3. Realisasi Produksi Buah-Buahan di Kabupaten Sumedang Tahun 2003-2004
No Komoditi
Jumlah Tanaman Panen Produksi 2003 2004 2003 2004 2003 2004 Pohon Pohon Pohon Pohon Kw Kw 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Alpukat Belimbing Duku Durian Jambu Biji Jambu Air Jeruk Mangga Manggis Nangka Nenas Pepaya Pisang Rambutan Salak Sawo Sirsak Sukun 131.991 9.722 12.471 85.940 72.140 12.459 121.046 371.891 4.822 101.315 128.993 90.969 3.343.412 151.322 1.272.151 59.277 18.742 11.458 158.420 9.717 12.399 253.679 71.155 17.634 127.833 482.621 4.862 227.074 133.255 91.262 3.367.460 208.220 1.272.686 60.363 18.048 14.478 72.625 9.643 4.153 38.059 77.027 7.291 24.395 247.939 1.356 99.569 92.346 145.052 4.805.150 101.168 673.363 37.733 8.945 2.900 68.443 6.375 3.257 20.687 77.216 9.245 41.927 262.883 1.401 107.673 101.375 145.379 4.470.634 65.823 907.366 43.154 10.507 3.096 31.903 751 1.700 23.923 8.344 1.399 4.112 77.966 476 34.681 1.048 11.477 588.758 31.882 37.311 12.580 934 655 26.033 803 1.144 12.251 9.783 14.32 9.317 77.550 337 46.024 1.128 14.862 563.410 563.410 19.378 49.137 1.144 890 Jumlah 6.289.224 6.996.822 6.631.951 6.503.967 921.377 897.698
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2003-2004
Dari 18 tanaman buah-buahan yang dibudidayakan tersebut, yang paling
banyak diusahakan adalah pisang, salak, mangga, nenas, jeruk, rambutan,
alpukat dan nangka. Salak bongkok merupakan buah-buahan yang paling
banyak diusahakan, dimana salak bongkok ini merupakan salah satu buah
unggulan Kabupaten Sumedang. Daerah sentra produksi salak Kabupaten
Sumedang yang paling banyak terdapat di Kecamatan Paseh yang menghasilkan
(31)
salak sebesar 23.732 kuintal dari produksi seluruh kecamatan di Kabupaten
Sumedang.
Tabel 4. Perkembangan Jumlah Tanaman dan Luas Panen Salak Bongkok di Kabupaten Sumedang Tahun 2000-2004
Tahun Jumlah Tanaman (Pohon) Luas Panen (Pohon)
2000 2001 2002 2003 2004
1.266.486 1.234.713 1.274.574 1.272.151 1.272.689
- - 577.020 673.363 907.366 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2000-2004
Jumlah tanaman salak mengalami peningkatan pada tahun 2002, tetapi
pada tahun 2003 mengalami penurunan, kemudian pada tahun 2004 mengalami
peningkatan kembali walaupun hanya sedikit. Tanaman salak yang ada di
Kabupaten Sumedang belum semuanya tanaman yang bisa menghasilkan atau
belum semuanya berproduksi. Dari jumlah tanaman salak yang ada pada tahun
2004 sebanyak 1.272.689 pohon ternyata hanya 907.366 tanaman yang sudah
menghasilkan, berarti terdapat 365.320 tanaman yang belum produktif. Hal ini
terjadi karena adanya tanaman baru (peremajaan) yang mengganti tanaman
salak yang mati.
Kabupaten Sumedang mempunyai potensi yang sangat besar dalam
pengembangan usahatani buah-buahan khususnya salak bongkok. Hal ini
didukung dengan kondisi alamnya yang cocok untuk mengembangkan usahatani
buah-buahan, selain itu luas lahan pertanian yang sesuai untuk pembudidayaan
buah-buahan ini merupakan faktor pendukung yang sangat menunjang.
Kabupaten Sumedang merupakan daerah yang strategis karena dekat dengan
ibukota Provinsi Jawa Barat yaitu Bandung, sehingga mudah untuk memasok
(32)
Perumusan Masalah
Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di propinsi Jawa
Barat yang mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan. Kabupaten
Sumedang menyimpan cukup banyak jenis atau ragam komoditi buah-buahan
yang memiliki prospek cukup bagus yang salah satunya salak bongkok.
Beberapa permasalahan terkait dengan kegiatan produksi yang teridentifikasi
melalui data sekunder adalah tingkat produktivitas yang masih rendah.
Perkembangan produksi dan produktivitas buah salak bongkok Kabupaten
Sumedang dapat dilihat dalam Tabel 5.
Tabel 5. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Buah Salak Kabupaten Sumedang Tahun 2001-2004
Tahun Produksi(Kwintal) Luas Panen (Pohon) Produktivitas (kg/Pohon)
2001 49.883 925.950 3,94
2002 31.699 577.020 2,49
2003 37.311 673.363 5,54
2004 49.137 907.366 5,42
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2001-2004
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa selama tahun 2001-2004 mengalami
fluktuasi pada produksi, luas panen dan produktivitas. Buah salak di Kabupaten
Sumedang ini mengalami peningkatan yang sangat tajam, kecuali di tahun-tahun
tertentu mengalami penurunan seperti pada tahun 2002 dan tahun 2004.
Penurunan ini diduga disebabkan oleh kurang efisiennya pengelolaan usahatani.
Tingkat produktivitas yang dicapai berdampak pada tingkat pendapatan yang
diperoleh petani dalam mengelola usahatani. Tinggi rendahnya pendapatan
yang diperoleh tersebut dapat ditentukan oleh tingkat produksi dan tingkat harga
yang diterima petani, begitu pula ditentukan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi dan pendapatan petani. Dalam peningkatan
(33)
modal, pengetahuan petani yang masih rendah dan sumber daya input yang
belum optimal.
Terbatasnya kepemilikan lahan yang dikuasai yang masih relatif sempit
dimana luas lahan rata-rata yang dikerjakan petani adalah 0,42 hektar. Tanaman
yang dimiliki merupakan tanaman warisan yang turun-temurun, sehingga dalam
pemeliharaannya belum dipelihara secara optimal. Hal ini mengakibatkan
produksinya tidak optimal sehingga penerimaannya tidak optimal. Petani hanya
mementingkan hasilnya saja tanpa memperhatikan pemeliharaannya. (Dinas
Pertanian Kabupaten Sumedang, 2002). Hal ini diduga menyebabkan belum
optimalnya tingkat produksi yang dihasilkan selama ini. Modal juga merupakan
kendala dalam usahatani salak, banyak pohon yang dibongkar (peremajaan) dan
tidak bisa ditanami kembali karena kurangnya modal.
Tabel. 6. Perkembangan Tambah Tanam dan Pembongkaran Tanaman Salak Bongkok Tahun 2002-2004
Tahun Tambah Tanam
(Rumpun)
Tanaman yang dibongkar (Rumpun)
2002 11.786 1.608
2003 1.827 4.190
2004 2.193 1.658
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2002-2004
Harga merupakan salah satu permasalahan juga, dengan banyaknya
pesaing salak lain salak bongkok mengalami fluktuasi harga, yang menyebabkan
harga di petani rendah yang berakibat kepada keuntungan para petani belum
stabil. Pada awal tahun 2005 harga salak yang terjadi di tingkat petani sekitar Rp
900,- sampai 1500,- per kilogram, sedangkan biaya produksi seperti upah tenaga
(34)
Kabupaten Sumedang memiliki dua daerah sentra produksi salak yaitu
kecamatan Paseh dan kecamatan Conggeang. Produksi salak bongkok di
kabupaten Sumedang khususnya di kecamatan Paseh dan Conggeang pada
tahun 2000 mulai menampakkan penurunan selain itu tidak ada peningkatan
jumlah pohonnya. Data pohon dan jumlah produksi salak bongkok di dua
kecamatan penghasil terbesar dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Data Pohon dan Jumlah Produksi Salak Bongkok Kecamatan Paseh dan Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang Tahun 2000-2004
Tahun Kecamatan Paseh Kecamatan conggeang Pohon Produksi (KW) Pohon Produksi (KW)
2000 2001 2002 2003 2004 180.608 474.406 383.865 193.795 196.950 19.724 26.115 19.829 22.303 22.650 1.028.045 273.046 165.990 1.007.685 1.006.892 31.295 14.511 10.739 12.884 23.732
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2000-2004
Dilihat dari jumlah pohon dan produksi pada tahun 2004 Kecamatan
Conggeang merupakan daerah sentra produksi pertama yang sebelumnya
diduduki Kecamatan Paseh, maka dipilih sebagai daerah penelitian. Melihat
permasalahan diatas yaitu diduganya kurang efisiennya penggunaan
faktor-faktor produksi oleh petani dalam budidaya salak bongkok, sehingga
menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Padahal biaya hidup semakin
meningkat oleh sebab itu perlu dianalisis tingkat pendapatan yang dihasilkan dari
usahatani salak bongkok tersebut dan analisis faktor-faktor produksi perlu
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efisiensi penggunaan faktor-faktor
produksi usahatani salak bongkok. Berdasarkan uraian diatas, maka didapat
(35)
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi usahatani salak bongkok?
2. Bagaimana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang
digunakan dalam usahatani salak bongkok?
3. Berapa tingkat pendapatan usahatani salak bongkok di daearah
penelitian?
Tujuan
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani salak
bongkok
2. Menghitung sejauh mana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor
produksi yang digunakan dalam usahatani salak bongkok.
3. Menganalisis pendapatan usahatani salak bongkok di daearah penelitian
Kegunaan
1. Sebagai informasi mengenai kondisi usahatani salak bongkok sehingga
diharapkan memberikan motivasi kepada petani untuk meningkatkan
usahatani salak bongkok
2. Sebagai informasi bagi petani dan instansi-instansi yang terkait dalam
(36)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Standar Salak
Indonesia telah memiliki standar salak (SNI 01-3167-1992) yang disusun
berdasarkan pada karakteristik buah meliputi keseragaman varietas, tingkat
ketuaan, kekerasan buah, kerusakan kulit buah, ukuran jumlah buah yang busuk
dan kebersihannya. Menurut standar ini, buah salak dikelompokkan dalam dua
kelas mutu yaitu mutu I dan mutu II. Masing-masing kelas mutu terbagi kedalam
tiga ukuran berat per buah yaitu besar (= 61 gram), ukuran sedang (33-60 gram)
dan ukuran kecil (< 32 gram). Kelompok mutu I apabila seragam (varietas) tua
tetapi tidak terlalu matang, teksturnya keras, kulit buah utuh, ukuran seragam
dan bebas dari kotoran. Mutu II ukuran boleh kurang seragam, kulit buah kurang
utuh dan tekstur cukup keras. Sejauh ini, standar salak dan umumnya standar
komoditas hortikultura belum banyak diterapkan. Pemasaran buah salak di
Indonesia saat ini belum mengikuti standar yang ada, meskipun pelaku
pemasaran sudah mengetahui bahwa keuntungan akan diperoleh dengan
menerapkan grading karena dapat memperoleh harga jual yang tinggi dan
keseragaman ukuran memudahkan penyusunan dalam peti pengepakan. Pelaku
penanganan pascapanen yang didominasi oleh pedagang menerapkan cara
penggolongan sendiri, dan cara ini berbeda pada setiap sentra produksi.
2.2. Deskripsi Tanaman Salak
Tanaman salak memiliki akar serabut, menjalar mendatar tidak jauh dari
permukaan tanah. Saat akar yang pertama sudah berkurang fungsinya maka
akar baru akan tumbuh dan muncul dipermukaan tanah. Batang tanaman salak
pendek dan hampir tidak terlihat karena ruas-ruasnya padat dan tertutup oleh
(37)
merata ke samping dan dapat bertunas. Tunas baru ini dapat digunakan sebagai
bahan tanaman.
Buah salak umumnya berbentuk bulat telur atau bulat telur terbalik
dengan bagian ujung runcing dan bertangkai rapat dalam tandan buah yang
muncul dari ketiak-ketiak pelepah daun. Tandan buah dapat bercabang 1-2
cabang. Tiap pohon dapat menghasilkan 1-5 tandan dan tiap tandan terdiri dari
10-25 buah. Kulit buah tersusun seperti sisik berwarna kehitaman. Daging buah
berwarna kekuningan, kuning kecoklatan atau merah tergantung varietas. Kulit
buah sangat tipis sekitar 0,3 mm, rasanya manis, manis agak asam, manis agak
sepet atau manis bercampur asam dan sepet.
2.3. Budidaya Salak
Tanaman salak (salacca edulis) adalah tanaman asli indonesia yang merupakan salah satu buah tropis. Tanaman salak (salacca edulis) termasuk dalam suku (Palmae Arecaceae) yang tumbuh berumpun. Tanaman salak ini dapat hidup bertahun-tahun sehingga ketinggiannya bisa mencapai 7 meter,
tetapi pada umumnya tingginya tidak lebih dari 4,5 meter. Tanaman salak
termasuk golongan tanaman berumah dua, artinya pada satu tanaman hanya
ada satu jenis bunga yaitu bunga jantan atau bunga betina. Jenis-jenis varietas
salak dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.3.1. Iklim
Tanaman salak ini tumbuh baik di daerah basah sampai pada ketinggian
900 m dari permukaan laut. Salak akan tumbuh dengan baik di daerah curah
hujan rata-rata 200-400 mm/bulan. Salak ini cocok ditanam di daerah dengan
basah tinggi (Type A) tetapi juga cocok di daerah dengan bulan basah 8-10 bulan
/tahun (Type B) dan masih mungkin ditanam di daerah dengan bulan basah 5-7
(38)
setengah dari jumlah penyinaran penuh, sedangkan temperatur optimal untuk
pertumbuhan salak berkisar 20-300 C.
2.3.2. Tanah
Tanaman salak menghendaki tanah yang gembur dan beraerasi baik,
oleh karena tanaman salak dapat tumbuh dengan baik pada tanah berpasir.
Tanah yang baik untuk pertumbuhan salak adalah yang memiliki kandungan
pasir berkisar 45% - 85%, yaitu tanah dengan tekstur berlempung sampai
dengan tanah liat berpasir. Tanah netral (pH 6-7) baik untuk tanaman salak,
tetapi masih toleran pada tanah yang keasaman sedang yaitu pH 4,5-5,5 atau
pada tanah agak basa yaitu pH 7,5-8,5.
2.3.3. Penanaman
Sebelum penanaman terlebih dahulu dibuat lubang dengan ukuran 60 cm
X 60 cm X 60 cm dengan jarak lubang 2 m X 2,5 m atau 2,5 m X 2,5 m. Pada
lahan di lereng pegunungan atau bukit menggunakan jarak tanam rapat yaitu 2 m
X 2 m kalau masih mungkin dengan jarak 1,5 m X 1,5 m.
2.3.4. Pemeliharaan
Pemeliharan ini terdiri dari pemupukan, penyiangan, pembumbunan,
pemangkasan dan pengairain.
a. Pemupukan
Pemupukan untuk tanaman salak dilakukan sebanyak dua kali dalam
setahun. Pemupukan pertama dilaksanakan setelah tanaman salak berumur 6-7
bulan. Pemupukan kedua dilaksanakan setelah tanaman salak berumur 1 tahun
atau 6 bulan setelah pemupukan pertama dan selanjutnya dilakukan 6 bulan
sekali. Pupuk yang digunakan terdiri dari pupuk organik anorganik. Pupuk
organik sebanyak 15-20kg/pohon/6 bulan, sedangkan pupuk anorganik terdiri
(39)
KCl sebanyak 10g/pohon/6 bulan. Cara pemupukan dapat berbentuk larikan
atau lingkaran dan kemudian pupuk dibenamkan ke dalam tanah.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 6 bulan bersama
dengan pemupukan pertama, selanjutnya penyiangan ini dilakukan berdasarkan
pertumbuhan gulma.
c. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan apabila tanaman salak tingginya sudah lebih
dari 50 cm agar tanaman berdirinya kuat, sehingga tidak mudah roboh bila
terkena hujan atau angin.
d. Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan pada saat tanaman berumur satu tahun dengan
meninggalkan 6-8 pelepah daun. Pemangkasan berikutnya dilakukan setiap 6
bulan atau lebih cepat bila perlu. Pada tanaman yang telah menghasilkan,
pemangkasan dilakukan setelah panen dilaksanakan. Tujuan dari pemangkasan
ini adalah untuk menghilangkan pelepah daun yang kering, merangsang
tumbuhnya pelepah daun baru yang baik, membersihkan kebun agar diperoleh
aliran udara yang baik dan merangsang pembungaan.
e. Pengairan
Cara pemberian air tanaman salak kalau memungkinkan dilakukan di leb
(penggenangan) yaitu memberikan air dengan menggenangi sementara ke
kebun pertanaman sampai merata.
2.3.5. Hama dan Penyakit
Hama yang menyerang tanaman salak adalah hama silphidol. Hama ini
menyerang tandan dan buah salak, umumnya buah yang terserang buah yang
(40)
pada bagian atas buah sehingga bagian yang rusak dan busuk dimulai dari
bagian tersebut dan meluas kebagian bawah buah. Cara pengendalian hama ini
yaitu dengan pemberian insektisida sistemik butiran pada buah sekitar akar.
Penyakit yang menyerang tanaman salak adalah penyakit bercak daun.
Penyakit ini menyerang daun dengan gejala awal bintik warna coklat muda,
penyebabnya ialah jamur Pestaliopsis palmarum. Serangan yang berat dicirikan oleh daun menjadi kering seperti terbakar, di dalam bercak tampak bintik-bintik
hitam. Penyakit ini ditularkan melalui luka atau tanpa luka. Pengendalian
penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kelembaban dan sanitasi kebun
serta memperbaiki drainase kebun.
2.3.6. Panen
Buah yang telah tua dan siap panen dicirikan oleh warna kulit yang
cenderung tua, buku-buku tinggal sedikit, duri pelindung telah membuka, bila
buah ditekan terasa empuk dan mengeluarkan aroma harum yang khas.
Pemetikan sebaiknya dilakukan dengan selektif dan hanya buah yang tua saja.
Pemetikan ini dilakukan karena matangnya buah dalam satu pohon tidak
bersamaan. Buah salak yang dikelola secara intensif pada umumnya dapat
dipanen tiga kali dalam setahun. Musim panen salak dapat dipilih menjadi tiga
periode yaitu panen raya pada bulan November sampai Januari, panen sedang
pada bulan Mei sampai Juli dan panen kecil pada bulan Februari sampai April.
Dalam satu tandan, masaknya buah tidak seragam. Umumnya buah yang
masak lebih dahulu adalah buah bagian ujung. Oleh karena itu pemetikan buah
dilakukan secara berkala, dipilih buah salak yang sudah masak, dan buah mudah
(41)
2.3.7. Pasca Panen
Kegiatan pasca panen buah salak harus dapat menjamin agar setibanya
buah salak ditangan konsumen tetap memiliki mutu yang tinggi, baik tingkat
kesegaran maupun kandungan vitamin dan mineralnya. Kegiatan penangan
pasca panen meliputi buah salak sewaktu panen, kegiatan di gudang
pengumpulan dan pengangkutan. Bila buah salak akan dikirim jauh sebaiknya
pemetikan dilakukan sebelum buah matang benar. Kegiatan di gudang
pengumpulan meliputi sortasi, grading dan pengemasan.
2.4. Manfaat Salak
Salak merupakan buah yang banyak mengandung berbagai zat yang
dibutuhkan oleh tubuh. Apabila dibandingkan dengan buah apel dan nanas,
salak mempunyai kandungan energi, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor dan
besi yang lebih besar. Selain itu, salak tidak mengandung lemak (Lampiran 2).
Salak juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan sebagai bahan campuran asinan,
manisan basah dan manisan kering. Buah salak dapat dimakan segar maupun
sebagai produk olahan atau awetan. Buah salak produk awetan selain manisan
bisa juga dibuat wajik dan dodol, hal ini dilakukan untuk menghindari
pembusukan buah.
2.5. Penelitian Terdahulu
2.5.1. Pendapatan Usahatani Salak
Produksi rata-rata salak per tahun adalah sebanyak 10.800 kg dengan
harga Rp 800 /kg. Jadi penerimaan petani setiap tahunnya adalah sebesar
Rp 8.640.000. Biaya total yang harus dikeluarkan pertahunnya adalah sebesar
Rp 6.518.938, sedangkan biaya tunai yang harus dikeluarkan adalah
Rp.5.408.465. Jadi rasio R/C diatas biaya totalnya adalah sebesar 1,1 untuk R/C
(42)
Kuncara (2001) dalam penelitiannya menganalisis usahatani yang
diharapkan dapat meningkatkan daya saing salak bongkok dan meningkatkan
pendapatan usahatani para petani. Hasil kajian terhadap petani didapatkan
bahwa usahatani salak bongkok tidak begitu menguntungkan dimana nilai R/C
rasio hanya sebesar 1,61.
Hadaka (2002) dalam penelitiannya menganalisis pendapatan usahatani
salak manonjaya dibedakan berdasarkan beberapa golongan umur tanaman,
mengingat salak manonjaya merupakan tanaman tahunan, produksi yang
dihasilkan tiap tahunnya relatif berbeda. Pembagian golongan umur tersebut
adalah < 2 tahun, 2-5 tahun, 6-10 tahun dan >10 tahun. Hasil analisis
menunjukan bahwa pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya
total relatif lebih besar dibandingkan golongan umur tanam yang lain, hal ini
disebabkan produktivitas salak manonjaya yang dihasilkan pada golongan umur
tanam 6-10 tahun relatif lebih tinggi, sehingga penerimaannya lebih tinggi. Biaya
total terbesar terjadi pada golongan umur <2 tahun yaitu sebesar Rp
4.683.750 per hektar per tahun, sedangkan untuk golongan umur tanam >10
tahun petani mengeluarkan biaya paling sedikit yaitu sebesar Rp 2.092.500 per
hektar per tahun. Umur tanam 6-10 tahun tanaman menghasilkan produksi yang
maksimum yaitu sebesar 4 ton, kemudian mulai menurun pada umur >10 tahun
dengan produksi sebesar 13,75 ton.
Hasil penelitian Nasution (2004), bahwa hasil analisis menunjukan
penerimaan rata-rata usahatani salak sidempuan adalah Rp. 19.508.888,67 per
tahun, sedangkan biaya tetap rata-rata sebesar Rp. 26.140,00, biaya variabel
rata-rata sebesar Rp. 920.973,30 dan biaya diperhitungkan sebesar Rp.
1.344.666,67 yang harus dikeluarkan pertahun. Total pendapatan rata-rata
petani tiap tahunnya adalah Rp. 17.181.386,67 dengan luas lahan 2,28 hektar
(43)
total yang cukup tinggi. R/C ratio rata-rata setiap petani sebesar 6,4 yang berarti
bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan akan mendapat imbalan penerimaan
sebesar Rp. 6,4.
2.5.2. Efisiensi Penggunaan Faktor produksi
Pendugaan model fungsi produksi menggunakan model Cobb- Douglas,
faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi produksi
usahatani jambu mete adalah jumlah tanaman (X1), luas lahan (X2), tenaga kerja
(X3), umur tanaman (X4) dan pengalaman (X5). Hasil dugaannya diperoleh bahwa
nilai F-hitung sebesar 329,72 signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen.
Hal ini menunjukan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara
bersama-sama signifikan terhadap produksi. Nilai deteminasi (R2 ) sebesar 96
persen dan nilai koefisien determinan terkorelasi (R-Sq) sebesar 95,7 persen.
Nilai determinan tersebut menunjukan bahwa 96 persen dari variasi produksi
dijelaskan oleh luas lahan, tenaga kerja, umur tanaman dan pengalaman
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Nilai uji- t
yang terlihat bahwa tidak semua variabel penduga signifikan. Nilai T-hitung
untuk variabel luas lahan signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen dan
pengalaman signifikan pada tingkat kepercayan 90 persen. Sedangkan variabel
tenaga kerja dan umur tanaman tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 90
persen. Berdasarkan analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor
produksi menunjukkan bahwa penggunaannya belum optimal, karena rasio NPM
dan BKM tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal penggunaan faktor
produksi usahatani jambu mete diperoleh nilai kombinasi luas lahan 7,84 hektar
dan tenaga kerja 16,30 HOK. Pada kondisi ini diperoleh perbandingan analisis
(44)
sebesar Rp 1.506.800 per hektar, sedangkan pada kondisi optimal lebih besar
yaitu Rp 1.592.300 per hektar. ( La Mani, 2005).
Berdasarkan penelitian Harsoyo (1999), tentang analisis efisiensi
produksi dan pemasaran salak pondok di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
menggunakan model biaya translog dan model keuntungan translog. Selain itu,
juga melakukan perbandingan antara skala pengusahaan usaha dan antar desa
untuk memperoleh efisiensi ekonomi relelatif. Analisis fungsi biaya translog
menghasilkan kesimpulan yang konsisten dengan kesimpulan dari analisis fungsi
keuntungan translog yaitu bahwa kondisi skala usaha dari produksi salak pondoh
adalah increasing return to scale. Pengusahaan dalam skala lebih dari 1.000 rumpun lebih efisien dibanding dengan yang kurang dari 1.000 rumpun.
Berdasarkan hasil penelitian Hartono (2000), ditunjukkan bahwa
usahatani markisa di daerah penelitian masih bersifat tradisional dan diusahakan
tidak intensif, tapi usaha tersebut masih menguntungkan dan layak untuk
diusahakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C rasio yang dihasilkan
masing-masing golongan petani lebih dari satu. Hasil analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi diperoleh model regresi dengan peubah bebas yang
terdiri dari luas lahan, tenaga kerja, pupuk, dan umur tanaman. Hasil dugaan
regresi persamaan produksi memiliki R-sq sebesar 98,1 persen yang berarti
keragaman produksi markisa dapat dijelaskan oleh peubah luas lahan, tenaga
kerja, pupuk dan umur tanaman. Persamaan tersebut secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap produksi petani responden pada tarafnya 95 persen
(a = 5 persen).
Penelitian fungsi produksi Cobb- Douglas yang lain dilakukan oleh
Kristina (2004), di Desa Lemahputih menunjukkan bahwa hasil regresi untuk
sistem monokultur faktor produksi benih, pupuk nitrogen, dan luas lahan
(45)
tumpangsari benih, insektisida, dan luas lahan berpengaruh nyata terhadap
produksi tomat. Jumlah elastisitas poduksi dalam model fungsi produksi yang
terbentuk untuk petani monokultur adalah 1,2754 menunjukan kenaikan hasil
yang meningkat (Incresing return to scale), nilai ini mempunyai arti bahwa setiap penambahan dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan
meningkatkan produksi sebesar 1,2754. Pada petani sistem tumpangsari jumlah
elastisistas produksi yang terbentuk adalah 0,1942 yang menunjukan bahwa
usahatani tomat sistem tumpangsari berada pada kenaikan yang menurun
(Decresing return to scale), nilai ini mempunyai arti bahwa setiap penawaran dari setiap masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan menurunkan
produksi sebesar 0,9142.
Rencana penelitian ini menggunakan alat analisis model fungsi produksi
Cobb- Douglas dengan model kuadrat terkecil (Ordinary Last square) atau OLS. Parameter dugaan yang digunakan yaitu jumlah tanaman, luas lahan, tenaga
kerja, umur tanaman, pupuk kandang, pengalaman petani dan variabel peubah
dummy pupuk urea. Rencana untuk analisis pendapatan dibedakan berdasarkan
beberapa golongan umur tanaman, mengingat salak bongkok merupakan
tanaman tahunan, produksi yang dihasilkan tiap tahunnya relatif berbeda.
Pembagian golongan umur tersebut adalah < 4 tahun, 4-9 tahun, 10-15 tahun
dan >15 tahun. Dasar pengelompokan ini adalah karena pada umur 4 tahun
tanaman salak mulai berbuah dan sampai umur 9 tahun tumbuh sendiri belum
membentuk rumpun. Umur 10 tahun tanaman salak mulai membentuk rumpun
yang menghasilkan 6-7 Kg per rumpun. Umur 15 tahun keatas tanaman salak ini
(46)
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Konsep Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukkan dan
produksi. Masukkan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan
sebagainya itu mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Karena
petani mengetahui berapa jumlah masukkan yang dipakai, maka ia dapat
menduga berapa produksi yang akan dihasilkan. (Soekartawi,1986).
Jika bentuk fungsi produksi diketahui, maka informasi harga dan biaya
yang dikorbankan dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi faktor
produksi yang terbaik. Namun, biasanya petani sukar melakukan kombinasi ini,
karena : (1) adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit
tanaman ; (2) data yang dipakai untuk melakukan pendugaan fungsi produksi
mungkin tidak benar ; (3) pendugaan fungsi produksi tidak hanya dapat diartikan
sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan; (4) data harga dan biaya
dikorbankan mungkin tidak dapat dilakukan secara pasti ; (5) setiap petani dan
usahataninya mempunyai sifat yang khusus, oleh karena itu keputusan
penggunaan faktor produksi, baik dalam kuantitas maupun kombinasi yang
dibutuhkan dalam suatu tingkat produksi ditentukan oleh petani (Soekartawi dkk,
1986). Dalam suatu penelitian biasanya faktor-faktor yang relatif dapat dikontrol
biasanya diperhitungkan sebagai galat.
Secara matematis, fungsi produksi neoklasik dapat ditulis sebagai
berikut :
Y = f (X1, X2, X3,…… Xm,; Z1, Z2, Z3,…… Zn) atau
(47)
Dimana :
Y = Jumlah produksi yang dihasilkan dalam proses produksi
Xi = Faktor-faktor produksi tidak tetap (variabel) yang digunakan dalam proses produksi
Zj = Faktor-faktor produksi tetap yang digunakan dalam proses produksi f = Bentuk hubungan yang mentranformasikan faktor-faktor produksi dalam
hasil produksi.
Menurut Soekartawi (1986), fungsi produksi di atas hanya menyebutkan
bahwa produk yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi. Sehingga
fungsi tersebut belum dapat memberikan hubungan kuantitatif dari fungsi
produksi, untuk dapat memberikan hubungan kuantitatif dari fungsi produksi
haruslah dinyatakan dalam bentuk yang khas, seperti misalnya :
1. Y = a + bX………... .... (Persamaan Linier)
2. Y = a + bX – cX2………...…..… (Persamaan Kuadrat)
3. Y = aX1b1 X2b 2 X3b3……….… (Persamaan Cobb-Douglas)
4. Y = a + b………. (Persamaan Akar).
Menurut Soekartawi (2003), dalam suatu proses produksi terdapat
banyak faktor-faktor produksi yang dapat digunakan tetapi tidak semua faktor
produksi digunakan dalam analisis fungsi produksi karena analisis ini hanya
merupakan fungsi pendugaan sehingga tergantung dari penting tidaknya
pengaruh faktor-faktor produksi tehadap produksi yang dihasilkan. Selanjutnya
dalam proses produksi pertanian terdapat variabel produksi yaitu variabel peubah
tak bebas (Y) dan variabel peubah bebas (Xi).
Keputusan kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi sesuai dengan
jumlahnya dalam suatu tingkat produksi ditentukan oleh kebijakan petani. Berikut
ini beberapa variabel peubah bebas yang digunakan dalam pendugaan model
fungsi produksi dan diduga berpengaruh nyata (signifikan) terhadap besar
(48)
berikut : luas lahan, jumlah tanaman, tenaga kerja, umur tanaman, pengalaman,
dan pupuk kandang.
1. Luas Lahan : Penggunaan luas lahan di ukur dalam satuan hektar (ha). Luas lahan ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila
jumlah penggunaan lahan makin luas atau ditingkatkan sebesar 1 persen
maka akan meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus). 2. Jumlah Tanaman : Jumlah tanaman di ukur dalam satuan rumpun. Jumlah
tanaman ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila
jumlah tanaman ditambah atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan
meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus).
3. Umur Tanaman : Umur tanaman di ukur dalam satuan tahun. Umur tanaman ini diduga berpengaruh negatif terhadap produksi, secara teori bila
umur tanaman makin bertambah atau meningkat sebesar 1 persen maka
akan menurunkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus).
4. Tenaga Kerja : Penggunaan tenaga kerja di ukur dalam satuan hari orang kerja (HOK). Tenaga kerja ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi,
secara teori bila jumlah penggunaan tenaga kerja makin banyak atau
ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar
elastisitasnya (Ceteris Paribus).
5. Pupuk : Penggunaan pupuk di ukur dalam satuan kilogram (Kg). Pupuk ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila jumlah
penggunaan pupuk makin banyak atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka
akan meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus).
6. Pengalaman : Pengalaman petani di ukur dalam satuan tahun. Pengalaman ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila
pengalaman makin lama atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan
(49)
3.1.2. Analisis Elastisitas Produksi
Tingkat produktivitas diukur dari suatu proses produksi, terdapat dua
parameter yaitu : (1) produk marjinal dan (2) produk rata-rata. Yang dimaksud
produk marjinal (PM) adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap
menambah satu-satuan foktor produksi yang dipakai. Sedangkan produk
rata-rata (PR) adalah tingkat produktivitas yang dicapai setiap satuan produksi.
Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
i
Χ
=
∆Χ
∆Υ
=
=
,f
Tertentu
Input
Tambahan
Output
Tambahan
PM
i Χ Υ = = Tertentu Total Input Total Output PRUntuk melihat perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan
oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi.
Elastisitas produksi adalah rasio tambahan relatif produk yang dihasilkan dengan
perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat persentase perubahan
faktor produksi yang digunakan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai
berikut :
PR PM
EProd =
Χ Υ ⋅ Χ ∂ Υ ∂ =
Untuk menunjukkan jumlah produksi yang dihasilkan dari penggunaan
faktor produksi dapat dibedakan menjadi tiga daerah produksi yang memberikan
gambaran nilai elastisitas produksi yang diperoleh dari suatu proses produksi
(50)
Gambar 2. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Sumber : Lipsey, 1995
Keterangan :
a. Daerah produksi I
Daerah produksi I mempunyai elastisitas produksi lebih dari satu yang
terletak antara titik asal O dan X2, artinya setiap penambahan faktor produksi
sebesar 1 persen akan menyebabkan penambahan output yang selalu lebih
besar dari satu persen. Di daerah ini belum tercapai produksi yang optimal yang
akan memberikan keuntungan yang maksimum, karena produksi masih dapat
diperbesar dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Oleh karena
itu, daerah produksi I disebut sebagai daerah irrasional (Irrational region atau Irrational Stage of Production).
(51)
Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara nol dan satu, terletak
antara titik X2 dan X3 artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar 1
persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi 1 persen dan
paling rendah nol. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang
peningkatannya makin berkurang (dimnishing/deacreasing returns). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan
keuntungan maksimum. Hal ini berarti bahwa penggunaan faktor-faktor produksi
sudah optimal. Oleh karena itu, daerah produksi II disebut sebagai daerah
rasional (Rational Region atau Rational Stage of Production).
c. Daerah produksi III
Pada daerah ini nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap
penambahan faktor-faktor akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang
dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi
yang sudah tidak efisien, sehingga daerah ini disebut juga daerah irrasional.
3.1.3. Model Fungsi Produksi yang digunakan
Untuk mengetahui pengaruh dari beberapa faktor produksi tertentu
terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak
mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu
disederhanakan dalam suatu bentuk yang disebut model. Untuk mendapatkan
model atau bentuk fungsi produksi yang baik, hendaknya fungsi produksi
tersebut : (1) dapat dipertanggungjawabkan, (2) mempunyai dasar yang logik
secara fisik maupun ekonomi, (3) mudah dianalisis dan (4) mempunyai implikasi
ekonomi (Soekartawi,dkk, 1986). Model fungsi produksi yang khas, digunakan
untuk menduga parameter-parameter yang mempengaruhi produksi diantaranya
adalah persamaan linier, persamaan kuadrtaik, persamaan eksponensial,
(52)
yang dapat digunakan untuk membuat fungsi produksi ada beberapa macam
antara lain adalah model akar pangkat dua, model fungsi kuadratik, model fungsi
Cobb-Douglas.
Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-
Douglas. Secara matematik bentuk umum persamaan fungsi produksi Cobb
Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = a X1b1 X2b 2 X3b3 ……. Xnbn eu
Untuk memudahkan, model diatas dapat disajikan bentuk linier dan menjadi :
U X bi a
Y
LN i
n
i
+ +
=
∑
=
ln . ln
1
Dimana :
Y = jumlah produksi yang diduga a = intersep
bi = parameter penduga variable ke-I dan merupakan elastisitas masing-masing faktor produksi
Xi = faktor produksi yang digunakan U = kesalahan penganggu.
i = 1,2,3,…..,n
e = bilangan natural (2,718)
Pemilihan model ini didasakan pada pertimbangan adanya kelebihan
fungsi produksi, antara lain :
a. Koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb- Douglas
sekaligus menunjukkan besarnya elastisistas produksi dari masing-masing
faktor produksi yang digunakan terhadap output. Hal ini ditunjukan oleh
turunan pertama fungsi cobb douglas yaitu :
i i
X Y b dY =
(1)
Lampiran 2. Tabel Perbandingan nilai Gizi Antara Salak, Nanas, dan Pepaya (Tiap 100 gr)
Macam Kandungan Salak Nanas Pepaya
Kalori 77 kal 52 kal 46 kal
Lemak - 0,4 gr 0,5 gr
Protein 0,4 gr 0,2 gr -
Karbohidrat 20,9 gr 13,7 gr 12,2 gr
Kalsium 28 mgr 16 mg 23 mg
Fosfor 18 mg 11 mg 12 mg
Besi 4,2 mg 0,3 mg 1,7 mg
Vitamin A - 130 SI 365 SI
Vitamin B-1 0,04 mg 0,08 mg 0,04 mg
Vitamin C 2 mg 24 mg 3 mg
(2)
Lampiran 3. Faktor-Faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu No produksi Luas
Lahan
Umur Jumlah Tanaman
Pengalaman Tenaga Kerja
Pupuk Kandang
Urea Tanaman
(Kg) (Ha) (th) (Rumpun) (Tahun) (HOK) (Kg) (Kg)
1 1,150 0.2 4 112 10 96 1,000 60
2 1,560 0.3 4 150 15 92 1,200 100
3 1,420 0.21 5 175 10 94.4 900 115
4 1,820 0.3 5 105 15 88 850 80
5 1,620 0.28 6 160 6 93 875 0
6 2,320 0.4 6 140 10 96.6 900 100
7 1,340 0.2 5 98 15 88.4 750 0
8 1,200 0.2 6 147 17 98 950 110
9 1,860 0.28 7 195 10 80.6 1,000 0
10 1,600 0.25 7 100 18 86.4 1,100 55
11 2,500 0.25 8 140 11 110 900 90
12 3,660 0.3 9 98 16 91.95 900 105
13 3,550 0.3 10 155 20 104.4 950 112
14 2,850 0.25 10 120 10 85 800 65
15 5,200 0.4 11 195 15 94.4 875 0
16 4,250 0.3 12 147 9 90 900 80
17 4,000 0.3 14 148 10 98.2 700 70
18 4,400 0.3 12 146 12 94 900 112
19 4,600 0.35 14 170 15 98.8 850 115
20 3,200 0.25 14 110 12 102 850 60
21 6,200 0.43 15 100 18 102 860 0
22 3,920 0.25 15 123 20 108.8 750 30
23 5,000 0.4 15 196 19 84.4 960 0
24 3,400 0.25 15 120 17 106 1,000 75
25 3,330 0.25 15 122 17 90 870 110
26 3,200 0.26 15 125 21 88.8 950 75
27 4,800 0.4 14 196 14 98 800 130
28 4,250 0.3 13 147 15 96.2 950 0
29 2,800 0.3 19 147 18 96.0 500 118
30 2,500 0.3 19 98 16 86 800 85
31 3,500 0.32 18 158 19 88.4 850 0
32 2,650 0.3 18 147 14 98.4 600 0
33 3,750 0.4 17 196 15 104 700 115
34 1,900 0.21 19 105 12 102.2 750 60
35 1,500 0.2 20 98 15 92 900 80
36 2,150 0.26 16 128 14 96 850 40
37 3,250 0.44 19 217 16 90.8 800 0
38 3,150 0.4 18 196 19 98 775 0
39 3,150 0.32 17 157 17 90 900 122
40 3,000 0.4 20 196 20 96.2 950 0
41 2,380 0.21 20 105 21 98 800 100
42 2,330 0.3 20 147 20 94 700 0
43 2,200 0.2 21 100 21 98 700 0
44 2,640 0.3 22 147 22 90 875 0
45 2,300 0.26 21 128 22 90.2 1,000 0
46 2,420 0.26 20 16 17 102 1,200 70
(3)
No produksi Luas Lahan
Umur Jumlah Tanaman
Pengalaman Tenaga Kerja
Pupuk Kandang
Urea
Tanaman
(Kg) (Ha) (th) (Rumpun) (Tahun) (HOK) (Kg) (Kg)
52 2,330 0.3 20 145 21 104 800 0
53 1,400 0.2 20 98 20 98.6 1,000 0
54 4,420 0.4 18 196 18 92 900 0
55 2,850 0.25 19 122 19 98 875 0
56 3,250 0.4 20 196 22 94.4 800 0
57 1,300 0.2 23 98 23 96.2 900 0
58 1,860 0.3 23 147 23 92 900 0
59 2,320 0.25 20 125 21 88 875 0
60 1,830 0.35 22 170 22
89.3
800 0
(4)
Lampiran 4. Analisis Regresi Faktor-Faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu
The regression equation is
Ln Prod = 0.9 + 0.0250 Ln Luas Lahan - 0.055 Ln Umur Tan - 0.888 Ln Jumlah Tan + 0.0030 Ln Pengalaman + 0.165 Ln Tenaga Kerja + 0.0832 Ln Pupuk Kandang - 0.0455 Dammy
Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 0.9461 0.9759 1.22 0.000
Ln Luas 0.02499 0.05952 0.42 0.676 41.2 Ln Umur -0.0554 0.1886 -0.29 0.770 1.8 Ln Jumla -0.88819 0.07044 -12.61 0.000 29.7 Ln Penga 0.00295 0.07312 0.04 0.968 3.8 Ln Tenag 0.16478 0.09757 1.69 0.097 3.3 Ln Pupuk 0.08321 0.04424 1.88 0.066 1.4 Dammy -0.04551 0.03648 -1.25 0.218 2.1 S = 0.3154 R-Sq = 97.1% R-Sq(adj) = 96.9%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 7 553.124 79.018 794.38 0.000 Residual Error 52 5.172 0.099
Total 59 558.296 Source DF Seq SS Ln Luas 1 8.045 Ln Umur 1 516.229 Ln Jumla 1 28.141 Ln Penga 1 0.008 Ln Tenag 1 0.290 Ln Pupuk 1 0.255 Dammy 1 0.155 Unusual Observations
Obs Ln Luas Ln Prod Fit SE Fit Residual St Resid 39 8.07 11.0650 11.3782 0.0333 -0.3132 -3.53R 48 7.86 11.1280 11.3558 0.0492 -0.2278 -2.82R R denotes an observation with a large standardized residual
(5)
Lampiran 5. Analisis Korelasi Antara Produksi, Luas Lahan dan Jumlah Tanaman
Correlations : Ln Produksi, Ln Luas Lahan, Ln Jumlah Tanaman Ln Produksi Ln Luas Lahan
Ln Luas lahan 0.019
0.290
Ln Jumlah Tanaman 0.029 0.911
0.825 0.000
Cell Contents : Pearson Correlation P-Value
(6)
Lampiran 6. Analisis Regresi Faktor-Faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Dengan Peubah Jumlah Tanaman Dihilangkan The regression equation is
Ln Prod = 1.11 + 0.277 Ln Luas Lahan - 0.44 Ln Umur Tan + 0.086 Ln Pengalaman + 0.568 Ln Tenaga Kerja - 0.107 Ln Pupuk Kandang + 0.209 Dammy
Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 1.110 1.170 0.95 0.347
Ln Luas 0.2767 0.1119 2.47 0.017 1.1 Ln Umur -0.4388 0.2928 -4.91 0.000 2.3 Ln Penga 0.0863 0.1452 0.59 0.555 3.7 Ln Tenag 0.5683 0.1839 3.09 0.003 2.8 Ln Pupuk -0.10746 0.08294 -1.30 0.201 1.2 Dammy 0.20900 0.06062 3.45 0.001 1.4 S = 0.6293 R-Sq = 96.2% R-Sq(adj) = 95.8%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 6 537.310 89.552 226.15 0.000 Residual Error 53 20.987 0.396
Total 59 558.296 Source DF Seq SS Ln Luas 1 8.045 Ln Umur 1 516.229 Ln Penga 1 0.168 Ln Tenag 1 7.811 Ln Pupuk 1 0.349 Dammy 1 4.707 Unusual Observations
Obs Ln Luas Ln Prod Fit SE Fit Residual St Resid 6 8.29 8.2560 8.8479 0.0889 -0.5919 -2.96R 10 7.82 8.8540 9.2319 0.1018 -0.3779 -2.04R R denotes an observation with a large standardized residual Durbin-Watson statistic = 1.87