Petani Pemilik Penggarap Analisis Efisiensi Ekonomi

76 padi di Desa Pasir Gaok yang diusahakan oleh petani penggarap berada pada skala yang menurun decreasing return to scale yaitu terdapat pada daerah rasional daerah II. Dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proposional oleh tambahan output yang diperoleh.

6.4 Analisis Efisiensi Ekonomi

Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani padi di Desa Pasir Gaok dapat dilihat dari hasil perbandingan Nilai Produk Marjinal NPM dengan Biaya Korbanan Marjinal BKM. Proses produksi dikatakan efisien apabila dalam proses produksi tersebut perbandingan NPM dan BKM sama dengan satu untuk masing-masing faktor produksi yang digunakan. Rasio NPM dan BKM yang sama dengan satu juga dapat dikatakan bahwa penggunaan faktor produksi berada pada kondisi optimal. Apabila nilai NPM lebih besar dari BKM, maka penggunaan faktor produksi belum efisien sehingga faktor produksi perlu ditambah, sebaliknya apabila nilai NPM lebih kecil dari BKM, maka penggunaan faktor produksi perlu dikurangi. Nilai NPM merupakan hasil perkalian antara Produk Marjinal PM dengan Harga output Py. Sedangkan nilai BKM merupakan harga beli dari masing-masing faktor produksi.

6.4.1 Petani Pemilik Penggarap

Tingkat efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani padi di Desa Pasir Gaok yang diusahakan oleh petani pemilik penggarap dapat dilihat dari nilai rasio Nilai Produk Marjinal NPM dengan Biaya Korbanan Marjinal BKM seperti pada Tabel 16, dengan rata-rata produksi padi Y sebesar 1.327,17 kg dan harga jual padi Py pada tingkat petani sebesar Rp 2.000,00 per 77 kg. Rasio NPM dengan BKM pada usahatani padi di Desa Pasir Gaok yang diusahakan oleh petani pemilik penggarap tahun 2009 disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Rasio NPM dengan BKM dan Kombinasi Penggunaan Faktor- Faktor Produksi yang Optimal Pada Usahatani Padi di Desa Pasir Gaok Per Luasan Lahan yang diusahakan Petani Pemilik Penggarap Tahun 2009 Faktor Produksi Rata- rata Input Koefisien NPM BKM Rasio NPM BKM Kondisi Optimal Luas Lahan 0,23 0,5969 6.888.589,33 1.895.000 3,64 0,84 Benih 23 -0,0882 -10.178,82 5.816,67 -1,75 -23,00 Pupuk urea 78,33 0,1025 3.473,38 1.913,33 1,82 142,20 Pupuk SP-36 32,5 0,004774 389,90 2444 0,16 5,18 Pupuk KCl 11,5 -0,00028 -64,63 2.593,75 -0,02 -11,50 Pestisida Padat 1,44 0,00307 5658,91 13175 0,43 0,62 Pestisida Cair 263,33 0,002811 28,33 121,39 0,23 61,47 Tenaga Kerja 35,81 0,3866 28.655,90 20.000 1,43 51,31 Sumber: Data primer diolah 2010 Analisis rasio di atas menggambarkan bahwa penggunaan faktor produksi petani pemilik penggarap di Desa Pasir Gaok belum efisien secara ekonomis. Kesimpulan ini diambil karena rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Rasio antara NPM dan BKM untuk faktor produksi benih dan pupuk KCl bernilai negatif yang disebabkan oleh nilai elastisitas koefisien regresi faktor produksi yang negatif. Hal ini mengakibatkan tingkat penggunaan faktor produksi pada level efisiensi tidak dapat diramalkan secara tepat, sebab secara teori apabila nilai NPM negatif, maka NPMX i tidak sama dengan PX i sehingga syarat keharusan untuk mencapai level efisiensi dalam penggunaan faktor produksi tidak terpenuhi. Maka untuk sementara waktu diasumsikan bahwa penggunaan benih dan pupuk KCl sudah mencapai optimal pada pemakaian aktual petani pemilik penggarap yaitu masing-masing sebesar 23 kg benih dan 11,5 kg pupuk KCl. Bila 78 dibandingkan dengan jumlah yang dianjurkan, penggunaan faktor produksi pupuk KCl pada kondisi optimal tersebut masih jauh di bawah jumlah yang direkomendasikan yaitu sebesar 100 kgha, jadi untuk luasan lahan 0,84 hektar diperlukan pupuk KCl sebanyak 84 kg. Berdasarkan Tabel 16, faktor produksi lahan, pupuk urea dan tenaga kerja menghasilkan nilai rasio NPM dan BKM lebih besar dari satu. Sedangkan rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi pupuk SP-36, Pestisida padat dan Pestisida cair lebih kecil dari satu. Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi luas lahan sebesar 0,84. Hal ini berarti bahwa penggunaan lahan harus ditambah dari rata-rata penggunaan aktualnya sebesar 0,23 hektar menjadi 0,84 untuk mencapai level efisien. Nilai kombinasi optimal penggunaan pupuk urea sebesar 142,20 kg. Hal ini berarti penggunaan pupuk urea harus ditambah dari rata-rata penggunaan aktualnya sebesar 78,33 kg menjadi 142,20 kg untuk mencapai level efisien. Bila dibandingkan dengan jumlah yang dianjurkan, penggunaan faktor produksi pupuk urea pada kondisi optimal ini jumlahnya masih kurang dari yang direkomendasikan. Penggunaan luasan satu hektar, direkomendasikan menggunakan pupuk urea sebesar 250 kgha. Jadi, jumlah pupuk urea yang diperlukan untuk luasan lahan 0,84 hektar adalah 210 kg. Faktor produksi pupuk SP-36, memiliki nilai kombinasi optimal sebesar 5,18 kg. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk SP-36 harus dikurangi dari rata-rata penggunaan aktualnya sebesar 32,5 kg menjadi 5,18 kg. Bila dibandingkan dengan jumlah yang dianjurkan, penggunaan faktor produksi pupuk SP-36 pada kondisi optimal ini jauh lebih kecil dari yang direkomendasikan. Pada 79 penggunaan luasan lahan satu hektar direkomendasikan untuk menggunakan pupuk SP-36 sebesar 150 kg, jadi untuk luasan lahan 0,84 hektar jumlah pupuk SP-36 yang seharusnya digunakan adalah sebesar 126 kg. Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi Pestisida padat sebesar 0,62 kg. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pestisida padat harus dikurangi dari rata-rata penggunaan aktualnya yaitu sebesar 1,44 kg menjadi 0,62 kg. Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi Pestisida cair sebesar 61,47 ml. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan Pestisida cair harus dikurangi dari rata-rata penggunaan aktualnya yaitu sebesar 263,33 ml menjadi 61,47 ml. Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi tenaga kerja sebesar 51,31 HOK. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja harus ditambah dari rata-rata penggunaan aktualnya yaitu sebesar 35,81 HOK menjadi 51,31 HOK untuk mencapai level efisien. Keterbatasan modal yang dimiliki petani dan upah tenaga kerja yang relatif tinggi menyebabkan petani sulit untuk menambah penggunaan tenaga kerja pada tingkat yang optimal.

6.4.2 Petani Penggarap