Saluran Distribusi Industri Mi Instan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Struktur Pasar

Industri mi instan di Indonesia berawal mulai dekade 1950-an sampai dekade 1960-an yang diawali dengan industri mi basah dan mi kering. Baru setelah dekade 1960-an banyak bermunculan industri mi instan yang diawali dengan berdirinya PT Lima Satu Sankyu pada tahun 1968 yang menjadi cikal bakal industri mi instan di Indonesia. Melihat struktur industri mi instan di Indonesia tentunya masyarakat telah banyak mengenal Indofood Group sebagai rajanya industri mi instan. Banyak jenis mi instan yang telah dikeluarkan oleh Indofood, Indofood Group sendiri merupakan sub Group dari Salim Group yang memerger 18 perusahaan makanan olahan sebagai divisi dari Salim Group. Perusahaan tersebut memerger 6 produsen mi instan di antaranya PT Sanmaru, PT Pangan Jaya Abadi, PT Lambang Insan Makmur, dan PT Sarimi Asli Jaya. PT Indofood Sukses Makmur dan PT Myojo Prima Lestari adalah dua perusahaan milik Indofood Group dengan jumlah kapasitas 782.000 ton. Tak dielakkan lagi bahwa pangsa pasar PT Indofood Sukses Makmur terhadap pasar mi instan di dalam negeri mencapai lebih dari 80 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa dominasi Indofood Group terhadap produsen mi instan yang lain diduga telah menciptakan suatu tindakan monopoli yang masih diperdebatkan oleh pakar hukum dan pejabat pemerintah. Struktur pasar mi instan dapat dilihat dari berbagai hal antara lain perkembangan penjualan mi instan di Indonesia, namun karena adanya keterbatasan data penjualan mi instan tidak dapat disajikan. Selain dari data penjualan struktur pasar mi instan juga dapat dilihat dari tingkat konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar yang datanya dapat dilihat pada lampiran 1. Berdasarkan data konsentrasi pasar yang diperoleh dari BPS, rata-rata konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar CR 4 dari tahun 1986 sampai dengan tahun 2003 adalah sebesar 51,71 persen. Konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar tertinggi terdapat di tahun 1993 yaitu sebesar 96,13 persen hal ini diduga karena pada 1992, Salim Group telah mengambil alih seluruh saham Jangkar Jati Group di PT Indofood Interna Corporation. Dan puncaknya adalah ketika Indofood mencabut produknya di jaringan distributor PT Wicaksana Overseas dan dialihkan ke PT Indomarco Adiprima. Dengan demikian maka PT Indofood Sukses Makmur semakin menguasai pasar mi instan domestik dengan nilai produksinya yang meningkat. Setelah adanya penggabungan tersebut berarti perusahaan baru akan mengalami kesulitan untuk memasuki pasar karena adanya kekuatan pasar yang dimiliki oleh Indofood untuk menguasai pasar menyebabkan sedikit sekali perusahaan baru yang berani bersaing artinya tingkat persaingannya menurun sehingga menyebabkan naiknya tingkat konsentrasi rasio perusahaan mi instan. Kondisi struktur pasar mi instan di Indonesia berada pada kondisi dimana dilihat dari konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar yaitu perusahaan yang mempunyai pangsa 50 persen sampai 100 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat. Menurut Martin dalam Yunianti, 2001 apabila empat perusahaan terbesar menguasai 40 persen atau lebih terhadap total penjualan maka struktur pasarnya tergolong oligopoli ketat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa struktur pasar industri mi instan di Indonesia adalah oligopoli ketat karena berdasarkan data yang didapat konsentrasi empat perusahaan mi instan terbesar adalah sebesar 51,71 persen dimana sebagian besar pangsa pasarnya dikuasai oleh Indofood.

5.1.1. Konsentrasi Pasar

Persaingan dalam industri sangat mempengaruhi kebijakan dan kinerja perusahaan. Dalam persaingan yang oligopolis, perusahaan mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi pasar. Persaingan yang sempurna biasanya memaksa perusahaan menjadi follower, termasuk dalam harga produknya. Konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan- perusahaan oligopolis di mana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Tingkat konsentrasi dipandang sebagai indikator untuk menilai sehatnya satu industri. Penelitian ini menggunakan perhitungan konsentrasi rasio CR. CR 4 adalah konsentrasi rasio yang didapat dengan menjumlahkan pangsa pasar dari empat perusahaan terbesar dan CR 1 adalah konsentrasi rasio dari pangsa pasar satu perusahaan terbesar. Data mengenai CR 4 dan CR 1 industri mi instan di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan konsentrasi rasio CR 4 dan CR 1 yang terdapat pada lampiran maka dapat diketahui bahwa dari tahun 1986 sampai tahun 2003 industri mi instan di Indonesia memiliki tingkat konsentrasi rasio rata-rata CR 4 sebesar 51,71 persen dan tingkat konsentrasi tertinggi didapat di tahun 1993 yaitu sebesar 96,13 persen. Sebelum adanya kebijakan impor tepung terigu tingkat konsentrasi rasio empat perusahaan mi instan sangat berfluktuasi yaitu berkisar antara 41 persen hingga mencapai 96 persen. Sesuai data yang didapat dari BPS nilai rata-rata tingkat konsentrasi satu perusahaan terbesar adalah sebesar 25,65 persen dimana tingkat konsentrasi rasio satu perusahaan tertinggi juga didapat di tahun 1993 sebesar 92,91 persen kemudian di tahun 1989 sebesar 40,39 persen.

5.1.2. Hambatan Masuk Pasar

Masuknya perusahaan pendatang baru akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas yang menjadi bertambah, terjadinya perebutan pangsa pasar market share serta perebutan sumberdaya produksi yang terbatas. Kondisi ini menimbulkan ancaman bagi perusahaan yang telah ada. Menurut Umar 2000 ada beberapa faktor yang bisa menghambat masuknya pendatang baru ke dalam suatu industri, yaitu skala ekonomi, diferensiasi produk, kecukupan modal, biaya peralihan, akses ke saluran distribusi, ketidakunggulan biaya independen dan peraturan pemerintah. Jika ada hambatan masuk pasar pesaing potensial tidak dapat masuk ke pasar yang bersangkutan. Ada dua jenis hambatan masuk pasar bagi pesaing potensial, yaitu hambatan masuk pasar privat akibat dominasi pelaku usaha yang bergerak pada pasar yang bersangkutan dan hambatan masuk pasar karena kebijakan-kebijakan negara pemerintah. Hambatan masuk pasar privat antara lain adalah hambatan akibat dikuasainya produk suatu barang, baik dalam proses produksi dari hulu ke hilir maupun pendistribusiannya. Sehingga karena begitu kokohnya pelaku usaha tertentu dalam sektor tertentu mengakibatkan pelaku