dilakukan dengan melihat harga bahan baku di pasar internasional yang kemudian dikoordiansikan di antara para produsen tepung terigu. Kinerja yang dilihat dari
utilitas kapasitas produksi menggambarkan bahwa produsen tepung terigu tidak memaksimalkan kapasitas produksinya. Hasil lainnya yang didapat dari penelitian
ini adalah meskipun setelah deregulasi pada tahun 1998 industri tepung terigu masih dikuasai oleh perusahaan dominan namun rupanya tidak menjadi suatu
masalah besar bagi produsen lain. Masalah utama bagi para produsen lokal adalah meningkatnya volume impor yang melakukan praktek dumping maupun yang
tidak memenuhi peraturan SNI. Robert 1995 meneliti mengenai Struktur-Perilaku-Kinerja pada industri
pemintalan dengan judul Hubungan Struktur dengan Kinerja Pasar Studi Empiris pada Industri Pemintalan. Penelitian ditujukan untuk melihat pengaruh struktur
berdasarkan pangsa pasar, konsentrasi dan Hirschman-Herfindahl Index terhadap kinerja industri tekstil yang diproksi dengan Price-Cost-Margin. Hasil penelitian
yang meregresikan variabel CR, efisiensi-X dan produktivitas terhadap PCM terdapat hubungan positif antara pangsa pasar dengan keuntungan perusahaan-
perusahaan di dalam pasar. Dengan terbuktinya pangsa pasar yang mempengaruhi keuntungan, menunjukkan adanya suatu kekuatan pasar yang memungkinkan
terjadinya perilaku kolusif di antara pelaku.
2.5. Kebijakan Yang Terkait Dengan Industri Mi Instan
Struktur pasar yang semakin terkonsentrasi mempunyai perilaku yang eksploitatif, seperti pengaturan harga, adanya hambatan masuk pasar yang
menyebabkan industri semakin tidak atau kurang efisien, sehingga tingkat
kesejahteraan masyarakat menurun. Oleh karena itu tujuan utama dilakukan kebijakan oleh pemerintah adalah untuk membantu kelemahan-kelemahan yang
dialami mekanisme pasar.
Kebijakan Pemerintah
Sejak tahun 1983 pemerintah mengeluarkan paket-paket deregulasi yang dapat mencerahkan iklim investasi dan perdagangan, baik di dalam maupun di
luar negeri. Kebijakan ini sebagian besar ditujukan untuk membangun industri dan mengembangkan iklim investasi yang baik. Dengan demikian diharapkan pada
masa-masa yang akan datang sektor industri dapat menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.
Peraturan yang menunjang pembangunan sektor industri juga mulai diperbaiki seperti peraturan tentang mutu, periklanan dan label serta pengawasan
kualitas dan keamanan bahan baku serta produk itu sendiri.
1. Kebijakan dalam Investasi
Keputusan Presiden No.31 Tahun 1995 yang termuat dalam paket deregulasi bulan Mei 1995 Pakmei 1995 tentang daftar bidang usaha yang
tertutup bagi penanaman modal daftar negative list. Dalam paket tersebut industri mi instan tidak termasuk dalam daftar negatif investasi tersebut. Hal ini
berarti industri mi instan masih terbuka untuk investor baru domestik PMDN, PMA, maupun non PMA atau PMDN.
2. Kebijakan dalam Bidang Ekspor
Ditemukannya produk-produk dari Eropa terutama Belgia yang terkontaminasi bahan kimia polychlorinated byphenyls PCBs dan carcenogin
dioxin yang bisa menyebabkan kanker. Adanya kejadian ini maka Indonesia
segera memberlakukan larangan impor. Importir dari Singapura hanya diizinkan menjual produk manufaktur asal Eropa yang diimpor sebelum 20 Januari 1999.
Dalam UU No.7 Tahun 1996 tentang pangan pasal 36 ayat 1 disebutkan bahwa setiap pangan yang dimasukkan ke wilayah Indonesia untuk diedarkan wajib
memenuhi ketentuan dalam UU dan peraturan pelaksananya. Ayat 2 setiap orang dilarang memasukkan pangan di dalam wilayah Indonesia dan atau mengedarkan
di dalam wilayah Indonesia apabila pangan tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam UU dan PP.
Pasal 37 berbunyi : a dengan telah diuji dan atau diperiksa serta dinyatakan lulus dari segi
keamanan, mutu, dan atau gizi oleh instansi yang berwenang di negara asal, b pangan dilengkapi dengan dokumen hasil pengujian dan atau pemeriksaan,
c pangan terlebih dulu diuji dan atau diperiksa di Indonesia dari segi keamanan, mutu, dan atau gizi sebelum peredarannya.
3. Kebijakan dalam Bidang Impor
Berdasarkan Pakmei 1995, produk mi instan tidak termasuk barang yang terkena tataniaga impor. Hal ini diperkuat dengan paket Januari 1996 dan paket
November 1997. Dengan demikian impornya boleh dilakukan oleh para importir