Hasil identifikasi nilai tukar yang dipresentasikan dari ISP yang melebihi nilai threshold-nya untuk periode 1995-2005 yang dapat diperoleh yaitu periode
Agustus 1997 sampai Oktober 1998, berarti krisis nilai tukar terjadi selama 14 periode atau 1 tahun lebih dua bulan. Satu bulan setelah terdevaluasinya Bath,
berdasarkan penelitian ini, Indonesia langsung terkena imbas dari krisis Asia tersebut akibat pergerakan modal yang terbuka antara Indonesia dengan negara
Asia lainnya. Episode krisis nilai tukar tersebut, merupakan dampak dari krisis Asia
yang sebelumnya melanda Thailand, yang harus mendevaluasi kurs BathUSD pada Juli 1997. Perubahan ekspektasi keuntungan bagi investor membuat mereka
menarik dananya dari kawasan Asia termasuk Indonesia, yang akhirnya memberikan tekanan pada kurs Rupiah. Setelah upaya untuk mempertahankan
kurs mengambang terkendali mengalami kegagalan, diputuskan untuk mengambangbebaskan nilai tukar rupiah, nilai tukar mengambang bebas secara
penuh pada tanggal 14 Agustus 2002. Setelah keputusan itu, kurs rupiah terus terdepresiasi sehingga
mengakibatkan posisi utang luar negeri melonjak tajam yang selanjutnya mengakibatkan masalah serius bagi sektor swasta dan sektor perbankan.
Permasalahan pada sektor swasta terus berlanjut pada ketidaklancaran pembayaran kewajiban utang dan meningkatkan NPL sektor perbankan.
Peningkatan NPL perbankan mengakibatkan fenomena credit crunch yang makin memberatkan sektor rill.
4.2.2. Identifikasi Periode Krisis Perbankan
Index Banking Crisis IBC merupakan agregasi dari variabel NPL, CAR
dan I3, pergerakan ketiga variabel ini memburuk menjelang adanya krisis. Jumlah kredit bermasalah meningkat secara tajam, kondisi kualitas aktiva memburuk
yang terpengaruhi oleh banyaknya kredit macet, dan suku bunga meningkat sebagai langkah antisipasi yang dilakukan oleh bank-bank agar menambah modal
untuk memperbaiki kualitas aktivanya. IBC menggambarkan kondisi perbankan, ketika IBC mengalami peningkatan maka kondisi kesehatan perbankan
mengalami penurunan. Hasil dari identifikasi krisis perbankan yang berhasil diperoleh
berdasarkan model ini, sesuai dengan kejadian krisis perbankan yang telah terjadi di Indonesia sebagai dampak dari krisis yang melanda Asia, yaitu dimulai dari
Agustus 1997 sampai dengan Mei 1999. Krisis yang tertangkap Agustus 1997 merupakan dampak dari kenaikan nilai tukar rupiah. Sedangkan sejak Maret 1997,
krisis perbankan yang sebenarnya telah terjadi dimana seluruh tekanan perekonomian telah saling berinteraksi termasuk dengan sektor perbankan.
Seluruh tekanan pada perekonomian saling berinteraksi dengan moral hazard
dan adverse selection membuat sebagian debitur tidak lagi membayar kewajiban kepada bank tepat waktunya. Hal ini mengakibatkan NPL meningkat
tajam yang menurunkan tingkat kepercayaan debitur tehadap keamanan dananya sehingga terjadi penarikan dana secara besar-besaran secara umum polanya adalah
ditariknya simpanan dari bank-bank swasta nasional ke bank asing atau bank pemerintah yang dianggap aman.
4.3. Kinerja Setiap Indikator dalam Menghasilkan Sinyal
ISP dan IBC menjadi series acuan untuk melihat pergerakan dari masing- masing indikator komposit . Untuk melihat bagaimana hubungan masing-masing
series acuan untuk krisis nilai tukar ISP dan perbankan IBC digunakan struktur korelasi silang. Suatu variabel dikatakan leading indikator jika mencapai
titik balik sebelum mencapai the rest of the economy sehingga indikator ini dikatakan memiliki daya prediksi Masyitho, 2006.
Agar dapat mendeteksi krisis dimasa yang akan datang, tentunya setiap indikator komposit harus memiliki daya prediksi tersebut, sehingga indikator
komposit yang memiliki fase pergerakan leading-lah yang akan digunakan untuk membentuk indeks komposit kerentanan. Selain itu penggunaan data siklikal yang
stasioner pun menjadi alasan pemilihan indikator karena menurut Garcia dan Herrera 1999, the Hodrick-Prescott filter induces spurious cycle behavior when
applied to non-stationary data so we have to be aware of this phenomenon.
4.3.1. Stasioneritas dan Korelasi Silang Setiap Indikator
Data yang diuji adalah data siklikal dari tingkat pertumbuhan untuk setiap variabel yang digunakan. Pengujian dilakukan dilakukan dua kali, pertama dengan
uji ADF untuk melihat stasioneritas data, selanjutnya dilakukan uji korelasi silang Pengujian dilakukan pada keduanya agar variabel yang digunakan untuk indikator
dini kerentanan memang memiliki daya prediksi tinggi dan bukan merupakan hasil regresi yang palsu. Berdasarkan uji stasioneritas semua variabel yang
digunakan, meskipun sudah dalam bentuk siklikal namun masih tetap stasioner,
Nilai ADF statistiknya menunjukan nilai yang lebih kecil dari nilai kritis 1 persen. Dan fase pergerakan semua variabel berbentuk leading, maka semua variabel
pembentuk indeks komposit akan digunakan sebagai indikator dini yang menunjukan kerentanan nilai tukar.
Tabel 4.4. Uji Stasioneritas dan Korelasi Silang Indikator dalam IMV
Uji Stasioneritas Korelasi Silang dengan ISP
Variabel IMV
Nilai ADF Nilai Kristis
McKinnon 1 persen
Keterangan Fase LeadLag
Time Coef
IREER IDC
IM2 ICPI
IEQ -8.785495
-10.20585 -10.11411
-4.417978 -8.869741
-3.4812173 -3.4812173
-3.4812173 -3.4812173
-3.4812173 Stasioner 1
Stasioner 1 Stasioner 1
Stasioner 1 Stasioner 1
Leading Leading
Leading Leading
Leading 5
5 5
1 2
0.4275 0.4199
0.3489 0.4048
0.3706
Tabel 4.5. Uji Stasioneritas dan Korelasi silang Indikator dalam IBV
Uji Stasioneritas Korelasi Silang dengan IBC
Variabel IBV
Nilai ADF Nilai Kristis
McKinnon 1
persen Keterangan Fase
LeadLag Time
Coef ILDR
IROA IOCOR
IFL IIPI
IDC IER
ICPI -14.18620
-5.188319 -5.248009
-9.775907 -3.153170
-10.20585 -8.998236
-4.417978 -3.4812173
-3.4812173 -3.4812173
-3.4812173 -3.4812173
-3.4812173 -3.4812173
-3.4812173 Stasioner 1
Stasioner 1 Stasioner 1
Stasioner 1
Tidak Sta. 1 Stasioner 1
Stasioner 1 Stasioner 1
Leading Lagging
Lagging Leading
Leading Leading
Leading Leading
2 4
6 5
4
12 5
4 0.3323
0.5483 0.4108
0.3234 0.1673
0.3366 0.4495
0.5750
Fase pergerakan yang dihasilkan untuk indikator yang digunakan dalam krisis perbankan ada beberapa yang memiliki fase pergerakan lagging, yaitu ROA
dan OCOR. Hal ini berarti ROA dan OCOR lebih merupakan hasil atau dampak dari krisis itu sendiri dan tentunya tidak bisa digunakan dalam analisis kerentanan
perbankan yang digunakan sebagai sistem deteksi dini. Oleh karena itu, menurut hasil uji cross correlation ROA dan OCOR harus dikeluarkan dalam komposit
pembentuk IBV.