Krisis Perbankan TINJAUAN PUSTAKA

sistem perbankan atau perusahaan dalam melunasi utang luar negeri yang kemudian mendorong lonjakan permintaan akan aset asing atau aset dalam bentuk mata uang asing. Selanjutnya yang terjadi adalah larinya modal asing secara besar-besaran, depresiasi nilai tukar, surplus neraca berjalan dan resesi.

2.3. Krisis Perbankan

Krisis perbankan bukan merupakan sebuah periode baru pada perekonomian karena telah terjadi berulang pada tahun-tahun yang lalu dan merugikan banyak negara. Karena bank menjadi pemain penting dalam suatu perekonomian, krisis perbankan akan memicu konsekuensi lanjutan seperti berkurangnya output, ketidakstabilan moneter dan efek non moneter lainnya. Industri perbankan yang memiliki fungsi intermediasi untuk mengatur sistem pembayaran, menimbulkan pandangan bahwa permasalahan di sektor perbankan dapat menyebabkan efek negatif terhadap perekonomian yang dampaknya jauh lebih besar dibandingkan dengan jatuhnya bidang industri lain. Dalam hal ini, kejatuhan sektor perbankan akan menyebabkan jatuhnya industri pada sektor lain yang memiliki hubungan dengan bank tersebut. Beberapa analisis menurut Hadad, Santoso dan Arianto 2003 mengutarakan alasan yang mendukung pernyataan bahwa industri perbankan merupakan industri yang memerlukan perhatian khusus. 1. rasio kas terhadap aset yang rendah; 2. rasio modal terhadap aset yang rendah; 3. rasio dana jangka pendek terhadap total deposit yang tinggi. Dengan memperhatikan kondisi diatas, penarikan dana dalam jumlah besar akan mengakibatkan bank-bank kesulitan untuk mengembalikan dana milik masyarakat tersebut. Sebagai solusinya bank-bank tersebut akan menjual aset yang ada dengan harga murah, kondisi ini akan menimbulkan tekanan yang besar pada perbankan dan menurunnya rentabilitas perbankan akan memicu timbulnya krisis. Kunt dan Detergiache 1998 dalam Hadad et. al. 2003 mendefinisikan krisis sebagai suatu keadaan dimana salah satu kondisi dibawah ini terpenuhi. 1. Asset non performing mencapai 10 persen dari total asset sistem perbankan. 2. Biaya untuk menyelamatkan sistem perbankan mencapai 2 persen dari GDP. 3. Terjadi pengalihan kepemilikan bank-bank secara besar-besaran kepada pemerintah. 4. Terjadi bank run yang meluas atau terdapat tindakan darurat yang dilakukan pemerintah dalam bentuk pembekuan simpanan masyarakat, penutupan kantor-kantor bank dalam jangka waktu yang cukup panjang, atau memberlakukan penjaminan simpanan yang meyeluruh. Hardy dan Pazarbasioglu 1999 mengatakan bahwa pada dasarnya permasalahan yang ada di industri perbankan dapat digolongkan kedalam dua kelompok besar, yaitu severe distress dan full-blown crisis. Severe distress atau permasalahan berat terjadi apabila permasalahan perbankan telah terakumulasi hingga mencapai suatu titik tertentu, namun belum mencapai satu kondisi yang dikemukakan diatas. Sementara itu full-blown crisis terjadi apabila salah satu kondisi telah tercapai. Berdasarkan peraturan BI nomor 58PBI2003 yang sejalan dengan rekomendasi kesepakatan Basel II dalam Suseno dan Abdullah 2003, bank umum di Indonesia diharuskan mengatur dan mengelola segala risiko yang dihadapi, sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja internal dan operasi bank. Permasalahan yang muncul di sektor perbankan pada akhirnya bermuara pada kemampuan perbankan mengelola semua risiko yang berkaitan dengan operasi bank. Indikator kinerja perbankan selain dinilai dari cara pengelolaan risiko- risiko, terdapat kerangka kerja yang berisi lima kunci pokok. 1. Capital Adequecy Ketersediaan kecukupan modal dapat mengurangi risiko yang dihadapi bank dan mengurangi kerugian. Dengan adanya modal maka ketika terjadi kegagalan pada bank akibat pinjaman nasabah yang tidak lancar, bank memiliki cadangan. Modal pun dapat mendukung posisi keuangan dan operasional bank, memberikan perlindungan kepada para nasabah, peminjam dan penanam modal. 2. Asset Quality Kualitas aset memainkan peranan yang penting dalam menentukan keuntungan profitabilitas bank untuk sekarang dan masa yang akan datang. Risiko kegagalan pinjaman dapat ditekan, karena kualitas aset bank akan memburuk ketika terdapat NPL Non Performing Loan yang meningkat yang banyak. Meningkatnya risiko kredit dan risiko lain pada sektor rill akan meningkatkan NPL. Dengan kondisi perekonomian yang terpuruk dan kualitas pinjaman memburuk, lebih banyak NPL akan mengurangi penerimaan bank yang akhirnya mempengaruhi keuntungan bank. 3. Management Quality Kualitas management yang dimiliki oleh suatu bank akan mempengaruhi kondisi bank untuk masa yang akan datang, hal ini terlihat dari efisiensi dalam operasional bank yang terkait dengan pengelolaan biaya dan produktifitas pekerja. 4. Profitability Profitabilitas mengindikasikan bagaimana pengelola dan pekerja mampu mempertahankan pertumbuhan keuntungan dengan adanya peningkatan- peningkatan keuntungan. Pendekatan yang menunjukan tingkat profitabilitas adalah return on assets ROA, return on equity ROE dan net interest margin NIM. 5. Liquidity Bank memerlukan likuiditas untuk menyatukan proses penyaluran dana antara penyimpan dan para peminjam. Oleh karena itu, bank harus memiliki kemampuan untuk mengumpulkan modal yang dengan cepat dapat dicairkan agar menjadi cadangan ketika suatu saat diperlukan modal keluar yang banyak. 2.4. Signals Approach Method SAM Metode ini mengasumsikan perilaku rata-rata dari leading indicator mengalami perubahan pada saat menjelang krisis, sehingga dapat dijadikan sebagai sinyal peringatan early warning. Pendekatan ini dipelopori oleh Kaminsky, Lizondo dan Reinhart 1998 dan dikembangkan oleh Garcia dan Herrera 1999. Indikator yang memiliki nilai menyimpang dari threshold tertentu dianggap sebagai warning signals adanya suatu krisis dalam jangka waktu tertentu. Threshold dipilih untuk membatasi risiko memberikan sinyal yang salah dan risiko kehilangan beberapa periode krisis yang terjadi. Sinyal yang diikuti oleh krisis selama jangka waktu yang dipilih atau crisis window dalam penelitian ini menggunakan 12 bulan disebut dengan good signals. Sedangkan sinyal yang tidak diikuti oleh krisis dalam 12 bulan kedepan maka bad signals. Dalam model ini threshold ditentukan secara relatif dan diperoleh dari persentil distribusi masing-masing indikator. Pengembangan ekstraksi sinyal kemudian dilanjutkan oleh Garcia dan Herrera 1999. Untuk memperoleh sinyal digunakan empat macam metode transformasi atau penyaringan yaitu: Hodrick-Prescott HP filter, moving average model chartist, penggunaan variabel dalam bentuk level atau data output tanpa dihitung tingkat pertumbuhannya, dan model Autoregrsive Moving Average ARMA yang dihitung residualnya. Dari berbagai penelitian yang dilakukan, keunggulan pendekatan ini adalah: 1. Mampu menangkap sinyal dari berbagai variabel mengenai krisis yang akan terjadi dan menyediakan informasi mengenai sumber dan penyebab krisis. 2. Mencakup beberapa variabel ekonomi yang biasanya menandai timbulnya berbagai permasalahan ekonomi. 3. Dapat digunakan untuk mnganalisis sistem deteksi dini untuk satu negara saja. Adapun kelemahan dalam penelitian ini adalah: 1. Indikator yang digunakan dalam bentuk tingkat pertumbuhan, sehingga apabila terdapat efek yang konstan, variabel-variabel tersebut tidak dapat digunakan. 2. Penentuan periode krisis dengan mengkombinasikannya kedalam suatu indeks kemudian priode krisis ditentukan berdasarkan apakah indeks tersebut melebihi threshold atau tidak, menghasilkan perbedaan periode untuk mengidentifikasi krisis.

2.5. Penelitian Terdahulu