pengolahannya dan crisis window 12 bulan, pemilihan 12 bulan berdasarkan hasil penelitian Tambunan 2002 lebih efektif digunakan untuk kasus di Indonesia
karena menggambarkan pengalaman krisis yang sebenarnya terjadi. Asumsi
yang mendasari
SAM adalah bahwa variabel-variabel ekonomi
akan berperilaku tidak normal menjelang terjadinya krisis. Komposit dari beberapa variabel yang merupakan indikator dini krisis akan memiliki kesamaan
perilaku sebelum terjadinya krisis. Jika suatu variabel memburuk sedangkan variabel lainnya justru membaik, maka bisa jadi indeks komposit tidak
mengeluarkan sinyal yang mengindikasikan tidak terjadinya krisis. Penelitian diawali dengan menganalisis kinerja masing-masing indikator
pembentuk indeks komposit kerentanan dalam menghasilkan sinyal dengan evaluasi akurasi sinyal SAM yang sekaligus menentukan variabel yang menjadi
indikator dini terbaik. Kemudian setelah dihasilkan indikator terbaik berdasarkan kriteria pengujian, indikator-indikator tersebut dikompositkan menjadi IMV dan
IBV. IMV dan IBV ini kemudian diuji kembali kinerjanya dalam menghasilkan sinyal dengan SAM juga, sehingga pengujian dilakukan berulang.
3.3.1. Identifikasi Krisis Nilai Tukar dan Perbankan
Untuk mengidentifiksasi periode krisis nilai tukar umumnya digunakan pendekatan tekanan spekulatif dalam bentuk Index Speculative Pressure ISP.
Dalam hal ini, nilai tukar bisa saja tidak terdeviasi secara tajam karena berhasil dipertahankan oleh otoritas moneter melelui intervensi di pasar valas ataupun
menaikan tingkat suku bunga. Sehingga depresiasi nilai tukar ER kenaikan suku
bunga dalam negeri I3 atau penurunan cadangan devisa IR digunakan untuk mempertahankan nilai tukar domestik. Pembentukan ISP menggunakan variabel
ER, I3 dan IR pada tingkat pertumbuhannya ∆ER, ∆I3 dan ∆IR dan telah
dihilangkan pengaruh dari trend-nya sehingga variabel tersebut hanya mengandung unsur siklikal.
Variabel ER, I3 dan IR dalam bentuk siklikal dilambangkan dengan ∆IER,
∆II3 dan ∆IIR. Variabel dalam bentuk siklikal kemudian distandarisasi seperti persamaan 3.2 dan 3.3 menjadi data siklikal yang telah distandarisasi yang
dilambangkan dengan α
1
∆IER, α
2
∆II3 dan α
3
∆IIR. Setelah distandarisasi ketiga variabel diagregasi menjadi ISP.
IIR II
IER ISP
Δ +
Δ +
Δ =
3 2
1
3 α
α α
3.4 Berbeda dengan identifikasi nilai tukar, identifikasi krisis perbankan
menggunakan pengalaman krisis untuk masing-masing negara. Sehingga berdasarkan penelitian BI dalam Agung, et al 2002 krisis perbankan di
Indonesia menggunakan Indeks of Banking Crisis IBC dengan pengalaman krisis yang menangkap perilaku kenaikan NPL yang cukup tajam, penurunan
kecukupan modal perbankan secara signifikan akibat memburuknya kualitas aktiva, dan kenaikan suku bunga untuk mempertahankan diri dari penarikan
besar-besaran dana oleh masyarakat. Maka indeks krisis perbankan yang digunakan adalah
3
3 2
1
II ICAR
INPL IBC
Δ +
Δ −
Δ =
α α
α 3.5
Sebelum diagregasi menjadi indeks krisis, masing-masing variabel indikator telah distandarisasi menggunakan persamaan 3.2 dan dalam bentuk
siklikalnya. Setelah mendapatkan nilai ISP dan IBC, ditentukan threshold untuk mendapatkan periode krisis, dimana threshold tersebut mengikuti prosedur yang
dilakukan oleh Kaminsky et.al.1998 dan penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan nilai rata-rata yang dijumlahkan dengan 1.5 standar deviasinya.
Indonesia mengalami perubahan strukstur rezim nilai tukar maka sampel data dikelompokan kedalam dua periode sebelum nilai tukar bebas dan setelah
nilai tukar bebas agar estimasi yang dilakukan sesuai dengan kondisi nyata yang terjadi. Nilai data siklikal ISP atau IBC yang melebihi threshold-nya
dikategorikan sebagai crisis date. Krisis kemudian didefinisikan sebagai berikut: Krisis = 1 jika
σ μ
5 .
1 +
IBC atau
ISP 0 jika sebaliknya
3.3.2. Pemilihan Indikator Dini