Kecukupan modal perbankan sampai dengan akhir tahun 1997 masih relatif stabil. Januari 1998 terjadi penurunan CAR sebesar tiga persen, kemudian
berfluktuasi cukup tinggi dan terus mengalami pengurangan modal dari Juni 1998 sampai Februari 1998. Setelah adanya bantuan dari pemerintah untuk menambah
permodalan perbankan tersebut pertumbuhannya meningkat tinggi hingga mencapai 66 persen pada Juli 1999. Kemudian setelah Okober 1999 CAR terus
mengalami peningkatan dan berangsur-angsur menuju kondisi stabil dengan hanya berfluktuasi tidak lebih dari 5.9 persen hingga saat ini. Adapun suku bunga
deposito mengalami peningkatan hampir 40 persen dari deviasinya dan tetap tidak kembali menurun pada kondisi krisis yaitu pertengahan 1998 sampai awal 1999.
Setelah itu meskipun masih berfluktuasi tetapi kecenderungannya terus meningkat yang kemudian sejak tahun 2000 tetap berada pada tingkat kestabilannya.
4.1.3. Pergerakan Siklikal
Index of Speculative Pressures ISP
ISP merupakan indeks yang menggambarkan kondisi nilai tukar yang tercermin dari tekanan spekuatif, dimana nilai tukar tidak akan terdepresiasi
apabila suku bunga dan cadangan devisa secara bersama-sama digunakan untuk mengatasi perubahan nilai tukar tersebut. Nilai ISP yang besar menunjukan
tingginya tingkat tekanan spekulatif dan semakin kecil nilai ISP maka nilai tukar berada pada kondisi yang menguat. Fase pergerakan siklikal ditentukan
berdasarkan metode Bry-Boschan routine untuk menentukan titik balik. sehingga periode tersebut dikelompokkan kedalam periode dimana fase pergerakannya
ekspansi atau kontraksi.
Tabel 4.1. Karakteristik Titk Balik ISP
FaseSiklus Lembah Puncak Lembah Durasi Ekspansi
Kontraksi Siklus 1
Desember 1996 Desember 1996
Juni 1998 Juni 1998
Februari 1999 Februari 1999
18 bulan 8 bulan
26 bulan Ekspansi
Kontraksi Siklus 2
Februari 1999 Februari 1999
Juli 2000 Juli 2000
September 2003 September 2003
17 bulan 38 bulan
55 bulan Ekspansi
September 2003 Juni 2004
9 bulan
Masa ekspansi pada penelitian ini menunjukan laju pergerakan ISP yang semakin meningkat yang berarti tekanan spekulatif terhadap nilai tukar semakin
tinggi. Masa kontraksi menunjukkan penurunan ketegangan terhadap nilai tukar dan kondisi nilai tukar semakin membaik. Selama periode yang diteliti yaitu dari
1995 sampai 2005, ISP memiliki dua siklus dengan masing-masing durasinya yaitu 26 bulan dan 55 bulan. Titik balik yang dapat diperoleh berjumlah 6 titik
balik, yang terdiri dari tiga titik lembah dan tiga titik puncak. Masa ekspansi pertama terjadi pada L1-P1 Desember 1996-Juni 1998,
yang diawali oleh besarnya pembiayaan pembangunan yang berasal dari utang luar negeri. Negara yang mengakumulasi utang luar negeri dalam jumlah besar
bukannya semakin maju sesuai dengan cita-cita awal pembangunannya malah terperosok dalam belitan ekonomi yang tidak berkesudahan, dan akhirnya
mengalami situasi debt trap, dimana jumlah utang luar negeri yang baru diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pembayaran cicilan pokok dan bunga
utangnya. Bahkan untuk Indonesia situasi debt trap sudah dialami sejak tahun 1987 Yustika,2002.
Secara mendadak adanya tekanan spekulatif yang bermula dari kebijakan pemerintah Thailand di bulan Juli 1997 untuk mengambangkan bath terhadap
USD yang sebelumnya bath dan USD dikaitkan satu sama lain dengan kurs tetap
menimbulakan tekanan pada kawasan Asia lainnya. Indonesia pada awalnya bertahan namun akhirnya rupiah terdevaluasi pada bulan Agustus 1997. yang
memiliki implikasi yang sangat serius terhadap beban utang luar negeri, mengingat Indonesia memiliki utang yang sangat besar yaitu mencapai 150.887
miliar USD dan utang tersebut persentasenya mencapai 169 persen dari PDB tahun 1998. Akibatnya banyak perusahaan yang tutup karena tidak mampu
membayar utang sehingga menimbulkan pengangguran. Selain itu, akibat perusahaan berhenti berproduksi, stok barang menjadi langka sehingga
mengakibatkan inflasi. Inflasi Indonesia pada waktu itu mencapai angka 75 persen sehingga mengikis daya beli masyarakat karena harga pangan meningkat dua kali
lipat mengakibatkan jumlah orang miskin menjadi 118.5 juta jiwa atau 60.6 persen jumlah penduduk.
Selanjutnya terjadi kontraksi pada P1-L2 Juni 1998-Februari 1999, yang diakibatkan oleh adanya bantuan yang diberikan oleh IMF dan perbaikan situasi
politik yang mulai memasuki era reformasi setelah kerusuhan bulan Mei 1998 yang membuka jalan bagi pengunduran diri Presiden Soeharto. Ketika memasuki
era reformasi perekonomian Indonesia sudah diambang kebangkrutan, dengan menggantungkan perekonomian terhadap IMF, tanggal 25 Agustus 1998 disetujui
suatu Extended Fund Facility EFF yang dapat dicairkan sebesar 4.93 miliar USD. Cairnya pinjaman IMF tersebut memberikan sentiment positif bagi para
pelaku pasar diantaranya dengan adanya penguatan nilai tukar rupiah hingga mencapai Rp
. 7300USD pada bulan Oktober 1998, peningkatan volume transaksi
dipasar valas selama empat bulan berturut-turut Oktober -
1998-Januari -
1999,
tingkat suku bunga juga merosot ke tingkat dibawah 20 persen dan perkembangan inflasi yang lebih baik.
Fase kontraksi yang hanya berdurasi sembilan bulan, mengindikasikan perbaikan indikator-indikator tersebut masih bersifat sangat semu dan belum
menunjukan titik balik pemulihan ekonomi yang rill. Deflasi yang berlangsung selama tujuh bulan berturut-turut tersebut karena pemerintah terlalu antusias
menahan inflasi dengan cara membanjiri pasar dengan barang-barang yang dikuasai oleh Bulog untuk tujuan yang bersifat politis menyongsong pemilihan
presiden pada Sidang Umum MPR Oktober 1999, sementara itu penurunan tingkat suku bunga yang cukup signifikan tidak akan banyak berarti kalau sektor
perbankan belum mengucurkan kredit ke dunia usaha Basri, 2002. Awal bulan Maret 1999, rupiah kembali terdepresiasi akibat penundaan
pembekuan beberapa bank dan beberapa mata uang regional terutama bath yang kembali melemah mengantarkan ISP kedalam fase pergerakan yang ekspansif
dimana tekanan spekulatif memiliki kecenderungan untuk terus meningkat untuk durasi 17 bulan dari L2-P2 Februari 1999-Juli 2000. Pada situasi ini
pertimbangan ekonomi dan politik saling terkait, tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Perilaku pengambil keputusan dalam politik yang tidak disertai
sikap kehati-hatian akan membuat perekonomian terperosok kejurang yang lebih dalam mengingat pemulihan ekonomi yang berarti belum cukup meyakinkan dan
situasi politik yang mulai memanas menjelang Pemilihan Umum Pemilu. Salah satu permasalahan utama yang memperlambat gerak maju
perekonomian Indonesia adalah merosotnya kepercayaan terhadap pemerintah.
Persoalan kepercayaan ditentukan oleh tiga hal legitimasi, kredibilitas dan kejelasan serta ketajaman visi pemerintah. Dengan terpilihnya kepemimpinan
nasional demokratis pertama ketiga hal tersebut dapat diperjuangkan karena legitimasi telah terpenuhi dengan terpilihnya presiden dari partai yang mendapat
dukungan mayoritas. Namun perbaikan kepercayan yang merupakan modal untuk memulihkan perekonomian menjadi terkorbankan ketika politik menjadi
panglima, permasalahan ekonomi tersisihkan dari kemelut politik yang ada. Sejak tahun pertama terbentuknya pemerintahan tersebut, habis hanya untuk pergulatan
politik, yang justru membuat masyarakat bertanya-tanya tentang makna demokratis itu sendiri Basri, 2002.
Resiko terjadinya krisis nilai tukar kembali menurun pada periode Juli 2000 sampai dengan September 2003, yang merupakan fase pergerakan kontraktif
dari L2-P3. Proses pemulihan ekonomi berangsur-angsur membaik dan secara perlahan aktivitas politik dengan aktivitas sektor rill mulai berjalan terpisah dan
tidak saling mempengaruhi. Fase terakhir pada periode 1995-2005 adalah fase ekspansif dari P3-L3 September 2003-Juni 2004 dimana tekanan spekulatif
terhadap nilai tukar kembali meningkat menjelang Pemilu 2004 dan meningkatnya harga minyak dunia.
4.1.4. Pergerakan Siklikal Index of Banking Crisis IBC
Selama periode 1995-2005 diperoleh dua siklus yang menggambarkan kondisi perbankan dengan siklus pertama berdurasi 31 bulan dan siklus kedua
selama 49 bulan. Masa ekspansi berjumlah tiga periode sedangkan masa kontraksi
dua periode, dengan jumlah titik balik yang diperoleh berdasarkan Bry-Boschan routine
adalah enam titik balik. Fase ekspansi menggambarkan kondisi perbankan menuju titik puncak yang menggambarkan tingkat kesehatan perbankan semakin
memburuk dengan resiko terjadinya krisis yang semakin meningkat. Fase pertama yaitu ekspansi dari L1-P1 Desember 1996-Juni 1998, kondisi perbankan yang
cenderung menuju kerentanan dengan IBC yang semakin tinggi disebabkan oleh banyaknya kredit macet yang dialami bank-bank nasional.
Tabel 4.2. Karakteristik Titk Balik IBC
FaseSiklus Lembah Puncak Lembah Durasi Ekspansi
Kontraksi Siklus 1
Desember 1996 Desember 1996
Juni 1998 Juni 1998
Juli 1999 Juli 1999
18 bulan 13 bulan
31 bulan Ekspansi
Kontraksi Siklus 2
Juli 1999 Juli 1999
Maret 2001 Maret 2001
Agustus 2003 Agustus 2003
20 bulan 29 bulan
49 bulan Ekspansi
Agustus 2003 Mei 2005
21 bulan
Jika ditelusuri akar permasalahannya kredit macet meningkat karena adanya Pakto 1998 yang memudahkan berdirinya bank-bank baru yang umumnya
didirikan oleh siapa saja yang memiliki banyak uang sehingga bank didirikan untuk kepentingan mereka sendiri. Banyaknya bank-bank baru yang didirikan
akan meningkatkan persaingan untuk mendapatkan nasabah, mulanya bank-bank akan bersaing dalam tingkat bunga kemudian muncul persaingan nonbunga,
dimana hanya bank-bank besar yang mampu menanggung biaya yang akan menang dan mengakibatkan bank-bank kecil berguguran. Bank-bank besar akan
mendominasi mobilisasi dana dari masyarakat dan sebagian besar pemilik bank- bank tersebut adalah kelompok-kelompok usaha konglomerat.
Bagaimanapun, pembatasan penyaluran kredit dan kecenderungan untuk mengalokasikan pinjaman hanya kepada anggota kelompoknya sendiri akan