Permasalahan Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian Kesempatan

penolakan, bahkan sebagian masyarakat menunjukkan sikap sinis kepada petugas, sehingga petugas merasa tidak nyaman dalam melaksakan tugasnya. Juga dilaporkan bahwa beberapa Jumantik mengeluhkan pemberian insentif yang jumlahnya belum pernah dinaikkan dan pemberian pelatihan yang hanya pada awal pembentukan namun belum pernah dilakukan penyegaran kembali Dinkes Kota Pekanbaru, 2012. Uraian di atas menjadi latar belakang penelitian ini dilakukan dengan mengangkat judul “Pengaruh Perilaku dan Motivasi Juru Pemantau Jentik Terhadap Keberadaan Jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh perilaku dan motivasi juru pemantau jentik terhadap keberadaan jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan bukti nyata tentang pengaruh perilaku dan motivasi juru pemantau jentik terhadap keberadaan jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. Universitas Sumatera Utara

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh perilaku pengetahuan, sikap dan tindakan juru pemantau jentik terhadap keberadaan jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. 2. Ada pengaruh motivasi motivasi internal: kemauan dan kemampuan;motivasi eksternal: insentif dan kesempatan juru pemantau jentik terhadap keberadaan jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dalam rangka melakukan evaluasi pelaksanaan PSN dan pemeriksaan jentik melalui penggerakan jumantik dalam upaya peningkatan ABJ guna mencegah kejadian penyakit DBD secara efisian, efektif dan menyeluruh. 1.5.2. Sebagai tambahan referensi bagi peneliti lain mengenai upaya penggerakan jumantik dalam upaya meningkatkan ABJ guna mencegah terjadinya penyakit DBD di Kota Pekanbaru. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu Sunaryo, 2004. Ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dari makhluk lain adalah kepekaan sosial, kelangsungan perilaku, orientasi pada tugas, usaha dan perjuangan, serta keunikan dari setiap individu Notoatmodjo, 2010. Perilaku individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat adanya rangsangan stimulus baik dari dalam dirinya sendiri internal maupun dari luar individu eksternal. Pada hakekatnya perilaku individu mencakup perilaku yang tampak overt behaviour dan perilaku yang tidak tampak inert behavior atau covert behavior. Perilaku yang tampak adalah perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat sedangkan bantu, sedangkan perilaku yang tidak tampak adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat atau metode tertentu, misalnya berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi, takut Purwanto, 2005. Tiap individu adalah unik, dimana mengandung arti bahwa manusia yang satu berbeda dengan manusia yang lain dan tidak ada dua manusia yang sama persis di muka bumi ini, walaupun ia dilahirkan kembar. Manusia mempunyai ciri-ciri, sifat, watak, tabiat, kepribadian, dan motivasi tersendiri yang membedakannya dari manusia lainnya. Perbedaan pengalaman yang dialami individu pada masa silam dan Universitas Sumatera Utara cita-citanya kelak di kemudian hari, menentukan perilaku individu di masa kini yang berbeda-beda pula Sunaryo, 2004; Purwanto, 2005. Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Maslow, manusia memiliki 5 kebutuhan dasar, yaitu: kebutuhan fisiologisbiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri Sunaryo, 2004.

2.1.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku

Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, persepsi, minat, keinginan, sikap, dan lain-lain. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut juga faktor intern sebagian lagi terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor ekstern yaitu faktor lingkungan. Menurut Simamora 2004, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu: a. Faktor predisposisi predisposing factor, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan tradisi, dan keyakinan nilai-nilai dari seseorang. b. Faktor pendukung enabling factor, yang terwujud dalam lingkungan fisik tersedia atau tidaknya fasilitas kesehatan c. Faktor pendorong reinforcing factor, yang terwujud dalam sikap perilaku seperti dari pada petugas kesehatan dan petugas lain, keluarga dan per group. Universitas Sumatera Utara Tim ahli WHO dalam Milvariani 2005, menganalisa bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada 4 alasan pokok yaitu : a. Pemikiran dan perasaan. Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap, dan lain–lain. b. Orang penting sebagai referensi. Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan lakukan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang kita anggap kelompok referensi, seperti guru, kepala suku dan lain - lain c. Sumber-sumber daya. Termasuk disini adalah fasilitas-fasilitas, misalnya : waktu, uang, tenaga kerja, keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. d. Kebudayaan. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku. Dari uraian tersebut di atas, dapat dilihat alasan seseorang untuk berperilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat berbeda–beda penyebab atau latar belakangnya. Perilaku yang optimal akan memberi dampak pada status kesehatan yang optimal juga. Perilaku yang optimal adalah seluruh pola kekuatan, kebiasaan pribadi atau masyarakat baik secara sadar atau tidak yang mengarah kepada upaya pribadi atau masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dari masalah kesehatan. Pola kelakuan kebiasaan yang berhubungan dengan tindakan promotif, preventif harus ada pada setiap pribadi atau masyarakat. Universitas Sumatera Utara Menurut Notoatmodjo 2010 bahwa pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa berpendapat, berpikir, bersikap dan sebagainya. Untuk memberikan respon terhadap situasi di luar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif tanpa tindakan. Bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu : a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan rangsangan b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut lingkungan fisik dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan prilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budidaya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya. c. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap situasi dan suatu rangsangan dari luar. Menurut Green 2000, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku yaitu: a. Faktor-faktor predisposisi predisposing factor terwujud dalam: 1 Pengetahuan, adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbetuknya perilaku terbuka overt Universitas Sumatera Utara behavior. Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng Sunaryo, 2004; Notoatmodjo, 2010. 2 Sikap, adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu Sunaryo, 2004; Purwanto, 2005. Tingkatan respon adalah menerima receiving, merespon responding, enghargai valuing, dan bertanggung jawab responsible Sunaryo, 2004; Purwanto, 2005. 3 Nilai-nilai, atau norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang Green, 2000. 4 Kepercayaan, seseorang yang mempunyai atau meyakini suatu kepercayaan tertentu akan mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya Green, 2000. 5 Persepsi, merupakan proses yang menyatu dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang menyeluruh dalam diri individu. Oleh karena itu dalam penginderaan orang akan mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang Universitas Sumatera Utara akan mengaitkan dengan obyek. Persepsi pada individu akan menyadari tentang keadaan sekitarnya dan juga keadaan dirinya. Orang yang mempunyai persepsi yang baik tentang sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang dimilikinya Sunaryo, 2004; Notoatmodjo, 2010. b. Faktor-faktor pendukung enabling factor Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bias sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik Green, 2000. Faktor pendukung enabling factor mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin. c. Faktor-faktor pendorong reinforcing factor Faktor-faktor pendorong reinforcing factor merupakan penguat terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan negatif seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku. Hal yang paling berpengaruh terhadap perubahan perilaku jumantik adalah motivasi.

2.2. Motivasi

Pemberian motivasi pada seseorang merupakan suatu mata rantai yang dimulai dari kebutuhan, menimbulkan keinginan, menyebabkan stress, menimbulkan Universitas Sumatera Utara tindakan dan menghasilkan keputusan. Pada awalnya dari rantai motivasi memulai dengan kebutuhan yang dipenuhi, mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan, perilaku yang berorientasi pada tujuan, pembangkitan kinerja, menimbulkan imbalan dan hukuman. Motivasi kerja merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang. Besar atau kecilnya pengaruh motivasi pada kinerja seseorang tergantung pada seberapa banyak intensitas motivasi yang diberikan. Perbedaan motivasi kerja bagi seorang biasanya tercermin dalam berbagai kegiatan dan bahkan prestasi yang dicapainya Uno, 2011.

2.2.1. Definisi Motivasi

Menurut Mc. Donal, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan adanya tujuan Sardiman, 2007. Pendapat Sutrisno 2010 bahwa motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja dengan memberikan daya penggerak untuk menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan dalam dirinya. Pendapat Maslow Hasibuan, 2005, bahwa motivasi dapat juga disebut sebagai dorongan, hasrat atau kebutuhan manusia dalam melakukan kegiatan tertentu. motivasi merupakan hirerarki kebutuhan yang terdiri dari lima tingkatan: 1kebutuhan mempertahankan hidup physiological needs, 2kebutuhan rasa aman safety needs, 3kebutuhan social social needs, 4kebutuhan akan penghargaanprestasi esteem needs, dan 5kebutuhan untuk mempertinggi kapasitas Universitas Sumatera Utara kerja self actualisation needs. Ini sesuai dengan kajian teoritis sebelumnya telah dikemukakan bahwa produktivitas ditentukan oleh motivasi yang dimilikinya. Selanjutnya Luthans 2006, menambahkan motivasi kerja menentukan apa yang memotivasi orang dalam pekerjaan, berfokus pada identifikasi kebutuhan dan dorongan pada diri seseorang dan bagaimana kebutuhan dan dorongan tersebut diprioritaskan.

2.2.2. Tujuan Motivasi

Menurut Siagian 2006, tujuan motivasi antara lain untuk meningkatkan moral dan kepuasan kerja seseorang, meningkatkan produktivitas kerja, mempertahankan kestabilan, meningkatkan kedisiplinan, mengaktifkan pengadaan petugas, menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik; meningkatkan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi, meningkatkan kesejahteraan dan mempertinggi rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya. Herzberg dalam Nawawi 2008 menambahkan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja yaitu : a. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi motivator. Faktor ini antara lain adalah faktor prestasi achievement, faktor pengakuanpenghargaan, faktor tanggung jawab, faktor memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya promosi dan faktor pekerjaan itu sendiri. Faktor ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi dalam teori Maslow. b. Kebutuhan Kesehatan Lingkungan Kerja Hygiene Factors. Universitas Sumatera Utara Faktor ini dapat berbentuk upahgaji, hubungan antara pekerja, supervisi teknis, kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan proses administrasi di perusahaan. Faktor ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang lebih rendah dalam teori Maslow.

2.2.3. Teori Motivasi Menurut Para Ahli

Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana motivasi manusia dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapai tujuan, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Menurut Herzberg dalam Hasibuan 2005 mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu: a. Maintenance Factors adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. b. Motivation Factors adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung dengan pekerjaan. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong seseorang termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar Universitas Sumatera Utara diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Faktor ekstinsiktidak akan mendorong minat seseorang untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi faktor motivasi lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah hygienis Leidecker Hall dalam Timpe, 1999 Teori motivasi menurut Gibson 1997, secara umum mengacu pada 2 dua kategori : a. Teori kepuasan Content Theory, yang memusatkan perhatian kepada faktor dalam diri orang yang menguatkan energize, mengarahkan direct, mendukung sustain dan menghentikan stop perilaku seseorang. b. Teori proses Process Theory, menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan. Gibson 1997, mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut: a. Teori kepuasan terdiri dari: 1 Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow 2 Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg 3 Teori ERG Existence, Relatedness, Growth dari Alderfer 4 Teori prestasi dari McClelland. Universitas Sumatera Utara b. Teori Proses terdiri dari: 1 Teori harapan 2 Teori pembentukan perilaku 3 Teori keadaan. Menurut Maslow Ginson, 1997 motivasi merupakan hirerarki kebutuhan yang terdiri dari lima tingkatan: 1 kebutuhan mempertahankan hidup physiological needs, 2 kebutuhan rasa aman safety needs, 3 kebutuhan social social needs, 4 kebutuhan akan penghargaanprestasi esteem needs, dan 5 kebutuhan untuk mempertinggi kapasitas kerja self actualisation needs. Herzberg dalam Gibson 1997 mengklasifikasikan motivasi terdiri atas: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berfungsi tanpa rangsangan dari luar, karena timbul dalam diri individu tersebut, sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan, yang meliputi: prestasi yang diraih, pengakuan orang lain, tanggung jawab, peluang untuk maju, kepuasan kerja itu sendiri. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berfungsinya karena disebabkan oleh adanya faktor pendorong dari luar dari individu yang meliputi: kompensasi, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja, prosedur kerja, mutu supervisi teknis serta hubungan interpersonal.

2.2.4. Faktor-faktor Pendorong Motivasi Internal a. Kemauan

Makmur 2008, menyatakan human motivation kemauan manusia adalah kekuatan psikis dalam diri manusia. Dengan motivasi tersebut manusia meraih apa Universitas Sumatera Utara yang diinginkannya. Bila kemauan ini hilang, manusia akan melesak ke bawah, yang tersebut tergelincir. Sebaliknya bila kemauan itu timbul manusia akan melejit ke atas, yang disebut menyongsong. Sementara itu Sastrohadiwiryo 2003 yang mengutip Sagir 1985, mengemukakan juga bahwa unsur-unsur penggerak motivasi antara lain adalah: kinerja, penghargaan, tantangan, tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan dan kesempatan. Kemauan motivasi berkaitan dengan kebutuhan. Kita sebagai manusia selalu mempunyai kebutuhan yang diupayakan untuk dipenuhi. Untuk mencapai keadaan termotivasi, kita harus mempunyai tindakan tertentu, dengan demikian kebutuhan seseoranglah yang akan menjadi dasar untuk melakukan tindakan Makmur, 2008. Kemauan merupakan kunci utama untuk tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat juru pemantau jentik. Sebab, kesempatan dan kemampuan yang cukup belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi juru pemantau jentik, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk turut membangun Mardikanto, 2003. Kemauan atau motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau menggerakkan dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan Sastrohadiwiryo, 2003. Kemauan adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung Universitas Sumatera Utara jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya Siagian, 2006.

b. Kemampuan

Menurut Robbins dalam Makmur 2008, kemampuan suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan seseorang pada hakikatnya tersusun dari dua perangkat faktor, kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampauan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental, sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan serupa. Dengan meningkatnya kemampuan masyarakat juru pemantau jentik baik secara intelektual dan fisik, akan memberikan kontribusi secara maksimal terhadap penyelenggaraan program pemberantasan penyakit DBD. Kesediaan seseorang untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuannya untuk berkembang secara mandiri. Tilaar dalam Makmur 2008, mengungkapkan bahwa suatu masyarakat yang berpartisipasi adalah masyaraakat yang mengetahui potensi dan kemampunannya termasuk hambatan-hambatan karena keterbatasannya. Masyarakat yang mampu berdiri sendiri adalah masyarakat yang mengetahui arah hidup dan perkembangannya termasuk kemampunnya untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan masyarakat lainnya, bahkan pada tingkat nasional, regional dan internasional. Mardikanto 2009, menyatakan, kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan: Universitas Sumatera Utara 1 Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun memperbaiki mutu hidupnya. 2 Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan yang dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. 3 Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan menggunakan sumberdaya dan kesempatan peluang lain yang tersedia secara optimal.

2.2.5. Faktor-faktor Pendorong Motivasi Eksternal a. Insentif

Menurut Panggabean 2004 “insentif merupakan penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standart yang telah ditentukan”. Menurut Simamora 2004 yang dimaksud “insentif adalah suatu program yang mengaitkan bayaran dengan produktivitas kerja”. Selanjutnya Mangkunegara 2001 menyatakan “insentif merupakan suatu penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan oleh pihak pemimpin organisasi kepada karyawan agar mereka bekerja dengan motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan – tujuan organisasi”. Dessler 1997 menyatakan “insentif adalah peningkatan gaji yang dihadiahkan kepada seorang karyawan pada satu waktu yang ditentukan dalam bentuk gaji pokok yang lebih tinggi”, biasanya didasarkan secara eksklusif pada kinerja individual. Menurut Mathis dan Jackson 2002 “insentif merupakan upaya Universitas Sumatera Utara untuk mengaitkan imbalan yang nyata yang diberikan kepada karyawan untuk kinerja yang melampaui harapan”. Pemberian insentif merupakan dorongan atau motivasi yang berasal dari luar yang disesuaikan dengan prestasi kerja jumantik. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa dengan insentif maka jumantik akan terus mencoba untuk lebih baik lagi dalam bekerja baik itu untuk jumantik sendiri maupun bagi puskesmas, mengingat adanya balas jasa dalam bentuk insentif yang diberikan sesuai dengan hasil dan prestasi kerja yang dicapai.

b. Kesempatan

Banyak program pembangunan termasuk di bidang kesehatan yang kurang memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Di lain pihak, juga sering dirasakan kurangnya informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat atau dituntut untuk berpartisipasi. Beberapa kesempatan yang dimaksud adalah Mardikanto, 2009: 1 Kemauan dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan kesehatan, baik dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pemeliharaan dan pemanfaatan pembangunan kesehatan sejak di tingkat pusat sampai di jajaran birokrasi yang paling bawah. 2 Kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan kesehatan. 3 Kesempatan memanfaatkan dan memobilisasi sumberdaya alam dan manusia untuk pelaksanaan pembangunan kesehatan. Universitas Sumatera Utara 4 Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi yang tepat termasuk peralatan perlengkapan penunjangnya. 5 Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan menggunakan peraturan, perijinan, dan prosedur kegiatan yang harus dilaksanakan. 6 Kesempatan mengembangkan kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, menggerakkan, dan mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat sering tidak nampak karena mereka merasa tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi atau dibenarkan berpartisipasi, khususnya yang menyangkut: pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan kesehatan, pemantauan dan evaluasi, serta pemanfaatan hasil pembangunan. Karena itu harus dijelaskan tentang segala hak dan kewajiban setiap warga masyarakat pada bagian kegiatan apa mereka diharapkan partisipasinya, dan apa bentuk partisipasinya yang diharapkan tenaga, uang, pikiran, dll dari masyarakat Yustina, 2003. Pemberian kesempatan berpartisipasi pada masyarakat, bukanlah sekedar pemberian kesempatan untuk terlibat dalam pelaksanaan kegiatan agar mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan menghambat atau mengganggu tercapainya tujuan pembangunan. Tetapi pemberian kesempatan berpartisipasi harus dilandasi oleh pamahaman bahwa masyarakat setempat layak diberi kesempatan karena disamping memiliki kemampuan-kemampuan yang diperlukan, sebagai sesama warga negara, mereka juga punya hak untuk berpartisipasi dan memanfaatkan setiap kesempatan membangun bagi perbaikan mutu hidupnya Mardikanto, 2009. Universitas Sumatera Utara 2.3. Jumantik 2.3.1. Definisi dan Perekrutan Jumantik

Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Juru Pemantau Jentik Dan Kesehatan Lingkungan Terhadap Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Langsa

3 42 166

Hubungan Kinerja dan Motivasi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) terhadap Kasus DBD di Wilayah Kelurahan Kauman Kota Blitar

1 10 20

PENGARUH KEBERADAAN SISWA PEMANTAU JENTIK AKTIF DENGAN KEBERADAAN JENTIK DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN GAJAH MUNGKUR KOTA SEMARANG TAHUN 2013

0 21 179

Penggunaan Lahan Perkotaan, Keteraturan Permukiman, Konsistensi Penghuni Terhadap Keberadaan Pekarangan (Studi Kasus: Kecamatan Pekanbaru Kota, Sail, Dan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau)

0 12 69

PERILAKU PERNIKAHAN DINI PADA REMAJA DI KECAMATAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU

0 3 5

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT KECAMATAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU

0 2 10

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PERILAKU DAN MOTIVASI JURU PEMANTAU JENTIK TERHADAP KEBERADAAN JENTIK DI KECAMATAN TAMPAN DAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU

0 1 54

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku - Pengaruh Perilaku dan Motivasi Juru Pemantau Jentik Terhadap Keberadaan Jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru

0 0 41

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Perilaku dan Motivasi Juru Pemantau Jentik Terhadap Keberadaan Jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru

0 0 7

PENGARUH PERILAKU DAN MOTIVASI JURU PEMANTAU JENTIK TERHADAP KEBERADAAN JENTIK DI KECAMATAN TAMPAN DAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kes

0 5 18