Tanda dan Gejala Klinik

2.5.1.3. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu

Menurut Depkes RI 2003, pola berjangkitnya infeksi virus Dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas 28-32ºC dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus Dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.

2.5.1.4. Pola Epidemiologi Penyakit DBD

Memahami situasi yang muncul terhadap infeksi virus penjamu, perlu mengenali beberapa aspek intraksi virus penjamu. Aspek-aspek tersebut meliputi: a Infeksi Dengue jarang menimbulkan kasus ringan pada anak; b Infeksi Dengue pada seorang dewasa sering menimbulkan gejala, akan tetapi beberapa starain virus mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik pada anak maupun orang dewasa yang sering tidak dikenali sebagai kasus Dengue dan menyebar tanpa terlihat didalam masyarakat; c Infeksi primer maupun skunder Dengue pada orang dewasa mungkin menimbulkan perdarahan gastrointestinal dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.

2.5.2. Tanda dan Gejala Klinik

Menurut Depkes RI 2003, secara klinis ditemukan demam, suhu pada umumnya antara 39 o -40 o C, pada fase awal demam terdapat ruam yang tampak di Universitas Sumatera Utara muka, leher dan dada. Selanjutnya pada fase penyembuhan suhu turun dan timbul petekia yang menyeluruh pada tangan dan kaki. Pendarahan pada kulit pada DBD terbanyak adalah uji tornique positif. Penyakit DBD pada umumnya menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa. Sedangkan masa inkubasi DBD biasanya berkisar antara 4-7 hari. Prognosis DBD sulit diramalkan dan pengobatan yang spsifik untuk DBD tidak ada, karena obat terhadap virus Dengue belum ada. Prinsip dasarpengobatan penderita DBD adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran plasma. Pencegahan dan penanggulangan infeksi Dengue diutamakan pada pemberantasan vektor penyakit karena vaksin yang efektif masih belum tersedia. Pemberantasan vektor ini meliputi pemberantasan sarang nyamuk dan pembasmian jentik. Pemberantasan sarang nyamuk meliputi pembersihan tempat penampungan air bersih yang merupakan sarana utama perkembangbiakan nyamuk, diikuti penimbunan sampah yang bisa menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Tempat air bersih perlu dilindungi dengan ditutup yang baik. Pembasmian jentik dilakukan melalui kegiatan larvaciding dengan abate dan penebaran ikan pemakan jentik di kolam- kolam. Adapun gejala klinik DBD antara lain Soegijanto, 2003: 1. Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah lesu suhu badan antara 38°C - 40°C atau lebih. 2. Tampak binti-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang. Universitas Sumatera Utara 3. Kadang-kadang perdarahan di hidung mimisan. 4. Mungkin terjadi muntah darah atau berak darah. 5. Tes Torniquet positif. 6. Adanya perdarahan, akimosis atau purpura. 7. Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena terjadi perdarahan di lumbung bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin, berkeringat perdarahan selaput lendir mukosa, alat pencernaan gastrointestinal, tempat suntikan atau ditempat lainnya. 8. Hematemesis atau melena. 9. Pembesaran plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan munculnya satu atau lebih dari: a. Kenaikan nilai 20 hematokrit atau lebih tergantung umur dan jenis kelamin. b. Menurunnya nilai hematokrit dari nilai dasar 20 atau lebih sesudah pengobatan. c. Tanda-tanda pembesaran plasma yaitu efusi pleura, asites, hipo-proteinaemia. d. Nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang biak diselokangot atau kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tanah. e. Biasanya menggigit manusia pada pagi atau sore hari. f. Mampu terbang sampai 100 meter. Diagnosa penyakit DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosa WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis, ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosa yang tidak berhubungan dengan penyakit DBD over diagnosa. Kriteria klinis Universitas Sumatera Utara tersebut seperti demam tinggi tanpa sebab yang jelas yang berlangsung 2-7 hari. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan uji tornique positif, petekia, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematimesis dan melena perbesaran hati. Adanya syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan penderita tampak gelisah. Kriteria laboratorium seperti trombositopenia 100.000 ul atau kurang dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat peningkatan hemotokrit 20 atau lebih. Dua Kriteria klinis ditambah hematokrit cukup untuk menegakkaan diagnosis klinis DBD Depkes RI, 2005. WHO 2002 membagi derajat DBD dalam 4 empat derajat, yaitu sebagai berikut: Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi perdahan ialah uji tourniquet positif. Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan jadi menurun 20 mmHg atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah. Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur. Universitas Sumatera Utara

2.5.3. Manifestasi Penularan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Juru Pemantau Jentik Dan Kesehatan Lingkungan Terhadap Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Langsa

3 42 166

Hubungan Kinerja dan Motivasi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) terhadap Kasus DBD di Wilayah Kelurahan Kauman Kota Blitar

1 10 20

PENGARUH KEBERADAAN SISWA PEMANTAU JENTIK AKTIF DENGAN KEBERADAAN JENTIK DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN GAJAH MUNGKUR KOTA SEMARANG TAHUN 2013

0 21 179

Penggunaan Lahan Perkotaan, Keteraturan Permukiman, Konsistensi Penghuni Terhadap Keberadaan Pekarangan (Studi Kasus: Kecamatan Pekanbaru Kota, Sail, Dan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau)

0 12 69

PERILAKU PERNIKAHAN DINI PADA REMAJA DI KECAMATAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU

0 3 5

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT KECAMATAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU

0 2 10

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PERILAKU DAN MOTIVASI JURU PEMANTAU JENTIK TERHADAP KEBERADAAN JENTIK DI KECAMATAN TAMPAN DAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU

0 1 54

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku - Pengaruh Perilaku dan Motivasi Juru Pemantau Jentik Terhadap Keberadaan Jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru

0 0 41

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Perilaku dan Motivasi Juru Pemantau Jentik Terhadap Keberadaan Jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru

0 0 7

PENGARUH PERILAKU DAN MOTIVASI JURU PEMANTAU JENTIK TERHADAP KEBERADAAN JENTIK DI KECAMATAN TAMPAN DAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kes

0 5 18