118 Bank Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya perbankan yang bersedia
memberikan kredit kepada pelaku usaha perikanan tangkap di pesisir utara Kabupetan Karawang ini. Pada kenyataannya, jenis kredit dan nilai kredit yang
diberikan oleh Bank Rakyat Indonesia belum mempunyai pengaruh yang cukup signifikan untuk membantu pembiayaan yang dibutuhkan oleh nelayan di lokasi.
Selama ini di kalangan masyarakat pesisir dan nelayan, Kredit Bisnis Umum, Kredit Modal Kerja KMK, dan Kredit Usaha Pedesaan KUPEDES baru
dimanfaatkan masing-masing sekitar Rp 2.200.000.00, Rp 240.000.000, dan Rp 93.000.000 dalam setahun. Bank Rakyat Indonesia sangat selektif dan berhati-
hati dalam memberikan kredit-kredit tersebut. Hal ini dapat dipahami karena pertimbangan risiko dan sulitnya medan bila terjadi kredit macet di kemudian
hari. Akibat dari kondisi ini, KUD Mina Singaperbangsa yang berada langsung di lokasi sering menjadi sasaran ketidakpuasan dan cemoohan nelayan dan lainnya
yang membutuhkan dana talangan. Terlepas dari itu, seiring dengan perbaikan sistem kredit dan dukungan
dari pihak-pihak terkait terutama Pemerintah Daerah, peran Bank Rakyat Indonesia masih dapat ditingkatkan hingga alokasi kreditnya menjadi optimal,
yaitu untuk Kredit Bisnis Umum, Kredit Modal Kerja KMK, dan Kredit Usaha Pedesaan KUPEDES dapat ditingkatkan masing-masing Rp 4.030.000.000, Rp
806.000.000, dan Rp 120.900.000. Alokasi Kredit Bisnis Umum lebih tinggi daripada kredit lainnya, karena usaha perikanan tangkap yang termasuk layak dan
nantinya banyak membutuhkan bantuan pembiayaan di Kabupaten Karawang umummnya berskala cukup besar seperti usaha perikanan JIH dan JIT. Kredit
Mikro Kecil dapat dimanfaatkan oleh usaha perikanana tangkap bubu atau usaha kecil lainnya yang memiliki prospek di lokasi.
5.3 Realisasi Peran Lembaga Keuangan Dalam Mendukung Kemitraan
Bila mengacu kepada data statistik yang dikeluarkan BPS 2008, maka alokasi kredit hasil analisis LGP yang diperoleh sebenarnya baru menyentuh 13
dari UKM bidang perikanan tangkap yang ada. Bila hasil analisis LGP yang diperoleh ditotalkan untuk semua kredit, maka alokasi kreditpembiayaanjasanya
dari lembaga keuangan untuk 13 UKM bidang perikanan tangkap di Kota
119 Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Karawang
dapat dioptimalkan masing-masing menjadi Rp 11.489.650.000, Rp 11.200.000.000, Rp 9.984.950.000, dan Rp 18.088.900.000 setiap tahunnya. Jika
dilakukan pengembangan drastis pada usaha perikanan tangkap, misalnya 65 dari usaha perikanan tangkap yang ada harus mendapatkan
kreditpembiayaanjasanya dari lembaga keuangan, maka alokasi kredit yang perlu dipersiapkan setiap tahunnya adalah Rp 57.448.250.000 di Kota Cirebon, Rp
56.000.000.000 di Kabupaten Indramayu, Rp 49.924.750.000 di Kabupaten Subang, dan Rp 90.444.500.000 di Kabupaten Karawang. Namun, apakah alokasi
65 tersebut dapat terwujud, sepenuhnya sangat tergantung pada kesiapan lembaga keuangan dan dukungan dari pemerintah. Adapun beberapa alternatif
yang dapat dipilih oleh stakeholder terkait pengembangan usaha perikanan tangkap menggunakan kredit dari lembaga keuangan dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Alternatif pengembangan usaha perikanan tangkap dengan kredit dari lembaga keuangan
Penyediaan Kredit di Setiap KabupatenKota Rp Usaha yang
mendapatkan kredit
Kota Cirebon Kab. Indramayu
Kab. Subang Kab. Karawang
13 1148.9650.000 11.200.000.000
9.984.950.000 18.088.900.000
15 13.257.288.462 12.923.076.923
11.521.096.154 20.871.807.692
25 22.095.480.769 21.538.461.538
19.201.826.923 34.786.346.154
35 30.933.673.077 30.153.846.154
26.882.557.692 48.700.884.615
45 39.771.865.385 38.769.230.769
34.563.288.462 62.615.423.077
55 48.610.057.692 47.384.615.385
42.244.019.231 76.529.961.538
65 57.448.250.000 56.000.000.000
49.924.750.000 90.444.500.000
Keterangan : = kondisi sekarang Terlepas dari itu, hasil analisis LGP tersebut dan juga hasil analisis
finansial memperlihatkan bahwa cukup banyak lembaga keuangan yang dapat berperan untuk pembiayaan dan cukup banyak jenis usaha perikanan tangkap
yang layak secara finansial untuk dikembangkan. Namun selama ini hubungan kerjasama dan mitra antara lembaga keuangan dengan usaha perikanan tangkap
120 tidak banyak terjadi dan jumlah kredit yang berhasil dikucurkan juga relatif tidak
banyak pada usaha perikanan tangkap. Masalah jaminan merupakan penghambat utama dari sulitnya usaha
perikanan tangkap mendapatkan kredit dari lembaga keuangan yang ada di lokasi. Lembaga keuangan umumnya mengharapkan jaminan berupa sertifikat tanah,
rumah, gedung, dan lainnya yang tidak bergerak, sedangkan nelayan umumnya mempunyai perahu yang sifatnya bergerak sehinga berpeluang untuk hilang atau
tenggelam. Beberapa nelayan yang memiliki rumah atau tanah, umumnya tidak punya sertifikat atau lainnya. Kondisi ini memang cukup menyulitkan nelayan
dan pelaku usaha perikanan tangkap lainnya yang asetnya sebagian besar berhubungan dengan laut. Akibat dari kondisi ini, lembanga keuangan di pesisir
utara Jawa Barat lebih tertarik memberikan kredit kepada pelaku usaha non perikanan seperti perdagangan umum, pelayanan jasa, dan lainnya yang memiliki
aset dan tempat usaha tetap yang jelas, meskipun terkadang usahanya kurang prospek dan tidak memberikan keuntungan yang signifikan.
Selama ini, nelayan melalui Himpunan Seluruh Nelayan Indonesia HSNI setempat telah mencoba melakukan pendekatan kepada beberapa perbankan yang
terdapat di lokasi, namun tidak membuahkan hasil yang berarti. Di Cirebon misalnya, pelaku usaha perikanan payang sudah mencoba meminta kredit kepada
Bank Danamon setempat, namun nilai kredit jauh dari harapan karena persyaratan jaminan sulit dipenuhi meskipun usaha perikanan payang tersebut sangat prospek
di Kota Cirebon NPV = Rp
181.092.752, BC ratio = 1,52, dan IRR = 17,78.
Setelah dikoordinasikan ke pihak perbakan setempat, memang untuk masalah jaminan perbankan sangat ketat untuk semua bisnis yang dilakukan perbankan
karena uang yang diputarkan dalam bentuk kredit sebagian besar milik nasabah penabung yang mendapatkan bagi hasil dalam bentuk bunga simpanan yang
tetap. Perbankan baru bisa memberikan keringanan bila ada garansi dari pihak tertentu misalnya dari asuransi atau Pemerintah. Terkait dengan ini, maka
Pemerintah sebaiknya mengambil inisiatif untuk menjadi penjamin bagi usaha perikanan tangkap tersebut terutama yang berskala kecil dan banyak dilakukan
oleh nelayan dan pelaku usaha kecil lainnya di bidang perikanan tangkap.
121 Dengan hubungan tripartit yang dibentuk oleh perbankan, pelaku usaha
perikanan tangkap dan Pemerintah tersebut, maka berbagai opsi pembenahan lain dapat sekaligus dilakukan seperti perbaikan manajemen usaha dan cash flow oleh
pelaku usaha perikanan tangkap, penataan kembali perijinan, persyaratan kredit dan sistem angsuran oleh Pemerintah dan perbankan, dan pengembangan sistem
pengawasan kredit dan kemitraan oleh Pemerintah. Manajemen usaha dan cash flow
memang cukup lemah di kalangan nelayan dan ini selalu menjadi kekhawatiran dari pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Pola
penangkapan yang bergantung kepada musim dan faktor kepercayaan menjadi penyebab utama dari kekhawatiran perbankan. Terkait dengan ini, maka
Pemerintah dengan dibantu perbankan perlu memberikan pelatihan intensif terkait manajemen usaha yang baik dan bagaimana cara mengatur cash flow secara tepat
untuk usaha yang bergantung pada musim. Untuk masalah pola musim penangkapan ikan, kebanyakan nelayan skala
kecil di pesisir utara Jawa Barat pergi melaut sangat ditentukan oleh kondisi cuaca dan bulan musim puncak atau biasa. Mereka jarang melakukannnya pada musim
paceklik, dan kondisi ini sangat berbeda dengan sifat kredit yang biasanya diangsur setiap bulan tanpa tergantung pada pola musim penangkapan yang ada.
Faktor kepercayaan juga memang juga rentan di kalangan nelayan, apalagi beberapa pelaku usaha perikanan tangkap yang ada yang berasal dari luar
sehingga sangat sulit menjalin komitmen dengan mereka. Dari segi sosial, mereka berjalan memberikan pekerjaan bagi nelayan buru dan menghidupkan aktivitas
ekonomi di lokasi. Disamping itu, beberapa nelayan yang sudah berkomitmen dengan lembaga keuangan, juga terkadang tidak ditepati bila mereka sedang
kepepet sehingga justru membuat konflik dengan lembaga keuangan. Perbaikan manajemen usaha dan cash flow usaha perikanan tangkap dan
pengembangan sistem pengawasan kredit menjadi hal mutlak dan harus dilakukan bersamaan dengan penjaminan usaha oleh Pemerintah PEMDA KabupatenKota
terkait dan PEMDA Propinsi Jawa Barat sehingga perbankan merasa aman dan program pemberian kredit berjalan dengan baik dan usaha perikanan tangkap
berkembang pesat di lokasi. Kegiatan pembinaan usaha dan penyadaran yang
122 dilakukan selama ini oleh lembaga keuangan perlu terus ditingkatkan dan
didukung penuh oleh Pemerintah. Untuk mendukung realisasi tersebut, Pemerintah perlu menata kembali
sistem perijinan usaha perikanan tangkap, dan persyaratan kredit dan sistem angsuran segera dibenahi kembali oleh lembaga keuangan, terutama yang benar-
benar dibutuhkan perannya berdasarkan hasil analisis LGP. Beberapa nelayan di lokasi terkadang belum lengkap surat-surat perijinannya. Banyak dari mereka
yang sudah mengurus perijinan tersebut, tetapi sering kesulitan karena birokrasi yang berbelit-belit dan biaya perijinan yang mahal dari aparat Pemerintah
setempat. Lebih luas lagi, mereka yang mempunyai tanah, rumah yang seharusnya dapat dijadikan jaminan usaha belum dilengkapi dengan sertifikat
karena rumitnya birokrasi perijinan yang ada. Untuk lebih eratnya hubungan dan mitra yang dikembangkan di lokasi
antara lembaga keuangan dan nelayan, lembaga keuangan juga dapat ikut ambil bagian dan terlihat langsung secara operasional pada beberapa usaha perikanan
yang dianggap potensial dan layak dikembangkan dengan sistem kerjasama yang lebih rata, misalnya dengan sistem bagi hasil dan lainnya. Strategi ini dapat
menjadi pilihan terutama untuk mengeliminir faktor kepercayaan yang dianggap rendah oleh lembaga keuangan kepada beberapa pelaku usaha perikanan tangkap
di lokasi.
5.4 Strategi Pengembangan Kemitraan 5.4.1 Prioritas strategi pengembangan kemitraan