Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Pemikiran

6

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1 Masukan bagi dunia usaha khususnya usaha perikanan tangkap dan lembaga keuangan dalam menjalin kerjasama dan kemitraan yang lebih efektif, optimal dan saling menguntungkan, serta mengakomodir berbagai perubahan nyata yang terjadi. 2 Masukan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan terkait dengan pengembangan usaha perikanan tangkap terutama yang melibatkan lembaga keuangan dalam hal pendanaan. 3 Masukan berarti bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan dalam bidang perikanan dan kelautan 4 Menambah pengetahuan para stakeholders, khususnya dalam penelitian lanjutan dalam pengembangan usaha perikanan tangkap yang melibatkan lembaga keuangan sebagai penyokong dana.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Supaya penelitian ini lebih fokus agar mencapai manfaat yang diharapkan tersebut, ruang lingkup penelitian dibatasi pada : 1 Kajian kondisi finansial usaha perikanan tangkap sehingga dapat diketahui usaha perikanan tangkap yang layak dan tidak layak mendapat dukungan dari lembaga keuangan yang terdiri dari analisis Net Present Value NPV, Benefit-Cost Ratio BC ratio, Internal Rate of Return IRR, Return on Investment ROI dan Payback Period PP. 2 Kajian optimalisasi peran lembaga keuangan dalam mendukung usaha perikanan tangkap yang dianggap layak dikembangkan sebagai bagian utama model pengembangan kemitraan yang analisisnya berupaya mencari alokasi optimal pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan, finansial usaha perikanan, kondisi ekonomi dan budaya, alokasi modal kerja, jenis pembiayaan paling tepat, dan sistem dan mekanisme kerjasama. 3 Kajian penentuan prioritas strategi pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan sebagai panduan perluasan interaksi dan kemitraan ke depan lengkap dengan kestabilansensitivitas 7 terhadap berbagai perubahan nyata yang terjadi sehingga antisipasi dapat dilakukan secara matang.

1.6 Kerangka Pemikiran

Usaha perikanan tangkap di Indonesia dewasa ini masih didominasi oleh usaha kecil dan menengah UKM. Pada tahun 2006, jumlah usaha kecil dan menengah UKM tersebut mencapai hampir 49 juta unit, namun hanya 13 saja yang mampu mengakses perbankan. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena sektor perikanan tangkap ini menyediakan lapangan pekerjaan bagi 85,4 juta orang, menyediakan kebutuhan barang dan jasa hingga 57, dan kontribusi terhadap produk domestik bruto mencapai 53,2 BPS 2008. Lemahnya akses permodalan ini sangat terasa pada UKM sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan dengan hanya berkontribusi 23,3 Rp. 412 trilun terhadap Produk Domestik Brutto Nasional tahun 2006, dan khusus sektor perikanan hanya menyumbangkan 4,04 Rp. 71,9 triliun saja. Rendahnya kontribusi sektor perikanan terutama perikanan tangkap umumnya disebabkan oleh masih sedikitnya lembaga keuangan, baik milik pemerintah maupun swasta, dan lembaga-lembaga pembiayaan lainnya yang mau menyalurkan kredit atau memberikan pinjaman dengan bunga ringan atau bahkan tanpa agunan kepada sektor ini. Akibatnya modal kerja bagi nelayan, pengolah, dan pedagang ikan juga terbatas, tidak stabil, dan tidak seimbang dengan tanggung jawab yang diemban. Terkait dengan tanggung jawab tersebut, usaha perikanan tangkap di Propinsi Jawa Barat khususnya di pesisir utara, menjadi pemasok utama protein hewani dari ikan untuk Ibukota Jakarta, industri dan ekspor via Jakarta, serta beberapa lokasi penting di Propinsi Jawa Barat. Oleh karena itu setiap permasalahan yang terjadi pada usaha perikanan tangkap Propinsi Jawa Barat sering menjadi sorotan. Hal ini tentu terasa kurang adil apabila tanggung jawab yang diemban tidak dimbangi dengan potensi yang tersedia dan dukungan terutama dalam permodalan usaha. Saat ini, potensi sumberdaya ikan di lokasi ini belum jelas dan tidak terdata dengan lengkap. Di samping itu, usaha perikanan tangkap yang dilakukan di daerah pesisir termasuk dalam pengelolaan 8 keuanganfinansialnya sebagian besar masih tradisional sehingga data penting untuk mengevaluasi kelayakan usaha tidak tersedia. Hal ini diperkirakan menjadi salah satu alasan mengapa lembaga keuangan perbankan, koperasi, dan lainnya enggan membantu permodalan usaha penangkapan ikan, baik dalam bentuk kredit maupun lainnya. Kondisi yang dilematis ini tentu kurang baik jika dibiarkan berlarut-larut, apalagi permintaan sumber protein hewani ini meningkat terus dengan bertambahnya jumlah penduduk dan mahalnya sumber protein hewani non ikan. Kalaupun ada, peran lembaga keuangan hanya mau bergerak pada bagian tertentu dari usaha perikanan tangkap ini perlu dioptimalkan, dan usaha perikanan tangkap yang layak secara finansial untuk dikembangkan dan jenis sumberdaya ikan yang prospektif harus menjadi fokus utama lembaga keuangan. Selanjutnya peran tersebut, interaksi dan kemitraannya dengan usaha perikanan tangkap perlu dilindungi dengan suatu strategi kebijakan yang efektif dan akomodatif terhadap kepentingan berbagai stakeholders terkait. Strategi kebijakan tersebut dapat mencakup penjaminan, perbaikan manajemen dan produk, peningkatan kerjasama dan optimalisasi pasar, serta perbaikan sistem permodalanpembiayaan. Secara skematis, pemikiran-pemikiran tersebut disajikan pada Gambar 1. 9 Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. TIDAK YA YA TIDAK YA TIDAK Permasalahan: 1. Pengelolaan finansial usaha perikanan tangkap masih tradisional 2. Modal terbatas sementara peran lembaga keuangan belum optimal 3. Strategi kebijakan belum efektif dan akomoditas Kondisi Saat Ini Usaha perikanan tangkap dominan berupa UKM dengan kondisi finansial belum stabil, hanya 13 memiliki akses perbankan, lembaga keuangan enggan memberi kredit, kontribusi terhadap PDBN hanya 4,04 Rp. 71,9 triliun, pemasok utama protein hewani dari ikan ke ibu kota 42,5 Potensi dan Produksi Finansial dan Permodalan Kebijakan Peningkatan Penyelesaian Alternatif : Pengembangan InteraksiKemitraan Penjaminan, Perbaikan Manajemen dan Produk Peningkatan Kerjasama dan Sistem Pengawasan Penataan Perijinan, Persyaratan Kredit Pola Kemitraan LayakOptimal Prospektif Efektif 10

1.7 Hipotesis Penelitian