17
diharapkan dapat berfungsi sebagai fasilitas kesehatan yang mampu PONED tidak tercapai Depkes RI, 2002.
2. Bidan Ikatan Bidan Indonesia telah menjadi anggota ICM sejak tahun 1956,
dengan demikian seluruh kebijakan dan pengembangan profesi kebidanan di Indonesia merujuk dan mempertimbangkan kebijakan ICM. Definisi bidan Of
Midwives menurut Confederation ICM yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan diseluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition
FIGO, bahwa Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah
lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar registrasi dan memiliki izin yang sah lisensi untuk melakukan praktik bidan,
yaitu mempersaipkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, pengaturan kesuburan, bayi baru lahir dan balita Depkes RI, 2007.
2.1.2.2 Sarana dan Prasarana Pelayanan Persalinan
Menurut Waharsono 2004 sarana adalah semua alat kegiatan belajar mengajar, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu guna memperlancar
jalannya proses belajar mengajar. Menurut Sagne dan Brigs dalam Latuheru 2008, sarana adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai
makna dan tujuan pelayanan kesehatan, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses
pelayanan kesehatan. Jadi sarana dan prasarana penting sekali dan merupakan syarat mutlak dalam strategi pelayanan persalinan, karena tersedianya sarana dan
18
prasarana akan mendorong tenaga kesehatan untuk memanfaatkannya untuk melaksanakan pelayanan persalinan.
Menurut Kemenkes RI 2013 dalam melaksanakan pelayanan persalinan bahwa puskesmas harus memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, dimana
sarana dan prasarana yang harus dimiliki puskesmas dalam mendukung penyelenggaraan PONED khusunya dalam pelayanan persalinan, antara lain :
1. Fisik gedung tempat pelayanan.
2. Fasilitas untuk pelayanan rawat inap.
3. Peralatan medis, non medis dan penunjang untuk PONED.
4. Sarana transportasi rujukan ambulance.
5. Sarana alat komunikasi rujukan, seperti: telephone, handphone, perangkat
sistem rujukan radio medik, e-rujukan dan lainnya.
2.1.2.3 Biaya Oparasional Pelayanan Persalinan
Biaya operasional kesehatan adalah biaya yang bersumber dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk percepatan target prioritas nasional
khususnya MDGs 4 dan MDGs 5 tahun 2015, yaitu untuk menurunkan angka kematian balita dan angka kematian ibu AKI serta mewujudkan akses kesehatan
reproduksi bagi masyarkat melalui peningkatan kinerja Puskesmas dan jaringannya Kemenkes RI, 2015.
Pemerintah menyadari bahwa sumber biaya pemerintah daerah yang bersumber dari APBD dianggap tidak mencukupi untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Indonesia secara signifikan, karena sebagian besar masih dibawah kesepakatan Bupati Walikota Indonesia yang menetapkan anggaran
19
kesehatan daerah sebesar 10 dari APBD. Selanjutnya di dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas maka diupayakan modal pembiayaan baru yang lebih menitikberatkan kepada pembiayaan langsung dari pusat ke pusat
pelayanan kesehatan berbasis komunitas di tingkat puskesmas. Pemanfaatan biaya operasional yang disinergiskan dan tidak boleh
duplikasi dengan dana lainnya. Biaya operasional kesehatan di puskesmas dapat digunakan untuk :
1. Administrasi pelayanan
2. Pelaksanaan kegiatan promotive dan preventif ke luar gedung.
3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis.
4. Pelayanan obat, penyediaan obat dan bahan habis pakai.
5. Pelaksanaan rapat lokakarya mini dan musyawarah di desa.
6. Pembelian bahan Pemberian Makanan Tambahan PMT dan penyuluhan.
7. Pembelian konsumsi rapat
8. Pengadaan pedoman dan media bahan penyuluhan pada masyarakat.
2.1.2.4 Standar Oparasional Prosedur SOP Pelayanan Persalinan