Sejarah Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Indonesia Pengertian Koperasi Jasa Keuangan Syariah

commit to user diterapkan dalam perbankan Islam, secara mendasar persoalan tersebut dapat dikaji dari berbagai sisi, sebagaimana tertera dalam tabel. Tabel 1. Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil Penentuan besarnya hasil Sebelumnya Sesudah berusaha, sesudah ada untungnya Yang ditentukan sebelumnya Bunga, yaitu sebesar nilai rupiah Menyepakati proporsi pembagian untung untuk masing-masing pihak Apabila terjadi kerugian Ditanggung nasabah saja Ditanggung kedua pihak, nasabah dan lembaga Dihitung dari mana? Dari dana yang dipinjamkan, fixed, tetap Dari untung yang diperoleh, belum tentu besarnya Titik perhatian proyek atau usaha Besarnya bunga yang harus dibayar nasabah atau pasti diterima bank Keberhasilan proyek atau usaha, menjadi perhatian bersama: nasabah dan lembaga Berapa besarnya? Pasti kali jumlah pinjaman yang telah pasti diketahui Proporsi kali jumlah untung yang belum diketahui = belum diketahui Status hukum Berlawanan dengan QS.Luqman : 34 Melaksanakan QS. Luqman : 34 Sumber Adiwarman Karim, 2004: 35

2. Koperasi Jasa Keuangan Syari ’ah

a. Sejarah Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Indonesia

commit to user Pendirian lembaga keuangan yang berbasis syariah tidak terlepas dari keprihatinan para ulama pada praktek riba yang dilakukan oleh perbankan konvensional dengan menerapkan sistem bunga, selain itu juga minimnya pengetahuan masyarakat terutama masyarakat muslim terhadap hukum bunga bank konvensional. Usaha pendirian bank syariah tidak dapat dilepaskan dari Paket Kebijaksanaan Oktober atau lebih dikenal dengan sebutan Pakto yang dikeluarkan pemerintah tentang liberisasi perbankan. Pada tanggal 19-22 Agustus 1990 di Cisarua Bogor diadakan lokakarya para ulama untuk membahas pendirian bank Islam. Pada pertemuan itu dibahas mengenai hukum bunga bank, apakah termasuk riba atau tidak, dari pertemuan tersebut dihasilkan rekomendasi pendirian bank Islam. Pada tanggal 22-25 Agustus 1990 diselenggaarakan Munas MUI IV di Jakarta, sebagai tindak lanjut dari lokakarya di Cisarua Bogor. Hasil Munas tersebut adalah rekomendasi pendirian bank Islam. Kemudian pada tanggal 27 Agustus 1991 tim pembentukan perbankan MUI bertemu dengan Presiden Soeharto di Bina Graha Jakarta. Dari hasil pertemuan-pertemuan tersebut, maka Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia ICMI berinisatif mendirikan lembaga keuangan berbasis syariah dengan skala yang kecil dan dengan modal yang kecil pula. Lembaga ini kemudian disebut dengan Baitul Maal Wa Tamwil.

b. Pengertian Koperasi Jasa Keuangan Syariah

Dalam perkembangannya koperasi jasa keuangan syariah lazim disebut dengan nama Baitul Maal Wa Tamwil BMT. Baitul Maal Wa Tamwil BMT adalah lembaga keuangan yang operasionalnya menggunakan prinsip syariah atau berdasarkan aturan yang terdapat dalam Al- Qur‟an dan Al-Hadist. Secara prinsip BMT memiliki sistem operasional yang tidak jauh berbeda dengan sistem operasional BPR Syariah, hanya ruang lingkup dan produk yang dihasilkan berbeda. Operasional perbankan syariah semakin luas dengan disahkannya commit to user Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang membuka kesempatan bagi siapa saja yang akan mendirikan bank atau lembaga keuangan syariah maupun yang ingin mengkonversi dari sistem konvensional menjadi sistem syariah yang sekaligus menghapus pasal 6 PP No 721992 yang melarang dual system. Seiring dengan itu, maka berbagai lembaga keuangan syariah baik bank amupun non bank mulai berkembang di Indonesia, baik yang dikelola secara formal maupun informal. Berkaitan dengan bentuk dan struktur lembaga keuangan non bank, maka berdirilah Baitul Maal Wa Tamwil BMT yang mendasarkan prinsip kerjanya pada syariah Islam. Baitul Maal Wa Tamwil BMT berdiri sebagai salah satu alternatif terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank dengan riba. BMT adalah lembaga keuangan syariah informalyang didirikan sebagai pendukung dalam meningkatkan kualitas usaha ekonomi usaha mikro atau usaha kecil menengah berlandaskan sistem syariah Islam. Menurut Syaikh Mahmud Syalthut dalam Adiwarman Karim 2004: 7 “Syariah adalah kata bahasa Arab yang secara harfiah berarti jalan yang ditempuh atau garis yang mestinya dilalui”. Sedangkan secara terminologi definisi syariah adalah “Peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah, atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah ini diambil oleh orang Islam sebagai penghubung diantaranya dengan A llah dan diantaranya dengan manusia”. Menurut Heri Sudarsono 2003: 84, menyatakan bahwa: Baitul Maal Wa Tamwil BMT terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti; zakat, infaq dan shadaqah. Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersil. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil menengah dengan berlandaskan syariah. commit to user Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa BMT merupakan lembaga keuangan ekonomi rakyat yang pengelolaannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah atau aturan-aturan yang terdapat dalam Al- Qur‟an dan Al-Hadist, yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan sistem bagi hasil sebagai usaha mengentaskan kemiskinan. BMT merupakan suatu lembaga terpadu yang memadukan antara Baitul Maal sebagai lembaga sosial dan Baitul Tamwil sebagai lembaga bisnis. Menurut pendapat Jannes Situmorang dalam jurnal penelitian yang berjudul Kaji Tindak Peningkatan Peran Koperasi dan UKM Sebagai Lembaga Keuangan Alternatif menyatakan, ”BMT memiliki dua fungsi yaitu : Pertama, Baitul Maal menjalankan fungsi untuk memberi santunan kepada kaum miskin dengan menyalurkan dana ZIS Zakat, Infaq, Shodaqoh kepada yang berhak; Kedua, Baitul Tamwil menjalankan fungsi menghimpun simpanan dan membiayai kegiatan ekonomi rakyat dengan menggunakan Sistem Syariah” . BMT menerapkan fungsi utama koperasi sebagai badan usaha ekonomi kerakyatan dan sosial dengan landasan syariah atau aturan-aturan agama Islam. M. Dawam Rahardjo dalam Heri Sudarsono 2003: 84, “Secara kelembagaan BMT didampingi oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil PINBUK. PINBUK sebagai lembaga primer karena mengemban misi yang lebih luas, yaitu menumbuhkan usaha kecil”. Baitul Maal Wa Tamwil BMT merupakan lembaga hasil prakarsa masyarakat yang telah berkembang menjadi bank syariah berskala mikro. Sebagai lembaga keuangan syariah mikro yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil, maka BMT mempunyai tugas penting dalam mengemban misi ke-Islaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Keberhasilan Baitul Maal Wa Tamwil tidak hanya sekedar keberhasilan dalam bidang bisnis, akan tetapi keberhasilan suatu Baitul Maal Wa Tamwil BMT terlihat juga pada commit to user perhatiaannya terhadap pengelolaan masalah zakat, infaq dan shadaqah. Kebanyakan strategi yang diterapkan oleh Baitul Maal Wa Tamwil BMT untuk mempertahankan eksistensinya adalah peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan formal maupun non formal, tidak menggunakan strategi pemasaran yang bersifat local oriented, melakukan berbagai inovasi pengembangan produk, meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat pengguna jasa, pengembangan aspek paradikmatik, menganggap sesama BMT sebagai partner dalam rangka mengentaskan ekonomi masyarakat serta mengadakan evaluasi bersama guna memberikan peluang bagi BMT untuk lebih kompetitif.

c. Badan Hukum dan Struktur Organisasi BMT