yakni menyanyi. Dia juga menjadi mandiri untuk mengerjakan apapun yang ia mau tanpa harus menunggu-nunggu bantuan orang lain.
d. Penghargaan diri tanpa syarat
Mengenai keinginan untuk berkarya dan berprestasi, menurut Melia ia selalu ingin melakukan yang terbaik sesuai dengan bakatnya, asal ia tetap tekun dan ada
yang menuntunnya untuk mengasah bakat dan keterampilan yang dimilikinya itu.
e. Menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain
Melia merasa senang dengan semua penghuni panti asuhan dan SLBA tempat dia sekolah. Dia sudah menganggap warga panti asuhan sebagai saudaranya
sendiri. Setiap hari dia selalu menjalin hubungan yang baik dengan mereka, karena ia menganggap manusia sama di hadapan Tuhan. Untuk itu, ia merasakan
ada rasa memiliki satu sama lain dan bertanggung jawab untuk menjaga dan memperhatikan lingkungan dan semua penghuni panti asuhan.
Universitas Sumatera Utara
IV.1.5 Analisis Data Matriks
Untuk memudahkan
analisis temuan-temuan data diatas dapat dirangkum
dalam tabel matriks berikut:
Tabel 4 Rangkuman Temuan Penelitian Informan I
Variabel Komunikasi Layanan Konseling Individual dengan Konselor
Analisis
a. Keikutsertaan dalam berkonseling
Berminat untuk berkonseling, terhitung sudah 10 kali mengikuti program layanan konseling serta
ada minat yang sangat tinggi untuk berkonseling.
b. Suasana sewaktu berkonseling
Sangat akrab, bersahabat, dan tercipta rasa kekeluargaan.
c. Cara penyampaian pesan
Dengan komunikasi lisan pesan verbal. Diawali dengan cerita-cerita lucu dan diakhiri
dengan nasehat-nasehat dari ayat-ayat Alkitab. d.
Umpan balik Ada umpan balikrespon verbal.
e. Pemahaman akan pesan
Sangat dimengerti dan jelas. Variabel Pembentukan Konsep Diri
Analisis a.
Terbuka pada pengalaman Kecemasan akan masalah yang sedang dihadapi
lambat laun menghilang dan bersikap realistis akan masa depan.
b. Tidak bersikap defensif
Ya, tidak lagi bersikap defensif tertutup dan tidak menyalahkan orang tua akan kecacatannya.
c. Kesadaran yang cermat
d. Penghargaan diri tanpa syarat Menerima diri apa adanya dan memiliki rasa
percaya diri.
Memiliki prestasi di dalam maupun di luar kelas. d.
Menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain
Merasa senang tinggal di panti asuhan dan memiliki rasa tanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
IV.1.6 Kesimpulan Temuan Data Informan I
Dalam proses komunikasi konseling antara Melia sebagai klien tunanetra dengan Suster Flaviana sebagai konselor di panti asuhan Karya Murni ini adalah
tercipta rasa kekeluargaan, rileks serta ada hubungan empati yang dirasakan si
klien. Dia merasa nyaman untuk bercerita apa adanya dengan si konselor. Selain
itu juga ada keterbukaan dari diri si konselor sehingga si klien bebas dan tanpa
malu-malu membicarakan masalah lain di luar masalah sekolah seperti masalah pribadi rahasia.
Adapun masalah yang paling sering menjadi fokus layanan konseling menurut Melia adalah tentang kehidupannya yang menyangkut masa depan.
Masalah-masalah lain yang juga dibicarakan adalah sebagai berikut : -
masalah teman -
masalah tentang prestasi -
masalah tentang cita-cita -
masalah dengan suster -
masalah tentang teman hidup -
masalah yang menyangkut tentang proses belajar di kelas
Mengenai si konselor Melia berkata :”.... suster itu sangat ramah dan mengerti keadaanku, jadi aku sangat senang berkonseling dengannya”.
Mengenai siapa
yang proaktif
dalam layanan konseling ini, Melia menuturkan pertama kali suster itu yang mendatanginya. Selanjutnya, Melia yang
datang bila merasa ingin curhat berbagi rasa. Menurut Melia, suster itu tetap
memperhatikannyamemantau dan membangkitkan semangat untuk terus
maju.
Universitas Sumatera Utara
Bila ada masalah, bentuk solusi yang ditawarkandiberikan oleh konselor
itu adalah dengan menasehatinya dengan kata-kata bijak yang diambil dari ayat- ayat Alkitab. Menurut Melia, si konselor selalu mengatakan hal berikut :“... jadi
Melia, seperti yang dikatakan di Kitab Suci, teruslah berjuang, jangan putus asa, jangan malas, rajin terus”. Jadi teknik komunikasi konseling yang
dilaksanakan si konselor dalam kasus ini bersifat tanpa paksaan melainkan ada dorongan, dan sugesti berupa nasehat dan kata-kata bijak.
Mengenai bagaimana sikap suster itu konselor bila Melia bisa mengatasi masalah yang dihadapinya serta bila ada perubahan sikap yang diharapkan, maka
dia mengatakan bahwa suster itu akan senang dan memberikan hadiah reward berupa kalung rosario, baju-baju gereja dan baju-baju tidur.
Melia mengatakan kalau ia sangat suka untuk berkonseling dan merasakan mendapat banyak manfaat dari layanan ini. Menurutnya, banyak sikapnya yang
berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya dimana sewaktu dia pertama kali datang di panti asuhan ini ia merasa sangat sulit bergaul, takut dan minder.
Gadis yang cukup periang ini, sekarang merasa sudah mandiri dan percaya diri untuk berekspresimengaktualisasikan dirinya. Terbukti dari
beberapa prestasi yang berhasil ia dapatkan baik di dalam maupun di luar kelas, antara lain :
- sejak tingkat SD hingga SLTP dia selalu mendapat rangking 1, 2, atau 3.
- beberapa kali mengikuti pelombaan menyanyi. Salah satunya adalah pada
perlombaan menyanyi antar SLBA tingkat SLTPLB sekota madya Medan dalam rangka memeriahkan perayaan 17 Agustus, dimana ia berhasil
mendapat juara 2.
Universitas Sumatera Utara
- juga ikut tergabung dalam sebuah paduan suara Karya Murni dan setiap
tahunnya diundang untuk memeriahkan perayaan Natal di USU. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan komunikasi layanan
konseling individual antara konselor yakni Suster Flaviana dengan Melia memiliki peran yang sangat besar dalam proses membentuk konsep diri Melia.
Universitas Sumatera Utara
IV.2 Informan II
IV.2.1 Identitas Informan
1. Nama : Mikael Brikjon Purba
2. Nama panggilan
: Jon 3.
Umur : 16 tahun
4. Jenis kelamin
: Laki-laki 5.
Anak ke : 8 dari 9 bersaudara
6. Agama
: Katholik 7.
Suku bangsa : Simalungun
8. Tingkatan kelas
: Kelas 2 SLTP SLBA Karya Murni 9.
Penyebab cacat netra : Sakit campak umur 3 tahun
10. Jenis cacat netra
: Total blind buta total 11.
Usia dan tahun masuk : 9 tahun, tahun 1999
panti asuhan Karya Murni 12.
Asal daerah : Seribu Dolok, Tiga Runggu, Simalungun
13. Pekerjaan ayah
: Petani 14.
Pekerjaan ibu : Petani
15. Pendidikan ayah
: SMP 16.
Pendidikan ibu : SMA
17. Hobi
: Bermusik main organ, olah raga 18.
Cita-cita : Pemusik
Universitas Sumatera Utara
IV.2.2 Interpretasi Data
Jon adalah anak ke 8 dari 9 bersaudara dari sebuah keluarga petani yang sangat sederhana. Pada waktu itu ia terkena penyakit campak. Karena orang
tuanya tidak memiliki uang untuk berobat, maka penyakit itu kemudian menyerang kedua matanya. Di keluarganya hanya dia yang cacat netra.
Awalnya Jon masih bisa melihat walaupun dengan jarak yang sangat dekat dan samar-samar. Waktu itu ia menderita cacat netra ringan. Jenis kecacatannya
adalah partially sighted low visionkurang lihat. Hingga akhirnya sesuatu yang buruk terjadi. Suatu hari dia demam tinggi. Orang tuanya hanya memberikan obat-
obatan sekedarnya untuk menurunkan demamnya. Ternyata cara itu tidak manjur. Akhirnya kedua mata Jon buta total. Waktu itu ia masih berumur 3 tahun.
Walaupun begitu, Jon mengaku tidak pernah menyalahkan orang tuanya, sebab dia mengerti bagaimana kondisi keluarganya saat itu.
Melalui seorang temannya yang sudah terlebih dahulu tinggal di panti asuhan Karya Murni, akhirnya Jon mau juga diajak untuk bersama-sama tinggal di
panti ini untuk diasuh dan diberdayakan. Pada tahun 1999, Jon masuk panti asuhan dan waktu itu ia berumur 9 tahun.
Pada awal berada di panti, dia mendapatkan banyak kesulitan yang datang dari dalam dirinya sendiri. Hampir selama 6 bulan dia tidak mau belajar dan
merasa minder sebab dia pikir di panti ini dihuni oleh anak-anak awas. Hal itu terjadi karena anak-anak di panti ini sangat lincah dan aktif bergerak ke sana
kemari, tidak seperti dirinya yang masih butuh bantuan orang lain. Di sekolah, Jon termasuk siswa yang berprestasi. Dia hampir selalu
mendapat rangking 1 dari tingkat SD hingga SLTP sekarang. Mata pelajaran yang
Universitas Sumatera Utara
disukainya adalah antara lain; kesenian seni musik, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Dia memiliki bakat di bidang musik, dimana ia mahir bermain organ.
Maka tak heran kalau dia, termasuk dari beberapa temannya yang selalu diunjuk untuk memainkan organ mengiringi teman-temannya bernyanyi di panggung aula
panti bila ada acara di tempat itu. Selain itu, ia juga sering ditugaskan oleh suster kepala panti untuk mengajarkan adik-adik kelasnya belajar memainkan organ
disetiap sore. Jadi, bisa dikatakan hal ini unik, sebab anak tunanetra mengajari anak tunanetra juga. Cita-citanya adalah ingin menjadi seorang pemusik.
Setelah menjalani kehidupannya di panti dan bersekolah di SLBA Karya Murni, akhirnya perilaku Jon sedikit demi sedikit berubah. Hal itu semakin
diperkuat dengan hadirnya program layanan konseling individual di panti. Menurutnya, berkonseling memiliki banyak manfaat yang berguna untuk
kemajuan kepribadiannya yakni membantunya untuk berpikir lebih baik dan dapat mengenal diri apa adanya sesuai dengan kecacatan yang disandangnya.
IV.2.3 Analisis Variabel Komunikasi Layanan Konseling Individual a.
Keikutsertaan dalam berkonseling
Temuan data dari hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa Jon kurang memiliki minat untuk melibatkan diri berkonseling. Memang pada awalnya si
konselor, yang waktu itu adalah Suster Flaviana, yang pertama sekali proaktif mendatanginya. Selanjutnya Jon yang datang kepada suster itu, tetapi tidak sering,
hanya kadang-kadang saja kalau perlu. Hal ini dikarenakan ia merasa malas untuk menjumpai si konselor. Memang diakuinya kalau dia adalah pribadi yang pendiam
agak sedikit tertutup, dan suka menyendiri. Bila ada suatu masalah, ia lebih suka
Universitas Sumatera Utara
memendamnya sendiri. Jon juga mengatakan kalau ia tidak memiliki jadwal khusus untuk berkonseling.
b. Suasana sewaktu berkonseling
Suasana yang dirasakan Jon ketika berkonseling dengan konselor dalam berkomunikasi adalah bersifat kekeluargaan, rileks, ada keterbukaan serta
nyaman. Menurutnya, hal seperti di atas terjadi karena suster itu ramah. Mengenai
hal ini Jon berkata : “.... suster itu memang ramah kak, aku nyaman bercerita kepadanya, tapi aku saja yang malas untuk berkonseling, entah kenapa ....”.
c. Cara penyampaian pesan
Selama proses konseling antara Jon dan konselor, komunikasi yang terjadi adalah komunikasi lisan yang menggunakan bahasa verbal ucapankata-kata
yang berupa sugesti dalam bentuk nasehat-nasehat untuk mendorongnya tetap maju. Tidak ada unsur perintah atau keharusan.
Mengenai teknik komunikasi yang dilakukan suster dalam konseling, Jon
menuturkan sebagai berikut : “.... biasanya suster itu menanyakan dulu bagaimana pengalamanku selama di Karya Murni, baru kemudian masuklah
ke pokok pembicaraan.” d.
Umpan balik
Jon mengatakan kalau dia merasakan hubungan yang akrab dengan konselor itu. Menurutnya, si konselor tulus mendengarkan permasalahannya dan
meresponinya.
Universitas Sumatera Utara
e. Pemahaman akan pesan
Jon paham akan apa yang disampaikan konselornya. Tidak ada ditemukan kesulitan yang berarti. Selanjutnya giliran dia yang harus mempraktekkan
nasehat-nasehat dan bantuan-bantuan apa yang telah ditawarkan si konselor. Masalah yang sering dibicarakan Jon sebagai klien tunanetra dengan
konselornya adalah : -
masalah tentang masa depan -
masalah bagaimana caranya untuk mengembangkan bakat - masalah tentang kepribadian
Adapun bentuk solusi yang diberikan konselor kepada Jon dalam mengurangi rasa kekhawatirannya terhadap masalah-masalah tersebut di atas adalah berupa
nasehat-nasehat bijak atau motivasi. Ada 4 nasehat yang sangat diingat Jon dari suster itu yakni :
a selalu memotivasi dirimu sendiri,
b bertanya pada orang di atasmu,
c kenali dirimu dan,
d belajar sendiri walaupun tidak ada orang yang mengajarimu.
IV.2.4 Analisis Variabel Pembentukan Konsep Diri a.
Terbuka pada pengalaman
Jon mengatakan kalau dia ingin menjadi pemusik. Ia berusaha untuk bersikap optimis setiap saat. Dia juga mengatakan kalau rasa cemas akan masalahnya
berkurang setelah berkonseling.
Universitas Sumatera Utara
b. Tidak bersikap defensif
Jon mengakui kalau hingga saat ini ia masih sedikit tertutup. Menurutnya kepribadiannya adalah pendiam, suka menyendiri dan sering memecahkan setiap
masalahnya dengan caranya sendiri. Ia juga sudah tidak menyalahkan siapapun atas kecacatannya, termasuk kedua orang tuanya.
c. Kesadaran yang cermat
Menurut Jon, ia sudah dapat menerima diri apa adanya. Mengenai rasa percaya diri, ia merasa sudah tidak rendah diri lagi seperti sewaktu pertama kali
datang ke panti ini.
d. Penghargaan diri tanpa syarat