yang rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi kurang memadai, menderita penyakit kronis, aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian
pengobatan yang salah Depkes R.I, 2004.
H. Karakteistik Balita
1. Usia
Balita berumur 0-24 bulan merupakan kelompok umur yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi dan membutuhkan zat gizi yang
relative tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lain. Umur sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA, bayi lebih mudah terkena ISPA dan
lebih berisiko dibandingkan dengan anak balita. Hal ini disebabkan imunitas yang belum sempurna. Dalam analisis gizi balita, data SUSENAS
1989-1999 disebutkan bahwa kelompok umur 6-17 bulan dan 6-23 bulan merupakan saat pertumbuhan kritis, dimana kegagalan tumbuh growth
failure umumnya terjadi pada anak-anak di Negara berkembang karena masalah gizi. Anak balita pada kelompok umur di bawah 2 tahun
menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi pada tahun 1995 dan 1998 dibanding tahun 1989 dan 1992. Disebutkan pula bahwa proses
pertumbuhan yang sangat cepat terjadi hanya pada 2 tahun pertama kehidupan manusia, sehingga pada proses pertumbuhan tersebut
dibutuhkan zat gizi yang optimal Jahari dkk, 2000.
2. Status Gizi
Menurut Arisma 2004 Status gizi masyarakat biasanya digambarkan dengan masalah gizi yang dialami oleh golongan masyarakat
rawan gizi. Kurang Energi Protein KEP merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia, disamping kurang vitamin A, anemia gizi dan gangguan
akibat kekurangan iodium. Status gizi balita dipengaruhi oleh pola asuh anak yang tidak memadai karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan ibu
mengenai gizi serta imunisasi dan pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai. Balita dengan keadaan gizi buruk dan gizi kurang malnutrisi
lebih mudah terkena infeksi dibandingkan dengan balita dengan gizi baik, hal ini disebabkan kurangnya daya tahan tubuh balita. Anak balita dengan
status gizi kurang mempunyai risiko menderita pneumonia 3,3 kali dibandingkan dengan balita dengan status gizi baik Sudirman, 2003.
Status gizi balita sampai dengan tingkat malnutrisi dapat diukur menurut berbagai pendekatan, salah satunya adalah pendekatan
antropometri. Untuk bayi dan anak-anak dapat dipakai salah satu dari empat macam indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur
weight-for-age, tinggi badan menurut umur height- for- age, berat badan menurut tinggi badan weight for height, dan lingkar lengan atas
mid upper arm circumference. Masing-masing indikator itu memberikan penjelasan tentang status gizi bayi dan anak-anak. Indikator protein energy
malnutrition PEM yang paling sering dipakai adalah berat badan menurut umur. Nilai rendah angka indikator berat badan menurut umur
WAZ mencerminkan terjadinya adaptasi anak terhadap gangguan gizi jangka panjang dan jangka pendek Utomo, 1996.
Sedangkan standar baku yang digunakan dalam penentuan status gizi anak balita pada KMS, berdasarkan hasil kesepakatan diskusi yang
diselenggarakan oleh Persatuan Ahli Gizi Indonesia PERSAGI, bekerjasama dengan UNICEF Indonesia dan LIPI, yaitu Departemen
Kesehatan, 2000: a. Gizi baik, bila ada kenaikan berat badan dengan bertambahnya umur
balita, angkanilai berat badan dan umur balita di dalam kurva hijau pada KMS.
b. Gizi buruk, bila tidak ada kenaikan berat badan dengan bertambahnya umur balita, angkanilai berat badan dan umur balita di luar kurva hijau
pada KMS.
3. Status Imunisasi