Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya penyuluhan sebagai berikut:
a. Memberikan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai ISPA dan penularannya, sehingga masyarakat mengetahui cara-cara
mencegah penularan ISPA seperti: - Tidak merokok didalam rumah dan tidak berdekatan dengan
balita - Membeikan pengetahuan kepada anggota keluarga tentang bahaya
merokok dan dianjurkan untuk berhenti merokok - Mengurangi emisi doplet saat penderita ISPA batuk atau bersi,
seperti menutup mulut dan hidung dengan tangan atau tisu - Mencuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernafasan
- Penderita ISPA dalam rumah segera berobat agar tidak menjadi sumber penular dalam rumah.
b. Puskesmas melakukan supervisi dan memberikan bimbingan tentang ISPA pencegahan dan perawatannya kepada ibu-ibu khususnya yang
mempunyai balita.
8. Analisis Hubungan Bahan Bakar Masak dengan Gejala ISPA pada
Balita
Pada penelitian
ini, variabel
bahan bakar
memasak dikelompokkan menjadi dua yaitu pamakaian kayu atau minyak dan
pemakaian gas sebagai bahan bakar memasak. Adapaun hasil yang
diperoleh yaitu responden yang memakai kayu atau minyak sebagai bahan bakar memasak sebanyak 14,7 sedangkan yang memakai gas
sebagai bahan bakar memasak sebanyak 85,3. Berdasarkan tabel 5.22. diketahui responden yang memakai
bahan bakar memasak menggunakan kayu atau minyak dan mengalami ISPA sebanyak 60,0 serta responden yang memakai bahan bakar
memasak menggunakan kayu atau minyak dan tidak mengalami ISPA sebanyak 40,0 sedangkan responden yang memakai bahan bakar
memasak menggunakan gas dan mengalami ISPA sebanyak 56,9 serta responden yang memakai bahan bakar memasak menggunakan
gas dan tidak mengalami ISPA sebanyak 43,1. Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan nilai pvalue 1,000 pvalue 0,05. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara bahan bakar masak dengan gejala ISPA pada balita di desa tamansari
tahun 2013. Menurut Soemirat 2000 pembakaran minyak tanah dan kayu
bakar menghasilkan polutan dalam bentuk debu partikel juga menghasilkan zat pencemar kimia berupa karbonoksida, oksidasulfur,
oksidaoksigen dan hidrokarbon. Semua zat kimia diatas memberikan dampak pada gangguan saluran pernapasan.
Hasil perhitungan analisis bivariat diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara bahan bakar memasak dengan
gejala ISPA pada balita. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
Castanea 2012 yang menyatakan bahwa balita yang tinggal di dalam rumah yang menggunakan bahan bakar minyak tanah atau kayu
berpeluang menderita ISPA sebanyak 2,235 kali lebih banyak dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam rumah yang
menggunakan bahan bakar gas untuk memasak. Tidak adanya hubungan antara bahan bakar memasak dengan
gejala ISPA pada balita, hal ini diduga karena jumlah responden yang menggunakan minyak tanah atau kayu bakar jumlahnya sedikit hal ini
disebabkan masyarakat sudah beralih menggunakan gas ukuran 3 kilogram yang disosialisasikan kepada masyarakat oleh pemerintah dan
semakin langkanya ketersediaan bahan bakar minyak tanah. Meskipun dari uji statistik tidak terdapat hubungan bermakna
antara bahan bakar masak dengan kejadian ISPA pada balita, namun teori membuktikan bahwa asap yang dikelaurkan dari pembakaran
mengandung banyak gas pencemar dan partikel-partikel yang berisiko terhadap kesehatan manusia khususnya balita. Dengan demikian tetap
dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi kadar partikulat di dalam rumah dengan cara mengganti bahan bakar memasak dengan yang tidak
menimbulkan pencemaran udara dalam rumah atau sisa pembakarannya dapat keluar dari dalam rumah melalui ventilasi ruangan sehingga
bahan pencemar dapur dapat lebih banyak keluar dan terdispersi dengan udara luar ambien.
9. Analisis Hubungan antara Luas Ventilasi dengan Gejala ISPA