Tidak adanya hubungan antara racun nyamuk bakar dengan gejala ISPA pada balita, hal ini diduga saat melakukan wawancara
hanya menanyakan apakah ibu menggunakan racun nyamuk bakar akan tetapi penempatan racun nyamuk bakar tidak langsung kontak dengan
balita. Meskipun dari uji statistik tidak terdapat hubungan secara
bermakna tetapi sesuai dengan teori dan penelitian-penelitian terdahulu bahwa asap racun nyamuk bakar berisiko terhadap kesehatan manusia
khusunya pada balita yang daya tahan tubuhnya masih rendah. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan dan memberikan
pengetahuan kepada masyarakat tentang bahaya penggunaan racun nyamuk bakar sebagai pengendali nyamuk. Untuk itu masyarakat agar
dapat mengurangi pemakaian racun nyamuk bakar atau bahkan tidak menggunakannya lagi dan dapat menggunakan kelambu sebagai
pelindung dari gigitan nyamuk serta membiasakan hidup bersih dan sehat seperti melaksanakan 3M.
7. Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Gejala ISPA pada
Balita
Pada penelitian ini terkait penelitian kebiasaan merokok anggota keluarga ditanyakan kepada responden. Adapun hasil yang diperoleh
yaitu anggota keluarga yang terbiasa merokok sebanyak 79,4 sedangkan yang anggota keluarga yang tidak merokok sebanyak 20,6.
Berdasarkan tabel 5.21 diketahui balita yang anggota keluarganya merokok dan menderita ISPA adalah 59,3 serta balita
yang anggota keluarganya merokok dan tidak mengalami ISPA adalah 40,7. Sedangkan balita yang anggota keluarganya tidak merokok dan
mengalami ISPA sebanyak 50,0 serta balita yang anggota keluarganya tidak merokok dan tidak mengalami ISPA sebanyak 50,0.
Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan nilai pvalue 0,559 pvalue 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara kebiasaan merokok anggota keluarga balita dengan gejala ISPA pada balita di 5 posyandu desa tamansari tahun 2013.
Menurut Kusnoputranto 2000 Asap rokok merupakan salah satu bahan pencemar dalam ruang. Selain meningkatkan terjadinya
suatu penyakit, adanya asap rokok akan menambah adanya bahan pencemar di dalam ruangan, serta menambah risiko kesakitan dari
bahan toksik lain. Gangguan pernapasan ini lebih mudah terjadi pada balita yang
lebih rentan terhadap efek polutan. Selain itu keberadaan balita yang lebih lama di dalam rumah juga menyebabkan dosis pencemar yang
diterima akan lebih tinggi balita terpapar lebih lama. Bila balita menghirup udara yang tercampur partikulat dari asap rokok maka
dimungkinkan terjadi iritasi pada saluran pernapasa, selanjutnya akan mudah terinfeksi. Lingkungan dalam rumah dan tempat kerja adalah
tempat terbanyak terjadi pemaparan oleh rokok. Pemaparan asap rokok akan meningkatkan penyakit jantung dan infeksi saluran pernafasan
pada anak Sarwanto, 2004. Hasil perhitungan analisis bivariat diperoleh bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan gejala ISPA pada balita. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Winarni 2009 yang mengatakan bahwa adanya perokok dalam rumah mengakibatkan risiko balita untuk mengalami
ISPA 3,60 kali dibandingkan dengan tidak adanya perokok dalam rumah.
Tidak adanya hubungan anatara kebiasaan merokok dengan gejala ISPA pada balita, hal ini diduga saat melakukan wawancara
hanya menanyakan merokok atau tidak sedangkan jumlah batang rokok yang dihisap tidak ditanyakan ditambah lagi balita jarang kontak
dengan anggota keluarga yang merokok. Meskipun berdasarkan uji statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA, namun tetap dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi pencemaran asap rokok
dalam rumah karena menurut teori dan penelitia-penelitian terhadulu menjelaskan bahwa balita dengan anggota keluarga yang terbiasa
merokok dalam rumah berisiko terhadap kesehatan terutama bagi anak balita maka perlu dihindari kontak antara perokok dengan balita.
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya penyuluhan sebagai berikut:
a. Memberikan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai ISPA dan penularannya, sehingga masyarakat mengetahui cara-cara
mencegah penularan ISPA seperti: - Tidak merokok didalam rumah dan tidak berdekatan dengan
balita - Membeikan pengetahuan kepada anggota keluarga tentang bahaya
merokok dan dianjurkan untuk berhenti merokok - Mengurangi emisi doplet saat penderita ISPA batuk atau bersi,
seperti menutup mulut dan hidung dengan tangan atau tisu - Mencuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernafasan
- Penderita ISPA dalam rumah segera berobat agar tidak menjadi sumber penular dalam rumah.
b. Puskesmas melakukan supervisi dan memberikan bimbingan tentang ISPA pencegahan dan perawatannya kepada ibu-ibu khususnya yang
mempunyai balita.
8. Analisis Hubungan Bahan Bakar Masak dengan Gejala ISPA pada