a. Masyarakat perlu diberikan pengetahuan tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatur kelembapan dalam rumah sehingga
memenuhi syarat kesehatan seperti memperbaiki ventilasi, membuka jendela agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah, memasang
genteng kaca atau fiberglasa. b. Puskesmas diharapakan melakukan pengawasan dan pembinaan
terhadap masyarakat tentang syarat-syarat rumah sehat.
6. Analisis Hubungan Racun Nyamuk Bakar dengan Gejala ISPA
pada Balita
Pada penelitian ini, variabel racun nyamuk bakar merupakan bahan pestisida yang digunakan responden untuk mengilangkan
nyamuk dan di letakkan dibawah tempat tidur. Adapaun hasil yang diperoleh yaitu responden yang menggunkan racun nyamuk bakar
sebagai pembasmi nyamuk sebesar 89,7 sedangkan responden yang tidak menggunakan racun nyamuk bakar sebanyak 10,3.
Berdasarkan tabel 5.20. diketahui responden yang menggunakan racun nyamuk bakar dan mengalami ISPA adalah 57,4 serta
responden yang menggunakan racun nyamuk bakar dan tidak mengalami ISPA sebanyak 42,6. Sedangkan responden yang tidak
menggunakan racun nyamuk bakar dan mengalami ISPA sebanyak 57,1 serta responden yang tidak menggunakan racun nyamuk bakar
dan tidak mengalami ISPA 42,9. Berdasarkan hasil uji chi square
didapatkan nilai pvalue 1,000 pvalue 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara racun
nyamuk bakar dengan gejala ISPA pada balita di desa tamansari tahun 2013.
Penggunaan racun nyamuk bakar dapat menyababkan iritan dan gangguan saluran pernapasan karena Menurut Widodo 2007 racun
nyamuk bakar mengandung insektisida yang disebut d-aletrin 0,25. Apabila dibakar akan mengeluarkan asap yang mengandung d-aletrin
sebagai zat yang dapat mengusir nyamuk, tetapi jika ruangan tertutup tanpa ventilasi maka orang di dalamnya akan keracunan d-aletrin.
Selain itu, yang dihasilkan dari pembakaran juga CO dan CO
2
serta partikulat-partikulat.
Dalam penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan racun nyamuk bakar untuk mengendalikan nyamuk dari dalam rumah, disisi
lain racun nyamuk dapat menjadi sumber pencemaran udara dalam rumah, disebabkan racun nyamuk bakar mengandung bahan CO, SO
2
, serta partikulat yang dapat menimbulkan batuk, iritasi hidung dan
tenggorokan. Hasil perhitungan analisis bivariat diperoleh bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara racun nyamuk bakar dengan gejala ISPA pada balita. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
Lina 2012 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bemakna antara racun nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita.
Tidak adanya hubungan antara racun nyamuk bakar dengan gejala ISPA pada balita, hal ini diduga saat melakukan wawancara
hanya menanyakan apakah ibu menggunakan racun nyamuk bakar akan tetapi penempatan racun nyamuk bakar tidak langsung kontak dengan
balita. Meskipun dari uji statistik tidak terdapat hubungan secara
bermakna tetapi sesuai dengan teori dan penelitian-penelitian terdahulu bahwa asap racun nyamuk bakar berisiko terhadap kesehatan manusia
khusunya pada balita yang daya tahan tubuhnya masih rendah. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan dan memberikan
pengetahuan kepada masyarakat tentang bahaya penggunaan racun nyamuk bakar sebagai pengendali nyamuk. Untuk itu masyarakat agar
dapat mengurangi pemakaian racun nyamuk bakar atau bahkan tidak menggunakannya lagi dan dapat menggunakan kelambu sebagai
pelindung dari gigitan nyamuk serta membiasakan hidup bersih dan sehat seperti melaksanakan 3M.
7. Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Gejala ISPA pada