Pengertian Khilafah Al-Khilâfah Al-‘Uzma Kepemimpinan Tertinggi

2. Mengangkat Seorang Pemimpin Hukumnya Wajib

Mengangkat khalifah atau pemimpin merupakan kewajiban kolektif fardu kifâyah sebagaimana kewajiban melakukan jihad dan mendirikan institusi pengadilan. Apabila ada orang yang memegang jabatan ini dan dia memang mampu, maka kewajiban tersebut gugur dari tanggung jawab seluruh umat. Namun apabila tidak ada seseorang yang memegang jabatan khalifah ini, maka semua umat Islam berdosa hingga mereka mengangkat orang yang mempunyai kemampuan untuk menjadi khalifah. 25 Sebagian orang berpendapat bahwa yang menanggung dosa adalah dua kelompok umat saja, yaitu tokoh-tokoh umat yang pandai ahl al- ra’yu hingga mereka memilih khalifah dan orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk menjadi khalifah hingga mereka dipilih salah satunya untuk menjadi khalifah. 26 Sa ʻîd Hawwa mengatakan bahwa yang benar adalah dosa tersebut ditanggung oleh semua umat Islam, karena umat Islam semuanya menjadi objek perintah dan larangan syara’ dan yang berkewajiban menegakkan khilafah adalah mereka semua. 27 Terlihat sekali, dengan adanya beragam pendapat di atas, menunjukkan bahwa seorang pemimpin merupakan tokoh yang sangat penting keberadaannya di tengah-tengah masyarakat, yang memang sudah sepatutnya sebuah negara memiliki seorang pemimpin. 25 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 478-479. 26 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 479. 27 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 479.

3. Dasar Kewajiban Pengangkatan Seorang Pemimpin

Dasar utama bagi kewajiban pengangkatan khalifah adalah perintah- perintah ajaran agama syara’. Menegakkan khilafah atau imamah merupakan kewajiban yang ditetapkan oleh syara’ kepada semua umat Islam. Syara’ memerintahkan hal itu kepada semua umat Islam. Sehingga umat Islam wajib melakukan usaha hingga tercapainya dan terlaksananya kewajiban tersebut. Apabila kewajiban tersebut telah terlaksana, maka mereka telah lepas dari tanggung jawab dan kewajiban. Apabila khalifah tersebut turun atau meninggal, maka kewajiban itu kembali lagi di pundak semua umat Islam. 28 Sa’îd Hawwa memaparkan dalil-dalil yang menunjukkan kewajiban mendirikan khilafah sebagai berikut: Pertama, khilafah atau imamah merupakan sunnah fi’liyyah yang dilakasanakan Rasulullah Saw. kepada kaum Muslim. Rasulullah membentuk kesatuan politik yang terdiri dari umat Islam seluruhnya. Dengan kesatuan politik umat Islam tersebut, Rasulullah membangun satu negara, dan Rasulullah sebagai pemimpinnya al-imâm al- a’zam. Pada prinsipnya Rasul mempunyai dua tugas, pertama menyampaikan risalah dari Allâh, kedua melaksanakan perintah-perintah Allâh dan mengarahkan politik negara sesuai dengan aturan dan batasan yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam. 29 Setelah wafatnya Rasulullah Saw., manusia tidak memerlukan lagi adanya tambahan risalah dari Allâh Swt. karena semua risalah sudah terkumpul dalam al- 28 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 479. 29 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 479. Qur’an dan Sunnah. Namun setelah Rasulullah membentuk kesatuan politik umat dan memimpin mereka semua, baik yang berada di belahan barat atau timur, maka umat manusia setelah wafatnya memerlukan orang yang menegakkan ajaran- ajaran al- Qur’an dan Sunnah dan menyiasati penegakannya dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh agama. Bahkan atas dasar meneladani Rasululah Saw. dan mengikuti sunnahnya, umat Islam wajib membentuk kesatuan politik di antara mereka, mendirikan negara yang menyatukan mereka semua dan mengangkat pemimpin sebagai pengganti Rasulullah dalam tugasnya melaksanakan ajaran- ajaran agama dan mengurusi politik negara dengan menggunakan pedoman dan petunjuk-petunjuk agama Islam yang murni. 30 Kedua, Ijma’ umat Islam, khususnya para sahabat untuk mengangkat seseorang menjadi pemimpin negara yang menggantikan Rasulullah. Para sahabat adalah orang yang lebih tahu tentang petunjuk-petunjuk Islam. Sejenak setelah meninggalnya Rasulullah, Abu Bakar menemui orang-orang dan berkata kepada mereka, “Ketahuilah bahwa Nabi Muhammad Saw. telah meninggal dunia, dan agama ini harus ada yang mengurusnya.” Para sahabat meninggalkan urusan persiapan pemakaman Nabi, dan mereka mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah pengganti Rasulullah Saw. sebelum menyemayamkan jasad mulia Rasulullah. Ijma’ merupakan salah satu dasar hukum dalam Islam dan mempunyai kekuatan laksana teks keagamaan, dan ijma’ ini mengikat umat Islam secara hukum. 31 Ketiga, banyak dari kewajiban-kewajiban keagamaan yang tidak bisa dilaksanakan kecuali apabila ada khalifah atau imam. Sesuatu yang tanpanya, menyebabkan sebuah kewajiban tidak bisa terlaksana dengan sempurna, maka 30 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 479-480. 31 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 480. sesuatu tersebut hukumnya juga wajib. Dengan mengangkat pemimpin, maka bahaya-bahaya yang mengancam bisa ditanggulangi, dan mengatasi bahaya- bahaya yang mengancam hukumnya adalah wajib. Di ketahui bersama bahwa tujuan syara’ menetapkan aturan-aturan dalam interaksi sesama manusia mu ʻâmalah, pernikahan, jihad, hukum had, dan ritual-ritual lainnya adalah untuk kemaslahatan yang bisa dirasakan oleh umat, dan kemasalahan ini tidak bisa terwujud kecuali dengan adanya seorang pemimpin yang memutuskan perselisihan-perselihan yang terjadi di tengah umat. Tidak adanya pemimpin menyebabkan banyak terabaikannya urusan agama dan banyak kebijakan, keputusan dan langkah-langkah yang keluar dari ajaran Islam. 32 Keempat, teks-teks al- Qur’an dan al-Sunnah menetapkan bahwa mengangkat pemimpin untuk umat Islam adalah wajib. 33 Di antaranya firman Allâh Swt. dalam suran al- Nisâ’4: 59:            .....  “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan ulil amri di antara kamu. ...” 34 Rasulullah Saw. bersabda: ثّح خو ف ْب ن ْش ثّح ْب ن ْغ ثّح م ح ْبا ْع ج لا ص لا ْ ع ة ْ ھ بأ ْ ع ح ر ْب ْق بأ ْ ع ج ت ت ف ع ْلا قر فو ع ّلا ْ ج خ ْ ل ق أ سو ْ ع ت ھ ج “Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farruh telah menceritakan kepada kami Jarir -yaitu Ibnu Hazim- telah menceritakan kepada kami Ghailan bin Jarir dari Abu Qais bin Riyah dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: Barangsiapa keluar dari ketaatan dan 32 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 480. 33 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 480. 34 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, h. 87.