Metode dan Corak Penafsiran

surat tersebut baik menyangkut identifikasi surat, tema surat, hubungan dengan surat lain atau kandungan surat secara global. Biasanya disini ditampilkan riwayat bila menyangkut sebab turun dari suatu surat. 2. Menafsirkan ayat. Bentuk penafsiran yang dikemukakan Sa’îd Hawwa mengenai ayat yang sudah disusun dalam kelompok ayat yaitu dengan menjelaskan makna secara umum atau memberikan pengertian secara global kemudian menerangkan pengertian teks ayat makna harfi dengan tinjauan bahasa serta uslub ayat. Dalam hal ini ia sering menggunakan rujukan dari kitab tafsir al-Nasâfî dan Ibnu katsîr juga tafsir Sayyid Qutb dan al-Alusi. Dengan demikian makna harfi yang dijelaskan cukup panjang berbeda dengan tafsir Jalalain yang sangat singkat. Penjelasan makna umum dan makna harfi dengan terlebih dahulu mencantumkan ayat atau potongan ayat yang ditulis dalam kurung. 3. Menjelaskan hubungan susunan ayat munasabahnya Disini Sa’îd Hawwa mengkaji struktur ayat dalam surat. Misalnya hubungan dalam satu kelompok ayat seperti hubungan kesamaan tema dalam satu maqt a’, atau satu faqrah. Menerangkan hubungan antar faqrah atau antar maqt a’ bahkan dijelaskan hubungan dengan ayat lain pada surat yang berbeda. 4. Menjelaskan hikmah ayat Bagian ini dikenal dalam rangkaian penafsirannya dengan fawaid. Dalam poin ini ada juga dibahas tentang munâsabah ayat khususnya hubungan suatu ayat dengan beberapa ayat lain atau dengan hadis nabi. Poin ini merupakan penafsiran yang lebih luas dan komprehensif oleh Sa ʻîd Hawwa dengan memahami ayat berdasarkan konteks. Demikian langkah dari metode penafsiran Sa ʻid Hawwa yang lebih banyak menyorot aspek munasabah dalam tafsirnya. Dua poin terakhir ini merupakan keunggulan dari tafsir Sa ʻid Hawwa yang membedakannya dengan mufasir lain baik dari sisi ide ataupun metode. Selanjutnya untuk mengetahui corak dari kitab tafsir al-Asâs fi al-Tafsîr, maka tidak terlepas dari beberapa corak kitab tafsir yang menjadi rujukan dalam penulisan kitab tafsir ini. Kitab tafsir yang menjadi rujukan dalam penulisan ini adalah kitab tafsir Ibnu Katsîr, tafsir al-Nasâfî, tafsir Rûh al- Ma’ani dan kitab tafsir fî Zilâl al- Qur’ân. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kitab tafsir al-Asâs fî al-Tafsîr menampakkan corak tasawuf, aqidah, adabi ijtimâ’i sosiologis, pola ra’yi dan ma’tsûr juga memperkaya memperkaya corak penafsiran Sa ʻîd Hawwa. Tafsir Ibnu Katsîr termasuk tafsir jenis ma’tsûr, sedangkan tafsir al-Nasâfî tergolong tafsir bi al- Ra’yi. Selain itu tafsir al-Nasafi berorientasi aqidah dan tasawuf, sementara itu tafsir Rûh al- Ma’âni merupakan corak tafsir tasawuf. Sedangkan tafsir Sayyid Qutb termasuk tafsir modern yang berorientasi politik, sosial dan dakwah. 32

2. Sistematika Penulisan

Kitab tafsir al-Asâs fî al-Tafsîr merupakan kitab tafsir yang terdiri dari 11 sebelas jilid besar. Kitab tafsir yang dijadikan penelitian dalam kajian ini merupakan terbitan dari penerbit Dâr al-Salâm, Mesir, dengan tahun terbit 1985 M 1405 H. Dalam jilid pertama kitab tersebut dicantumkan kata pengantar penerbit oleh ‘Abdul Qâdir Maẖmûd al-Bukâr yang terdiri dari dua halaman. 32 Septiawadi, Disertasi: Penafsiran Sufistik Sa ʻ îd Hawwa dalam al-Asâs fî al-Tafsîr, 2010, h. 58. Kemudian disusul pengantar penyusun al-Asâs fî al-Manhaj tentang metode pembahasan mengenai uraian kitab tafsir yang digunakan oleh penulisnya. Masih di dalam jilid satu dikemukakan pengantar kitab tafsir al-Asâs Muqaddimah al- Asâs fî al-Tafsîr yang memberikan tentang karakteristik kitab tafsir ini serta keistimewaannya dibandingkan dengan kitab tafsir lain. Kitab tafsir al-Asâs ini disusun seperti kitab tafsir besar yang lain dengan menguraikan penafsiran secara mendalam dan rinci yang mencapai 11 jilid tebal. Penulisan kitab tafsir ini seperti diterangkan oleh Sa ʻîd Hawwa dalam pendahuluan kitabnya yaitu ketika ia menjalani masa tahanan politik semasa pemerintahan Hafiz al-Asad dalam kurun waktu 1973-1978 M. 33 Secara umum, sistematika penulisan kitab tafsir al-Asâs fî al-Tafsîr yaitu dalam setiap jilid Sa ʻîd Hawwa selalu mengemukakan pendahulan sebelum masuk dalam penafsiran surat-surat al- Qur’an. Paparan menyangkut kategori surat sesuai yang dibagi menurut jumlah ayat oleh Sa ʻîd Hawwa. Setiap surat yang ditafsirkan terlebih dahulu pada awal surat dijelaskan munasabahnya dengan surat-surat lainnya. Biasanya dikutip dari penjelasan Sayyid Qutb dalam kitab tafsir fî Zhilâl al- Qur’ân dan al-Alusi dalam kitab tafsir Rûh al-Ma’âni. Runtutan penafsiran disesuaikan dengan urutan surat-surat seperti yang terdapat di dalam mushaf. Untuk memudahkan penyajiannya sistematika dengan membagi kelompok-kelompok surat dalam al- Qur’an. Saʻîd Hawwa memberikan pengkategorisasian pada 4 macam atau qism: pertama; Tiwâl, yaitu surah al- Baqarah samapi dengan surah Barâah, kedua, Mi-in yaitu surah Yunus sampai dengan surah al-Qasâs, kelompok ini dibagi pula oleh Sa ʻîd Hawwa menjadi 33 Sa ʻ îd Hawwa, al-Asâs fî al-Tafsîr, jilid I Mesir: Dâr al-Salâm, 1993 M 1414 H, h. 21. tiga bagian yang disebutnya dengan al- Majmu’ât berdasarkan kepada makna yang dikandungnya. Ketiga; Matsâni yaitu surah al- ‘Ankabût sampai dengan surah Qâf. Keempat; Mufassal yaitu surah al-Dzâriyât sampai surah al-Nâs. Pembagian seperti ini merupakan suatu cara bagi Sa ʻîd Hawwa menyajikan susunan surat dengan pertimbangan melihat aspek munasabahnya. 34

3. Referensi Penulisan

Sa ʻid Hawwa di dalam menyusun kitab tafsir al-Asâs fî al-Tafsîr, menjadikan beberapa kitab tafsir lain serta mengambil pendapat dari beberapa mufassir sebagai rujukan atau referensi. Baik itu penafsir kontemporer maupun penafsir-penafsir salaf. Diantara mufassir salaf yang pendapatnya banyak diambil oleh Sa ʻîd Hawwa adalah Ibnu Katsîr dan al-Nasafî. Alasan Sa ʻîd Hawwa mengambil kedua tafsir ini, lebih disebabkan pada keterbatasan bahan yang tersedia dan apa adanya. Karena penulisan tafsir ini, yaitu ketika Sa ʻîd Hawwa berada di dalam tahanan. Namun hal ini bukan berarti Sa ʻîd Hawwa mengambil bahan seadanya, akan tetapi Saʻîd Hawwa mempunyai alasan dari pengambilan kedua tafsir ini. Hal ini dapat kita lihat pada akhir muqaddimah kitab tafsirnya, Sa ʻîd Hawwa mengatakan: “Dan bukan hasil dari ikhtiarku untuk menguatkan bagian pertama aku berpegangan hanya pada dua tafsir, yaitu tafsir Ibnu Katsîr dan tafsir al-Nasafi. Tidak banyak bahan yang ada ketika aku berada di penjara ketika aku mulai menulis tafsir ini kecuali kitab tafsir ini. Dan keduanya adalah tafsir yang terkenal, yang pertama adalah tafsir bi al- Ma’tsûr yang terkenal, sedangkan yang kedua adalah tafsir yang unggul dalam masalah-masalah ringkas dalam hal i’tiqadiyah dan madzhabiyah. Dari kedua tafsir ini mencukupi untuk makna harfiyyah dalam kitab Allâh. ” 35 34 Septiawadi, Disertasi: Penafsiran Sufistik Sa ʻ îd Hawwa dalam al-Asâs fî al-Tafsîr, 2010, h. 53-54. 35 Sa ʻ îd Hawwa, al-Asâs fî al-Tafsîr, jilid 1, h. 11. Di samping dari kedua mufassir tersebut, Sa ʻîd Hawwa juga banyak mengambil pendapat dari al-Alusi dan juga Sayyid Qutb. Sa ʻîd Hawwa banyak mengambil dari kedua mufassir ini yang berhubungan dengan masalah munâsabah. 36 Dijelaskan oleh Iyazi mengenai penyusunan tafsir yang dikerjakan oleh Sa ʻîd Hawwa bahwa dalam menggunakan rujukan atau referensi penafsirannya menempuh dua tahap. Pertama ia menggunakan sumber utama penafsirannya pada kitab tafsir Ibnu Katsîr dan tafsir al-Nasafî. Hal ini dilakukannya ketika ia masih berada dalam penjara. Pada tahap berikutnya Sa ʻîd Hawwa menggunakan kitab tafsir Rûh al- Ma’âni karya al-Alûsi dan tafsir Fî Zhilâl al-Qur’ân karya Sayyid Qutb disamping dua kitab tafsir terdahulu. 37 Maka disini terlihat, dua tafsir pertama tergolong ke dalam kitab tafsir klasik, sedangkan dua tafsir terakhir tergolong ke dalam tafsir modern. Sa ʻîd Hawwa memadukan pemahamannya melalui empat kitab tafsir tersebut dalam karya kitab tafsirnya. Itulah beberapa kitab yang dijadikan rujukan atau referensi oleh Sa ʻîd Hawwa di dalam menyusun kitab tafsir al-Asâs fî al-Tafsîr. Dengan adanya referensi penulisan tersebut, maka kita akan sering menemui pendapat atau komentar-komentar dari ulama-ulama tersebut di dalam kitab al-Asâs fî al-Tafsîr. 36 Sa ʻ îd Hawwa, al-Asâs fî al-Tafsîr, jilid 2, h. 978. 37 Iyazi, Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhâjuhum Teheran: Wazarah al-Taqâfah wa al-Irsâd, 1992, h. 134.