KEPEMIMPINAN PERSPEKTIF SA Kelebihan dan Kekurangan

merupakan faktor utama yang menjadikannya layak sebagai imâm. Seolah-olah, beliau pada mulanya adalah seorang nabi, kemudian karena beliau melaksanakan dengan sempurna semua “kalimat”. Maksudnya adalah perintah dan larangan yang diberikan Allâh kepadanya, maka beliau diberi jabatan rasul pembawa risalah, sebagai imbalan atas kepatuhannya itu. Jadi, mematuhi semua perintah dan larangan Allâh secara sempurna dapat mencalonkan seseorang untuk menduduki jabatan imâm dalam agama Allâh. Betapa kelirunya orang-orang yang merampas jabatan imam dengan cara-cara yang tidak benar. Kemudian, kata janji pada kalimat tersebut dapat diartikan dengan imâmah atau kepemimpinan. Dengan demikian, maka ayat itu berarti, “Orang zalim tidak akan memegang imâmah atau kepemim pinan dalam agama Allâh.” 10 Sistem khilafah pada dasarnya adalah pengganti kenabian. Khalifah mempunyai tugas sebagai pewaris kenabian dengan menegakkan hukum-hukum yang sudah ditetapkan oleh para Nabi. Sa ʻîd Hawwa memberikan beberapa contoh ayat yang terkait dengan tugas khalifah: 11 1. Allâh Swt. menyebutkan tugas Rasulullah dalam firman-Nya surah al- Baqarah2: 151:                   “Sebagaimana Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan 10 Sa ʻîd Hawwa, Tafsir al-Asas, penerjemah Syafril Halim Jakarta: Robbani Press, 1999, h. 346-347. 11 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 462-463. mengajarkan kepadamu al-Kitâb dan al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” 12 Dari ayat ini bisa disimpulkan bahwa tugas khalifah adalah mengajari dan mendidik manusia untuk memahami dan mengamalkan al- Qur’an dan al-Sunnah. 2. Di antara tugas Rasulullah adalah menegakkan keadilan Allâh dan melaksanakan hukum-hukum Allâh. Allâh Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisâs berkenaan dengan orang-orang yang dibunu.... ” Q.S. al-Baqarah2: 178. Di ayat lain Allâh Swt. berfirman, “Ini adalah satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan menjalankan hukukm-hukum yang ada di dalam nya....”Q.S. al-Nûr24: 1. Demikian juga tugas seorang khalifah. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa khalifah adalah pengganti Rasulullah Saw. dalam menegakkan syariat-syariat Allâh Swt.. Poin inilah yang membedakan sistem khilafah dari sistem-sistem lainnya. Seorang khalifah harus diangkat dengan cara pemilihan yang dilakukan oleh umat Islam dan juga atas dasar kerelaan mereka. Seorang khalifah sama sekali tidak boleh dipaksakan kepada umat Islam dengan tanpa adanya pemilihan dan kerelaan dari mereka. Karena pemilihan merupakan hak setiap umat Islam. Allâh Swt. menyifati umat Islam dalam firman-Nya, “.... Sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawar ah antara mereka.” al-Syûrâ42: 38. Maksud dari ayat ini adalah segala urusan umat Islam harus diselesaikan lewat mekanisme 12 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, h. 23. musyawarah. Pemilihan seorang pemimpin merupakan urusan umat yang sangat penting, sehingga pemilihan tersebut harus melibatkan mereka secara langsung. 13

B. Al-Khilâfah Al-‘Uzma Kepemimpinan Tertinggi

1. Pengertian Khilafah

Pengertian dari al-Khilâfah al- ‘Uzma atau al-Imâmah al-‘Uzma adalah kepemimpinan tertinggi dalam agama Islam. Khalifah atau al-Imâm al- A’zam adalah pemimpin negara Islam tertinggi. 14 Sa ʻîd Hawwa mengatakan bahwa negara Islam adalah negara yang berdiri atas ajaran Islam yang mengatur setiap individu dan kelompok, dan membimbing mereka dalam kehidupannya di dunia dalam berbagai bidang-bidang tertentu. Oleh karena itu, seorang khalifah mempunyai dua tugas, pertama, menegakkan agama Islam dan melaksanakan hukum-hukumnya. Kedua, menjalankan politik negara sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama Islam. 15 Sa ʻîd Hawwa juga menjelaskan bahwa tugas khalifah atau pemimpin adalah menegakkan Islam, karena Islam adalah agama dan negara. Menegakkan Islam berarti menegakkan ajaran-ajaran agama dan melaksanakan tugas-tugas kenegaraan dalam lingkup ajaran yang telah ditetapkan oleh agama Islam. 16 Definisi khalifah yang diberikan para ahli fiqih tidak keluar dari konsepsi di atas. Khalifah didefinisikan dengan “Kepemimpinan umum dalam masalah- masalah keagamaan dan keduniaan sebagai pengganti Nabi Muh ammad Saw.” Definisi lainnya adalah, “Pengganti Rasulullah Saw. dalam menegakkan agama 13 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 463. 14 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 477. 15 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 477. 16 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 477. dan menjaga semua hal yang termasuk agama dan mempunyai hak untuk dipatuhi dan ditaati oleh seluruh umat Islam.” 17 Imam al-Mawardi mendefinisikan khalifah dengan, “Khalifah diangkat untuk mengganti tugas kenabian dalam hal menjaga agama dan mengurus masalah d unia.” 18 Sa ʻîd Hawwa mengutip pendapat Ibnu Khaldun yang mendefinisikan khalifah dengan, “Mengantarkan umat untuk mencapai dan merealisasikan teori- teori syara’ dalam hal kemaslahatan ukhrawi dan kemaslahatan-kemaslahatan duniawi yang ada kemaslahatan ukhrawinya. Ka rena menurut syara’ semua urusan-urusan dunia harus dipertimbangkan kemaslahatan ukhrawinya. Sehinga khalifah pada hakikatnya adalah pengganti Rasulullah dalam menjaga agama dan mengatur masalah-masalah dunia dengan panduan agama. ” 19 Atas dasar pertimbangan tugas khalifah di atas juga maka, Abu Bakar dipanggil dengan sebutan khalîfah al-Rasûlillah Saw., dan sebagian sahabat menyebutnya dengan sebutan khalîfah Allâh, dengan pertimbangan bahwa sosok Rasulullah Saw. bergerak atas dasar perintah Allâh Swt., dan Abu Bakar juga melaksanakan perintah-perintah Allâh Swt. tersebut, sehingga keduanya Rasulullah Saw. dan Abu Bakar bisa dianggap sebagai khalîfatu Allâh. Namun, Abu Bakar memilih untuk dipanggil dengan khalîfatu Rasûlillâh Saw. 20 Ketika Umar bin Khattab memegang kekhalifahan dia berpendapat agar pemimpin negara dipanggil dengan sebutan Amîr al- Mu’minîn, agar lebih mudah dan pendek dibanding menggunakan panggilan khalifah yang harus 17 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 477. 18 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 477. 19 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 478. 20 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 478. disambungkan dengan nama khalifah sebelumnya hingga Rasulullah Saw.. Umat Islam dalam sejarah akhirnya mengenal istilah Amîr al- Mu’minîn untuk memanggil pemimpin negaranya. Namun tugas Amîr al- Mu’minîn masih tetap seperti tugas khilafah atau imamah. 21 Khalifah juga kadang disebut dengan al-Imâm al- A’zam. Penamaan al- Imâm al- A’zam ini selaras dengan maksud firman Allâh Swt. dalam surah al- Qasas28: 5:              “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi Mesir itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang- orang yang mewarisi bumi.” 22 Sa ʻîd Hawwa menjelaskan bahwa Allâh memberikan keistimewaan kepada bani Isrâil bahwa mereka menjadi pemimpin di dunia ini. Pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin yang diikuti dalam hal kebaikan atau pemimpin yang mengajak kepada kebaikan, serta Allâh menjadikan bani Isrâil pewaris kekuasaan dan kerajaan yang lainnya. 23 Alasan lain mengapa seorang pemimpin negara Islam dipanggil dengan al- Imâm al- A’zam adalah untuk membedakan dengan imam-imam lainnya seperti imam shalat. 24 21 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 478. 22 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, h. 385. 23 Sa ʻîd Hawwa, al-asâs fî al-Tafsîr, jilid VII, h. 4060-4061. 24 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 478.

2. Mengangkat Seorang Pemimpin Hukumnya Wajib

Mengangkat khalifah atau pemimpin merupakan kewajiban kolektif fardu kifâyah sebagaimana kewajiban melakukan jihad dan mendirikan institusi pengadilan. Apabila ada orang yang memegang jabatan ini dan dia memang mampu, maka kewajiban tersebut gugur dari tanggung jawab seluruh umat. Namun apabila tidak ada seseorang yang memegang jabatan khalifah ini, maka semua umat Islam berdosa hingga mereka mengangkat orang yang mempunyai kemampuan untuk menjadi khalifah. 25 Sebagian orang berpendapat bahwa yang menanggung dosa adalah dua kelompok umat saja, yaitu tokoh-tokoh umat yang pandai ahl al- ra’yu hingga mereka memilih khalifah dan orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk menjadi khalifah hingga mereka dipilih salah satunya untuk menjadi khalifah. 26 Sa ʻîd Hawwa mengatakan bahwa yang benar adalah dosa tersebut ditanggung oleh semua umat Islam, karena umat Islam semuanya menjadi objek perintah dan larangan syara’ dan yang berkewajiban menegakkan khilafah adalah mereka semua. 27 Terlihat sekali, dengan adanya beragam pendapat di atas, menunjukkan bahwa seorang pemimpin merupakan tokoh yang sangat penting keberadaannya di tengah-tengah masyarakat, yang memang sudah sepatutnya sebuah negara memiliki seorang pemimpin. 25 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 478-479. 26 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 479. 27 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 479.