Keturunan Quraisy Syarat-syarat yang Harus Dimiliki Seorang Pemimpin

Inti dari mekanisme yang dijelaskan oleh Sa ʻîd Hawwa adalah pengangkatan seorang pemimpin dengan cara musyawarah. Sa ʻîd Hawwa mengangkat surah al-Syûra42: 38 untuk menjelaskan hal ini. Berikut bunyi surah al-Syûra42: 38:             “Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.” 84 Sa ʻîd Hawwa menjelaskan bahwa masalah pemerintahan adalah masalah umat yang penting yang harus diselesaikan lewat mekanisme musyawarah. Umat Islam harus memilih orang yang akan memegang kepemimpinan yang bertugas menangani urusan-urusan mereka dan melaksanakan perintah-perintah Allâh Swt. agar mereka memang betul-betul sesuai dengan sifat yang diberikan oleh Allâh Swt. kepada mereka, yaitu urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka. 85

2. Masa Jabatan Seorang Pemimpin

Menurut syara’ seorang khalifah atau pemimpin adalah wakil resmi umat dalam menjalankan perintah-perintah Allâh dan mengatur urusan-urusan umat dengan pedoman aturan-aturan Allâh. Kedua tugas ini merupakan tugas permanen umat Islam. Khalifah atau pemimpin sebagai wakil umat tidak dibatasi dengan 84 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, h. 487. 85 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 492. waktu tertentu untuk menjalankan tugas ini, namun tugas tersebut tetap harus dijalankan oleh pemimpin hinga akhir umurnya selagi ia mampu melaksanakannya dan selagi ia tidak melakukan hal-hal yang bisa dijadikan alasan untuk mencopotnya dari jabatannya. Pembatasan waktu pemberian tugas terhadap pemimpin tidak artinya di saat tugas tersebut masih menjadi kewajibannya, karena masih mampu melaksankannya dan masih layak menjadi pemimpin. 86 Sa ʻîd Hawwa menjelaskan bahwa praktik kekhalifahan pada masa awal Islam juga menunjukkan bahwa jabatan khalifah berlangsung hingga meninggalnya khalifah tersebut, selagi ia tidak memutuskan untuk mengundurkan diri, seperti yang dilakukan oleh al-Hasan bin ‘Ali dan Muʻawiyah bin Yazîd, dan selagi ia tidak diturunkan dari jabatannya karena suatu sebab, sebagaimana yang terjadi pada diri Ibrahim bin Walîd dan Marwan bin Muhammad pada masa kekhalifahan Mu ʻawiyah. 87 Pengalaman sejarah menegaskan bahwa jabatan khalifah hingga meninggalnya pemegang jabatan lebih menjamin stabilitas berbagai urusan umat; mencegah terjadinya perselisihan dalam menentukan seorang khalifah dan mencegah terjadinya kompetisi untuk merebut kekuasaan. Pergantian khalifah hanya bisa dilakukan dalam kondisi darurat. Keadaan darurat tersebut hanya terjadi pada tiga kondisi, yaitu ketika khalifah meninggal dunia, ketika khalifah dicopot dari jabatannya, dan ketika khalifah menyatakan sendiri pengunduran dirinya dari jabatan. 88 86 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 498. 87 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 498. 88 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 498. Sebenarnya tidak ada nas yang menyatakan bahwa seorang khalifah atau pemimpin harus bertugas hingga meninggalnya, namun ijma’ umat Islam sudah cukup untuk dijadikan dalil mengenani masalah ini. 89 Karena ijma’ merupakan salah satu dasar syariat Islam.

3. Pencopotan Seorang Pemimpin

Memegang tugas sebagai pemimpin hingga mati merupakan hak seorang pemimpin, namum pencopotan pemimpin dari jabatannya juga merupakan hak umat apabila pemimpin tersebut melakukan penyimpangan-penyimpangan. Hal ini karena pengangkatan seseorang untuk menjadi pemimpin disertai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Apabila dia masih sanggup memenuhi syarat-syarat tersebut maka ia masih berhak memegang jabatannya, namun apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka ia berhak untuk dicopot dari jabatannya. 90 Seorang pemimpin bisa dianggap berubah dan berhak untuk dicopot dari jabatannya apabila terjadi kecacatan dalam keadilannya atau terjadi kecacata pada tubuhnya. Sa ʻîd Hawwa menjelaskan hal ini dengan mengutip pendapat al- Mawardi. 91

4. Cacatnya Keadilan

89 Ijma’ di sini hanya menetapkan kebolehan seorang khalifah bertugas hingga akhir masa hidupnya. Ijma’ ini tidak bisa dipahami sebagai pelarangan pembatasan masa tugas khalifah atau pemimpin. Jika umat Islam mensyaratkan pembatasan waktu, maka harus dijalankan karena syarat yang ditetapkan oleh umat Islam harus dipenuhi. 90 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 498. 91 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 499.