Islam Syarat-syarat yang Harus Dimiliki Seorang Pemimpin

dan niat”. 51 Di sini diperbolehkan jika memiliki pemimpin kafir, dikarenakan mayoritas penduduk negeri itu adalah orang kafir, atau karena orang yang beriman takut atau khawatir terhadap kejahatan yang dilakukan orang kafir. Namun menjadikan mereka sebagai pemimpin, hanya sebatas lahiriyah saja, namun di dalam hati tetap beriman kepada Allâh dan selalu mengikuti aturan-aturan-Nya. Sa ʻîd Hawwa mengutip sebuah hadis dari Imâm Bukhâri yang meriwayatkan dari Abû Dardâ bahwa ia berkata: “sesungguhnya kita bermanis-manis di hadapan beberapa kaum orang kafir, padahal hati kami melaknat mereka”. Imâm Bukhâri berkata yang berasal dari Imâm Hasan bahwa taqiyah diperbolehkan sampai hari kiamat. 52 Imâm al- Nasafî mengomentari dalam makna pengecualian berikut: “kecuali kamu khawatir terhadap orang-orang kafir akan satu perkara yang wajib menghindarinya, maksudnya adalah kecuali bila orang kafir tersebut mempunyai kekuasaan atasmu. Jika kamu khawatir terhadap jiwa dan hartamu, maka ketika itu dibolehkan bagimu untuk menampakkan muwâlah bersahabatpersahabatan dan menyembunyikan permusuhan”. 53 Sa ʻîd Hawwa mengatakan Allâh telah memperingatkan siksaan-Nya terhadap kita di dalam menentang Allâh. Dia juga telah memperingatkan siksaan dan azab-Nya terhadap orang-orang yang menolong musuh-Nya dan memusuhi para kekasih-Nya. Karena hanya kepada Allâh kita kembali dan siksaan tersebut telah dipersiapkan di sisi-Nya. 54 51 Sa ʻîd Hawwa, al-Asâs fî al-Tafsîr, jilid II, h. 730. 52 Sa ʻîd Hawwa, al-Asâs fî al-Tafsîr, jilid II, h. 730. 53 Sa ʻîd Hawwa, al-Asâs fî al-Tafsîr, jilid II, h. 730. 54 Sa ʻîd Hawwa, al-Asâs fî al-Tafsîr, jilid II, h. 730-731.

2. Laki-laki

Seorang pemimpin disyaratkan harus seorang laki-laki, karena tabiat wanita tidak memungkinkannya memegang kepemimpinan negara, yang menuntutnya untuk bekerja secara terus-menerus, memimpin tentara dan mengatur segala urusan. Tugas-tugas ini tentunya sangat berat dan melelahkan bagi wanita. 55 Sa ʻîd Hawwa mengangkat sebuah hadis yang menjadi dalil untuk melarang kepemimpinan wanita. Rasulullah Saw. bersabda: ة ْ ب بأ ْ ع بأ ثّح ْ ع ْ ع ْ ثّح سو ْ ع لا ص لا ْ ع ْ ْ ل ل ق ةأ ْ ا لإ ْ ھ ْ أ اوّ ْسأ مْ ق “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Said dari Uyainah, telah menceritakan kepadaku Ayahku dari Abu Bakrah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: Tidak akan sukses suatu kaum yang menyandarkan urusan kep emimpinan mereka pada wanita.” 56 Pada bagian ini, Sa ʻîd Hawwa tidak menjelaskan panjang lebar bahwa syarat seorang pemimpin haruslah laki-laki. Namun jika dilihat negara-negara di dunia, terdapat beberapa negara yang memiliki pemimpin atau pernah dipimpin oleh seorang wanita, termasuk salah satunya adalah negara Indonesia. Boleh jujur dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan ketika Indonesia dipimpin baik oleh laki-laki maupun perempuan.

3. Akil Balig

Sa ʻîd Hawwa mengatakan bahwa seorang pemimpin disyaratkan harus sudah mukallaf atau akil balig. Anak kecil, orang gila dan orang ayan sudah barang tentu tidak mampu untuk menjadi seorang pemimpin negara. Maksud 55 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 484. 56 Imâm Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 5, h. 38. utama dari kepemimpinan adalah mengurusi wilayah orang lain, sedangkan orang- orang tersebut orang gila dan ayan tidak ada kemampuan untuk mengurusi diri mereka sendiri, sehingga tidak mungkin mereka diserahkan tugas untuk mengurusi orang lain. 57 Anak kecil, orang gila dan orang ayan secara syara’ tidak dimintai pertanggungjawaban, sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah Saw: ْ ع س ْب د ح ْخأ نور ھ ْب ّ ثّح ْش بأ ْب ن ْع ثّح ْع لا ضر شئ ع ْ ع د ْسأْلا ْ ع ھا ْبإ ْ ع د ح ص لا ل سر نأ تْ ْلا ْ عو ظ ْتْس تح ئ لا ْ ع ث ث ْ ع ْلا عفر ل ق سو ْ ع لا ْ تح ّلا ْ عو أ ْ تح “Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun berkata, telah mengabarkan kepada kami Hammad bin Salamah dari hammad dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah radliallahu anha bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Pena pencatat amal di angkat tidak digunakan untuk mencatat amal tiga golongan: anak kecil hingga ia sampai masa akil balig, orang yang tidur hingga ia bangun dan dari orang gila hingga ia sadar.” 58 Orang yang tidak bertanggung jawab atas dirinya sendiri, sudah barang tentu tidak akan mungkin bertanggung jawab atas diri orang lain. Dasar utama kepemimpinan adalah mengemban tanggung jawab penuh al-Mas ʻûliyyah al- Tâmmah . Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: ْب لا ّْع ْ ع كل ثّح ع ْسإ ثّح ضر ع ْب لا ّْع ْ ع ر د ْع لا ت عر ْ ع ل ْس ْ كو عار ْ ك لأ ل ق سو ْ ع لا ص لا ل سر نأ ْ ع ل ْس ھو عار س لا ع ي لا م إْل ف ْھأ ع عار ج لاو ت عر 57 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 485. 58 Abu Dâwud Sulaimân bin al-Asy ʻats al-Sajastani. Sunan Abî Dâwud Beirut: Dâr al- Kitâb al- ʻArabî, t.th Juz 4, h. 243. ھو ّلوو جْو تْب ْھأ ع عار ةأْ ْلاو ت عر ْ ع ل ْس ھو تْب لأ ْع ل ْس ھو ّ س ل ع عار ج لا ّْعو ْ ْع ل ْس عار ْ ف ت عر ْ ع ل ْس ْ كو “Telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepadaku Malîk dari ‘Abdullah bin Dinâr dari ‘Abdullâh bin ‘Umâr radiallahu anhuma, Rasûlullah Saw. bersabda: ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggu ng jawab atas yang dipimpinnya.” 59 Dapat dikatakan bahwa seseorang yang sudah akil balig, sudah bisa membedakan antara yang baik dan buruk, dapat membedakan antara yang benar dan salah, tentunya akan mempunyai pemikiran yang matang jika diserahkan tanggungjawab untuk memimpin sebuah negara. Maka dikhawatirkan jika negara dipimpin oleh seseorang yang belum akil balig, negara tidak mempunyai tujuan yang jelas, sehingga akan timbul kekacauan.

4. Pandai

Seorang pemimpin disyaratkan harus seorang yang pandai. Ilmu yang pertama-tama harus diketahui oleh seorang pemimpin adalah ilmu tentang hukum- hukum Islam, karena ia berkewajiban untuk melaksanakan dan menerapkan hukum-hukum tersebut dan mengarahkan politik negara agar sesuai dan selaras dengan aturan-aturan Islam. Apabila seseorang tidak mengetahui hukum-hukum Islam, maka ia tidak boleh diajukan untuk menjadi pemimpin. 60 59 Mu ẖammad bin Ismâ’il al-Bukhâri, Sahîh al-Bukhâri, Juz 9 Mesir: Dâr Ṯuq al-Najâh, 2001, h. 42. 60 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 485. Sebagian ulama berpendapat bahwa tingkat kemampuan keilmuan seorang pemimpin dalam masalah hukum harus tinggi, tidak boleh hanya taklid kepada ulama-ulama pendahulunya, karena taklid termasuk kekurangan, sehingga disyaratkam harus sudah sampai pada taraf mujtahid. 61 Sa ʻîd Hawwa mengatakan bahwa seorang pemimpin tidak hanya harus ahli dalam masalah hukum Islam, ia juga harus mempunyai wawasan dan cakrawala pengetahuan yang luas. Mengetahui dengan baik cabang-cabang ilmu yang berkembang pada masanya, meskipun ia tidak sampai pada taraf ahli dalam setiap spesialisasi ilmu-ilmu tersebut. Pemimpin juga disyaratkan harus mengetahui sejarah dan pengetahuan tentang negara-negara di dunia, mengetahui undang-undang internasional, perjanjian-perjanjian internasional, dan juga pengetahuan tentang hubungan-hubungan politik, sejarah dan perdagangan di antara negara-negara di dunia. 62 Kepandaian adalah syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Kepandaian dari seorang pemimpin adalah bekal serta jaminan bagi sebuah negara untuk terus maju. Jika melihat realita yang terjadi sekarang ini, persaingan antara negara yang satu dengan negara lain terjadi, maka apabila seorang pemimpin tersebut adalah orang yang pandai, ia dapat memenangi persaingan tersebut dengan cara yang sehat dan bijak. Tentunya pemimpin harus memiliki kepandain, terutama dalam hal agama. Sehingga nilai-nilai agama akan selaras dan sejalan dengan arah tujuan negara tersebut.

5. Adil

61 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 486. 62 Sa ʻîd Hawwa. Al-Islâm, h. 486.