Pandai Syarat-syarat yang Harus Dimiliki Seorang Pemimpin
yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang menjadikan seroang yang adil tidak berpihak kepada yang salah.
66
Salah satu ayat al- Qur’an yang mebicarakan tentang keadilan adalah
surah al-Nisâ4: 58, yang menjelaskan bahwa apabila menetapkan hukum harus dengan adil. Berikut surah al-Nisâ4: 58:
“Sesungguhnya Allâh menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allâh memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allâh adalah
Maha mendengar lagi Maha melihat.”
67
Al-Baidhâwi menyatakan bahwa al- ‘adl bermakna al-insâf wa al-sawiyyat,
“berada di pertengahan dan mempersamakan.”
68
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh al-Râghib
69
dan Rasyîd Ridhâ.
70
Sejalan dengan pendapat ini, Sayyid Qutb menyatakan bahwa dasar persamaan itu adalah sifat kemanusiaan
yang dimilki setiap orang.
71
Ini berarti bahwa manusia mempunyai hak yang sama oleh karena mereka sama-sama manusia. Pengertian yang berbeda dikemukakan
66
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “adil” diartikan: 1 tidak berat sebelah
tidak memihak, 2 berpihak kepada kebenaran dan 3 sepatutnya tidak sewenang-wenang. Lihat Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 7.
67
Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, h. 87
68
Nasruddin Abu Al- Khair ‘Abdullâh bin ‘Umar Al-Baidhâwî, Anwâr al-Tanzîl wa Asrâr
al- Ta’wîl, jilid I Mesir: Mustaf al-Bâb al-Halabi, 1939, h. 191.
69
Abi Al-Qâsim Husain Al-Râghib Al-Asfahânî, al-Mufradât fî Gharîb al- Qur’ân
Kairo: Mustafâ al-Bâbi al-Halabi, 1412 H h. 235.
70
Muhammad Rasyîd Ridhâ, Tafsir al-Manâr, jilid V, h. 174. Ridhâ menyatakan bahwa keadilan yang diperintahkan dalam ayat itu dikenal oleh ahli bahasa Arab, dan bukan berarti
menetapkan hukum memutuskan perkara berdasarkan apa yang telah pasti di dalam agama.
71
Sayyid Qutb, Fî Zilâl Al- Qur’ân, jilid V Beirut: Dâr al-‘Arabiyah, 2000, h. 118;
Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalil di atas menhendaki keadilan yang menyeluruh di antara sesama manusia, bukan keadilan di antara sesama muslim atau sesama ahli kitab dan tidak pula
atas sebagian manusia saja. Keadilan adalah hak setiap manusia dengan sebab sifatnya sebagai manusia, dan sifat ini menjadi dasar keadilan di dalam ajaran-ajaran ketuhanan.
oleh al-Marâghî. Ia tidak meilhat keadilan dari segi persamaan hak, tetapi menekankan aspek terselenggaranya atau terpenuhinya hak-hak yang telah
ditetapkan menjadi milik seseorang. Konsep al-Marâghî ini lebih relevan dengan kata al-qist dari pada kata al-
‘adl.
72
Sa ʻîd Hawwa menjelaskan tentang makna keadilan pada ayat tersebut,
bahwa di dalam menetapkan hukum antar sesama manusia, maka harus memutuskan dengan sama rata, tidak dicampuri atau tidak disertai dengan hawa
nafsu dan kecurangan, dan memutuskannya dengan menggunakan hukum Allâh.
73
Itulah pendapat Sa ʻîd Hawwa di dalam menjelaskan tentang makna “menetapkan
hukum dengan adil.”