Karya-karya Saʻîd Hawwa

dengan menyajikan sunnah apa adanya. Dari sini terlihat bahwa Sa ʻîd Hawwa selain mengusai bidang tafsir, ia juga menguasai bidang hadis. Hal ini ini berbanding lurus dengan uraian pada kitab tafsirnya yang juga banyak diperkuat oleh hadis. 3. Jundullâh Tsaqafatan wa Akhlâqan Di dalam kitab tafsir al-Asâs fî al-Tafsîr, Sa ʻîd Hawwa menjelaskan secara sekilas tentang kitab Jundullâh Saqafatah wa Akhlâqan, dimana salah satu tujuan buku atau kitab tersebut yakni dijelaskan di dalamnya pentingnya al-walâ saling tolong-menolong antara umat Islam, juga dijelaskan batasan-batasan al- walâ tersebut. 19 Dalam buku ini, Sa ʻîd Hawwa menyebutkan bahwa tsaqafah seorang Muslim harus mencakup sebelas materi. Seorang da’i yang ulung seharusnya punya bekal yang cukup dari materi-materi ini. Materi-materi itu bisa diringkas menjadi sepuluh: ilmu al- Qur’an, ilmu hadis, ilmu bahasa Arab, ilmu ushul fikih, ilmu akidah, ilmu fikih, ilmu akhlak, ilmu sejarah, ilmu tentang tiga pokok Allâh, Rasul dan Islam, dan ilmu fikih dakwah. 20 4. Hâdzihi Tajrîbat wa Hâdzihi Syahâdatî Di d alam buku ini diceritakan pengalaman hidup Sa’îd Hawwa, seperti dalam satu jam ia dapat membaca buku sebanyak enam puluh halaman. Di dalam buku ini juga diceritakan kegiatan demosntrasi yang pernah diikuti Sa’îd Hawwa. Juga diceritakan dalam buku ini adalah revolusi militer Amerika di Suriah. 21 19 Sa ʻ îd Hawwa, al-Asâs fî al-Tafsîr, jilid III Kairo: Dâr al-Salâm, 1985, h. 1426. 20 Herry Mohammad, dkk., Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, h. 29 21 Al-Mustasyar ‘Abdullah Al-‘Aqil, Mereka yang Telah Pergi; Tokoh-tokoh Pembangunan Pergerakan Islam Kontemporer, h. 405 dan 407. Karya-karya lain dari Sa ʻîd Hawwa adalah sebagai berikut: 22 Tarbiyatuna al-Rûhiyyah, Al-Rasûl S allallâhu ‘Alaihi Wasallam, Al-Mustkhlâs Fî Tazkiyah al-Anfûs, Allâh Jalla Jalâluhu. Al-Asâs Fî Al-Tafsîr, Min Ajli Khutuwat ilal Amâm ‘ala Tarîqi al-Jihâd al-Mubârak, Durus Fil ‘Amâl Al-Islâmi Al- Mu’asir, Fî Afaqi al-Ta’alîm, Iẖyâ Al-Rabbaniyyah, Qawaninu al-Bait al- Muslimîn, Al-Ijâbah, Jundullâh Takhtitan wa Tanzîman, , Al-Sirah bi Lughah Al- Hubb. Itulah beberapa karya-karya yang dihasilkan oleh Sa ʻîd Hawwa. Sehingga dapat dikatakan beliau merupakan salah satu ulama yang cukup produktif dengan melihat hasil karya yang telah dihasilkannya cukup banyak.

B. Tafsir Al-Asâs Fî Al-Tafsîr

1. Metode dan Corak Penafsiran

Metode atau metodologi berasal dari dua kata; method dan logos. Dalam bahasa Indonesia Method dikenal dengan metode yang artinya, cara yang teratur dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya; Cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. 23 Secara historis setiap penafsiran telah menggunakan satu atau lebih metode dalam menafsirkan al- Qur’an. Pilihan metode-metode tersebut tergantung kepada kecenderungan dan sudut pandang mufasir, serta latar belakang keilmuan 22 Al- Mustasyar ‘Abdullah Al-‘Aqil, Mereka yang Telah Pergi; Tokoh-tokoh Pembangunan Pergerakan Islam Kontemporer, h. 405. 23 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1989, h. 580-581. dan aspek-aspek lain yang melingkupinya. Secara tegas dapat pula dikatakan, metode-metode tafsir tertentu telah digunakan secara aplikatif oleh para penafsir itu untuk kebutuhan penafsir dimaksud. Hanya saja metode-metode tersebut tidak disebutkan dan dibahas secara eksplisit. Setelah ilmu pengetahuan Islam nantinya berkembang pesat, barulah metode ini dikaji sehingga melahirkan apa yang dikenal dengan metodologi tafsir. 24 Metodologi tafsir dapat diartikan sebagai pengetahuan mengenai cara yang ditempuh dalam menelaah, membahas dan merefleksikan kandungan al- Qur’an secara apresiatif berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga menghasilkan suatu karya tafsir yang representatif. Metodologi tafsir merupakan alat dalam upaya menggali pesan-pesan yang terkandung dalam kitab suci umat Islam itu. Hasil upaya keras dengan menggunakan alat dimaksud terwujud sebagai tafsir. Konsekuensinya, kualitas setiap karya tafsir sangat tergantung kepada metodologi yang digunakan dalam melahirkan karya tafsir tentunya. 25 Di dalam penulisan kitab tafsir, ada beberapa metode yang seringkali digunakan penafsir dalam menulis kitabnya. Diantaranya adalah metode tahlîlî, 26 ijmâlî, 27 muqâran, 28 dan juga metode maud û’î. 29 24 Abdul Mu’in Salim, Metodologi Ilmu Tafsir Yogyakarta: Teras, 2005, h. 37-38. 25 Abdul Mu’in Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, h. 38. 26 Yakni salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al- Qur’an dari seluruh aspeknya. Penafsir yang mengikuti metode ini menafsirkan ayat-ayat al- Qur’an secara runtun dari awal hingga akhirnya, dan surat-surat sesuai dengan mushaf ‘Utsmani. Abd al-Hay al-Farmâwi, Muqaddimah fî al-Tafsîr al-Mawdû ʻ î Kairo: al-Hadârah al- ‘Arabiyah, 1977, h. 23. 27 Yakni metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al- Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. Dengan metode ini penafsir menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain seperti apa yang dikehendaki. Abd al-Hay al-Farmâwi, Muqaddimah fî al-Tafsîr al- Mawdû ʻ î, h. 42. 28 Yakni metode tafsir yang menekankan kajiannya pada aspek perbandingan komparasi tafsir al- Qur’an. Penafsiran yang menggunakan menggunakan metode ini pertama sekali menghimpun sejumlah ayat-ayat al- Qur’an, kemudian mengkajinya dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir mengenai ayat-ayat tersebut dalam karya mereka. Melalui cara ini penafsir Tafsir al-Asâs fî al-Tafsîr karya Sa ʻîd Hawwa dapat dikatakan di dalam pembahasannya menggunakan metode tahlîli. Dimana pada penjelasan di atas telah dijelaskan bahwa metode tahlîli yaitu suatu metode penafsiran yang dimulai dari surat al-Fâtihah sampai surat tekahir al-Nâs. Penjelasan uraian penafsiran dikemukakan secara rinci dan panjang. Penerapan tahlîli sebagai metode yang digunakan tafsir ini, misalnya penafsiran surah al-Baqarah. Pertama, Sa ʻîd Hawwa membagi surah al-Baqarah dalam tiga kelompok yaitu mukaddimah, kandungan surat dan penutup. Untuk mukaddimah terdiri dari dari 20 ayat pertama, bagian isi dari ayat 21 sampai ayat 284, sedangkan 2 ayat terakhir sebagai penutup surat. Mukaddimahnya terdiri dari tiga faqrah. Untuk faqrah ketiga mengandung tiga majmû’ah. Bagian tengah al- Baqarah terdiri dari tiga qism, yang mengandung beberapa maqt a’ dan faqrah. Ayat yang ditafsirkan disusun dalam kelompok-kelompok ayat untuk memudahkan uraiannya. 30 Rangkaian metode penafsiran Sa ʻîd Hawwa dapat dirumuskan sebagai berikut: 31 1. Menampilkan beberapa ayat sesuai kelompok munasabahnya. Beberapa ayat tersebut bisa tergabung dalam satu maqt a’ dengan beberapa faqrahnya. Pada setiap surat terlebih dahulu dijelaskan keberadaan mengetahui posisi dan kecenderungan para penafsir sebelumnya yang dimaksudkan dalam objek kajiannya. Abd al-Hay al-Farmâwi, Muqaddimah fî al-Tafsîr al-Mawdû ʻ î, h. 45 29 Disebut juga dengan metode tematik karena pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat di dalam al- Qur’an. Ada dua cara dalam tata kerja metode tafsir maudû’î: pertama, dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al- Qur’an yang berbicara tentang masalah maudutema tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama, sekalipun turunnya berbeda dan tersebar dalam berbagai surah al- Qur’an. Kedua, penafsiran yang dilakukan berdasarkan surat al- Qur’an. Abd al-Hay al-Farmâwi, Muqaddimah fî al-Tafsîr al-Mawdû ʻ î, h. 61-62. 30 Septiawadi, Disertasi: Penafsiran Sufistik Sa ʻ îd Hawwa dalam al-Asâs fî al-Tafsîr, 2010, h. 54-55. 31 Septiawadi, Disertasi: Penafsiran Sufistik Sa ʻ îd Hawwa dalam al-Asâs fî al-Tafsîr, 2010, h. 55. surat tersebut baik menyangkut identifikasi surat, tema surat, hubungan dengan surat lain atau kandungan surat secara global. Biasanya disini ditampilkan riwayat bila menyangkut sebab turun dari suatu surat. 2. Menafsirkan ayat. Bentuk penafsiran yang dikemukakan Sa’îd Hawwa mengenai ayat yang sudah disusun dalam kelompok ayat yaitu dengan menjelaskan makna secara umum atau memberikan pengertian secara global kemudian menerangkan pengertian teks ayat makna harfi dengan tinjauan bahasa serta uslub ayat. Dalam hal ini ia sering menggunakan rujukan dari kitab tafsir al-Nasâfî dan Ibnu katsîr juga tafsir Sayyid Qutb dan al-Alusi. Dengan demikian makna harfi yang dijelaskan cukup panjang berbeda dengan tafsir Jalalain yang sangat singkat. Penjelasan makna umum dan makna harfi dengan terlebih dahulu mencantumkan ayat atau potongan ayat yang ditulis dalam kurung. 3. Menjelaskan hubungan susunan ayat munasabahnya Disini Sa’îd Hawwa mengkaji struktur ayat dalam surat. Misalnya hubungan dalam satu kelompok ayat seperti hubungan kesamaan tema dalam satu maqt a’, atau satu faqrah. Menerangkan hubungan antar faqrah atau antar maqt a’ bahkan dijelaskan hubungan dengan ayat lain pada surat yang berbeda. 4. Menjelaskan hikmah ayat Bagian ini dikenal dalam rangkaian penafsirannya dengan fawaid. Dalam poin ini ada juga dibahas tentang munâsabah ayat khususnya hubungan suatu ayat dengan beberapa ayat lain atau dengan hadis nabi. Poin ini merupakan penafsiran yang lebih luas dan komprehensif oleh Sa ʻîd Hawwa dengan memahami ayat berdasarkan konteks.