Permenhut No P.722009 sebagai revisi dari Permenhut No P.12009

menjadi lemah. Apabila hal itu terjadi, maka secara ekologis maupun secara finansial, sertifikasi sumber benih tidak dapat membawa manfaat bagi produsen maupun konsumen.

G. Permenhut No P.722009 sebagai revisi dari Permenhut No P.12009

Pada tanggal 11 Desember 2009, Menteri Kehutanan mengeluarkan Permenhut No P. 722009 sebagai revisi dari Permenhut No P.12009. Dalam Permenhut No P.722009 ini, disebutkan bahwa peraturan ini diterbitkan dalam rangka lebih memberikan kepastian hukum dan birokrasi dalam bidang perbenihan tanaman hutan. Terkait dengan sertifikasi sumber benih, beberapa butir revisi dari Permenhut No P.12009 yang dicantumkan dalam Permenhut No P.722009 adalah sebagai berikut : 1. Dihapuskannya pasal 34 dalam Permenhut No P.12009 yang menyebutkan bahwa biaya kegiatan lapangan yang dilakukan dalam rangka penetapan pengada benih dan pengedar benih danatau bibit terdaftar ditanggung oleh pemohon. Dihapuskannya ketentuan ini mungkin karena dianggap memberatkan pemohon sertifikat. Dengan demikian biaya kegiatan lapangan ini kembali menjadi tanggungan instansi penerbitpelaksana sertifikasi. Padahal hasil wawancara dengan para pengelola sumber benih serta pengada bibit di Kaltim dan Kalsel menyatakan bahwa mereka tidak berkeberatan bila harus menanggung biaya lapangan asalkan merupakan tarif resmi, sebab selama ini para pemohon tetap mengeluarkan biaya untuk akomodasi, konsumsi, dan tranmsportasi lapangan penilaian sertifikasi. Implikasi dari dihapuskannya ketentuan ini, sebagaimana dibahas dalam sub bab analisis mekanisme sertifikasi serta analisis biaya transaksi sertifikasi antara lain adalah : a. Instansi pelaksana sertifikasi kembali terbebani anggaran yang lebih besar untuk operasional sertifikasi sehingga birokrasi pencairan anggaran untuk memenuhi permohonan sertifikasi lebih berat dan lambat. Besarnya anggaran ini juga mengurangi minat atau motivasi Dinas untuk melaksanakan sertifikasi. b. Dikhawatirkan mempertahankan adanya biaya transaksi tak resmi yang dikatakan sebagai biaya yang dikeluarkan pemohon untuk membantu kelancaran operasional penilaian sertifikasi di lapangan. Oleh karena itu akan lebih baik apabila ketentuan pasal 34 tidak dihapus, hanya saja komponen biaya lapangan dan besarannya harus ditentukan dalam peraturan teknis tersendiri sehingga merupakan tarif resmi. 2. Adanya ketentuan dalam Lampiran 7 Permenhut No P.722009 yang menyebutkan bahwa : a Tim Penilai untuk TBT, TBS, dan APB harus melibatkan tenaga terampil atau ahli dari BPTH dan UPT Balitbanghut; b Tim Penilai untuk TBP, KBS, KBK, dan KP dibentuk oleh BPTH dengan melibatkan tenaga terampil atau ahli dari BPTH dan Balitbanghut. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan dari Permenhut No P.12009, sebab pelibatan tenaga terampil dan ahli ini akan lebih menjamin efektivitas sertifikasi sumber benih. 3. Penyempurnaan standar khusus sumber benih kelas KBS, KBK, dan KP sebagaimana yang diusulkan oleh Balitbanghut revisi dari Balitbanghut mengenai standar khusus sertifikasi sumber benih dapat dilihat pada Lampiran 7 tesis ini. Adanya penyempurnaan standar khusus KBS, KBK, dan KP ini akan lebih menjamin efektivitas sertifikasi sumber benih.

H. Permasalahan dan Alternatif Solusi dalam Sertifikasi Sumber Benih